Presiden Amerika Serikat Donald Trump: Layanan Google News Curang kepada Saya

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengklaim, Google menyembunyikan informasi dan berita yang baik tentangnya, juga menyensor suara Konservatif.

oleh Afra Augesti diperbarui 29 Agu 2018, 10:31 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2018, 10:31 WIB
Donald Trump Gandeng Melania Trump
Presiden Donald Trump dan Ibu Negara AS, Melania saat menyanyikan lagu kebangsaan pada acara piknik merayakan Hari Kemerdekaan di halaman Gedung Putih, Rabu (4/7). Trump menggelar acara piknik untuk menjamu keluarga-keluarga militer. (AP/Alex Brandon)

Liputan6.com, Washington DC - Donald Trump lagi-lagi mengunggah status kontroversial di akun Twitter pribadinya @realDonaldTrump. Di media sosial tersebut, ia mengeluhkan bahwa layanan pencarian berita tentangnya di Google patut diragukan.

Sebab ketika ia mengetik kata 'Trump news', maka yang muncul adalah pemberitaan negatif dan segala sesuatu yang buruk tentangnya, termasuk berita dari media-media yang dianggapnya palsu.

Tak ada informasi positif yang mendukung pemerintahannya. Trump menyebut, 96 persen hasil pencarian di layanan Google News untuk kata "Trump" hanyalah berisi media-media pendukung sayap kiri (National Left-Wing) dan membenamkan suara Konservatif.

Oleh karena itu, Presiden Amerika Serikat ke-45 tersebut berjanji akan segera mengatasi situasi "sangat serius" ini. Trump pun melayangkan peringatan keras kepada Google, Facebook dan Twitter agar berhati-hati.

Ketika memberikan keterangan resmi kepada para wartawan di Gedung Putih, Donald Trump menuding Google telah mengambil banyak keuntungan dari banyak orang. Ia menegaskan bahwa permasalahan ini adalah hal yang sangat serius.

"Mereka (Google, Facebook dan Twitter) sebaiknya lebih berhati-hati, karena mereka tidak dapat melakukan hal itu kepada orang-orang... Ribuan protes masuk ke kantor kami (pihak Gedung Putih)," ujar Trump, seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (29/8/2018).

Sementara itu, dilansir dari Bloomberg, Trump mengatakan tiga perusahaan teknologi tersebut "sedang menginjak teritori yang sangat bermasalah". Kendati demikian, sebelum Donald Trump dilantik, semakin banyak suara Konservatif yang mengklaim bahwa perusahaan internet mendukung sudut pandang liberal.

Keluhan dari Orang Nomor Satu di Amerika Serikat itu muncul setelah segmen Fox Business TV --yang dipandu oleh pembawa acra Lou Dobbs-- mengulas bahwa Google mendukung outlet berita liberal dalam hasil pencarian tentang Trump. Akan tetapi, Trump sendiri tidak memberikan pembuktian untuk klaimnya.

Sedangkan situs web PJ Media mengklasifikasi hampir seluruh saluran berita utama --selain Fox News, Wall Street Journal, Economist, dan DailyMail.com-- sebagai media berhalauan kiri.

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Bantahan Google

Google Logo
Ilustrasi logo Google terbaru yang diluncurkan pada tahun 2015. (Wikimedia/Public Domain)

Pihak Google membantah tuduhan Donald Trump. Pihak mesin pencarian raksasa ini mengeluarkan pernyataan yang berisikan bahwa mesin pencarian di Google dirancang untuk memberi jawaban yang relevan kepada para pengguna. Google tidak pernah mengungkapkan bagaimana algoritmanya bekerja.

"Ketika pengguna mengetikkan pertanyaan atau kata ke dalam kolom pencarian Google, maka mesin ini akan memastikan orang-orang menerima jawaban yang paling relevan dalam hitungan detik. Pencarian tidak digunakan untuk mengatur agenda politik dan kami tidak bias dalam hasil pencarian terhadap ideologi politik apapun," ucap Google melalui pernyataan tertulis.

"Setiap tahun, kami mengeluarkan ratusan perbaikan pada algoritma kami, untuk memastikan tampilan konten berkualitas tinggi sebagai tanggapan atas pertanyaan para pengguna. Kami terus bekerja untuk memperbaiki Google Search dan kami tidak pernah menentukan peringkat dari hasil pencarian untuk memanipulasi sentimen politik."

Keluhan-keluhan bahwa layanan media sosial menyensor sisi konservatif telah meningkat ketika perusahaan seperti Facebook dan Twitter mencoba untuk membatasi jangkauan teori konspirasi, kampanye disinformasi, campur tangan politik asing, dan poster-poster kekerasan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya