Liputan6.com, Washington DC - Pemerintah Amerika Serikat mengatakan pada Selasa 28 Agustus, bahwa pihaknya mempertimbangkan untuk kembali memulai latihan militer dengan Korea Selatan tahun depan.
Keputusan tersebut disampaikan beberapa hari setelah Presiden Donald Trump membatalkan agena pembicaraan lanjutan tentang isu nuklir dengan Korea Utara.
Dikutip dari VOA Indonesia pada Kamis (30/8/2018), pertemuan antara Donald Trump dan Kim Jong-un di Singapura Juni lalu, menghasilkan komitmen untuk "mengupayakan denuklirisas penuh di Semenanjung Korea". Hal itu salah satunya diimplementasikan melakui keputusan mendadak Washington untuk mengakhiri latihan perang di kawasan terkait.
Advertisement
Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Mattis mengatakan pada sebuah konferensi pers, bahwa penghentian latihan musim panas tersebut merupakan "isyarat niat baik" kepada Korea Utara, namun menegaskan hal itu bukan komitmen yang berlaku seterusnya.
"Kami saat ini tidak punya rencana untuk menghentikan latihan-latihan," kata Menhan Mattis.
Baca Juga
Menyusul KTT Juni, Trump memuji persetujuan Singapura itu sebagai sebuah pencapaian bersejarah dan mengirim cuitan "tidak ada lagi ancaman nuklir dari Korea Utara".
Tetapi baru-baru ini, presiden membatalkan sebuah kunjungan yang direncanakan oleh Menlu AS Mike Pompeo, setelah mengakui untuk pertama kalinya bahwa perundingan mengakhiri program nuklir Korea Utara tidak berjalan sebagaimana mestinta.
Di lain pihak, Pyongyang menyerukan agar Amerika Serikat terlebih dahulu menghapus berbagai sanksi, sebelum pihaknya benar-benar melakukan denuklirisasi penuh di Semenanjung Korea.
Kendala tersebut, menurut Presiden Donald Trump, turut disebabkan oleh absesnnya China dalam pemantauan isu terkait, dan menuduh bahwa Negeri Tirai Bambu melonggarkan tekanan pada pemerintahan Kim Jong-un, terutama pada pemberlakuan sanksi tegas di bidang ekonomi oleh PBB.
* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini
Simak video pilihan berikut:
Jepang dan China Beda Jalan
Sementara itu, dua sekutu Amerika Serikat, Korea Selatan dan Jepang, dikabarkan tengah berseberangan dalam menyikapi ancaman nuklir Korea Utara.
Jepang, sekutu lama AS, berpikir bahwa Korea Utara menimbulkan ancaman nuklir yang mendesak. Sementara Korea Selatan tak lagi menganggapnya demikian, dan tengah berusaha untuk terus meningkatkan hubungan ekonomi dengan Pyongyang.
Kondisi itu, menurut sejumlah tokoh, membuat AS cemas. Karena, Washington membutuhkan keselarasan dari kedua negara, demi mendukungnya untuk mengupayakan denuklirisasi penuh Korea Utara dan kawasan semenanjung.
Ketidakselarasan antara Jepang dan Korea Selatan pun tak hanya mengancam gagalnya tujuan AS untuk mencapai denuklirisasi Korut, namun juga di satu sisi, akan memberikan keuntungan yang signifikan bagi politik luar negeri Kim Jong-un.
"Seperti yang saya takutkan, Kim Jong-un telah mengetahui tentang perpecahan tersebut, dan dia kini bisa mengeksploitasi penuh kondisi terebut demi melemahkan sanksi dan pengaruh AS," kata Senator AS Marco Rubio (Florida, Partai Republik), seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu 29 Agustus.
Sementara itu, di Seoul, Presiden Moon Jae-in mengambil langkah untuk meningkatkan hubungan dengan Kim Jong-un, mendirikan kantor penghubung di perbatasan yang, menurut pejabat AS, bisa melanggar sanksi. Kementerian Pertahanan Korea Selatan dilaporkan tengah mempertimbangkan untuk menghapuskan militer Korea Utara dari daftar ancaman nasional bagi Negeri Ginseng.
Moon Jae-in juga berencana mengunjungi Pyongyang bulan depan, perjalanan pertama oleh seorang presiden Korea Selatan dalam 11 tahun.
Advertisement