Liputan6.com, Melbourne - Yulia Hadi, perempuan asal Balikpapan, Kalimantan Timur telah terpilih menjadi salah satu finalis 'kontes kecantikan' Mrs Australia Globe 2018. Tapi kompetisi itu bukanlah untuk memilih siapa yang paling cantik dan seksi.
Yulia mengatakan penilaian utama dalam kontes kecantikan ini adalah keterlibatan perempuan untuk membantu komunitas. Perempuan yang bisa mengikuti kontes ini adalah yang sudah menikah atau berusia di atas 24 tahun.
"Saya ikut kompetisi ini karena pengalaman kekerasan dalam rumah tangga yang ingin saya bagikan, khususnya bagi perempuan Asia agar mereka tidak merasa takut," ujar Yulia saat dihubungi ABC Melbourne, seperti dikutip dari ABC Indonesia, Kamis (13/9/2018).
Advertisement
"Saya ingin menjadi inspirasi bagi banyak perempuan."
Baca Juga
Perempuan itu menjadi satu di antara 18 finalis di ajang pemilihan nasional Mrs Australia Globe, yang malam finalnya akan digelar tanggal 15 September mendatang di kota Melbourne.
Lewat pemilihan Mrs Australia Globe, Yulia aktif terlibat aktif di sebuah program milik Project Karma yang berbasis di kota Melbourne.
Lembaga ini aktif menyuarakan masalah perdagangan anak-anak untuk dijadikan budak seksual, khususnya yang marak terjadi negara-negara Asia Tenggara, seperti Indonesia.
"Saya tidak mau terus-terusan ada pelecehan seksual dan penjualan anak-anak jadi pelacur ke negara lain, tentu saya tak mau tinggal diam."
Salah satu keterlibatan Yulia adalah menggalang dana juga untuk membantu anak-anak korban gempa yang kini sedang dalam masa pemulihan.
"Kebetulan saya instruktur yoga, jadi saya ajak ibu-ibu untuk ikut yoga dan nanti uang yang saya dapatkan disumbangkan kepada mereka," ujarnya yang berencana kembali ke Lombok usai acara final kontes.
Yulia sendiri tak terlalu berharap menang di pemilihan Mrs Australia Globe.
"Tujuan saya ikut kompetisi ini adalah untuk meningkatkan rasa percaya diri."
"Juga ingin menginspirasi perempuan-perempuan bahwa mereka cantik, kuat, berdaya, percaya diri, sama seperti saya."
Â
Simak video pilihan berikut:
Mengaku Dua Kali Jadi Korban KDRT
Yulia memutuskan pindah ke Australia di tahun 2004 dan mengaku pernah terlibat dengan KDRT dalam dua hubungannya dengan warga Australia.
Ia menikah muda di usia 21 tahun yang saat itu baru setahun tinggal di Australia, setelah mendapat beasiswa belajar bahasa Inggris di negara bagian Queensland.
"Suami saya yang pertama adalah peminum, suka mengontrol, dan saya tidak boleh keluar beraktivitas," ujar perempuan berusia 35 tahun tersebut.
Tapi Yulia merasa kekerasan fisik dalam keluarga, seperti memukul adalah hal yang biasa, seperti yang pernah ia lihat dan alami saat masih kecil.
Karenanya, ia menganggap kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami pertamanya sebagai "hal yang biasa."
Ia juga mengaku jika pada awalnya ia tidak berani melapor. Bukan hanya karena tidak tahu siapa-siapa, tapi juga tidak tahu harus melapor ke mana.
Tapi dengan keberaniannya ia pernah melapor ke pihak kepolisian dan memutuskan mengakhiri pernikahannya.
Kemudian Yulia pindah ke kota Perth dan kembali menjalin hubungan dengan pria Australia. Menurut pengakuannya, ia kembali menjadi korban KDRT dalam hubungan yang bertahan lima tahun tersebut.
"Seperti perempuan Asia yang menikah dengan pria Australia lainnya, kita tidak memiliki kekuatan, karena pria-pria ini merasa kita tidak punya apa-apa dan tak ada siapa-siapa, jadi mereka pikir, 'pasti akan kembali ke saya'."
Yulia juga mengatakan dalam hubungan keduanya ia pernah mengalami depresi hingga mendapat perawatan medis selama di Perth.
Harus Terbuka
Trauma dari pengalaman di ibu kota Australia Barat tersebut, ia memutuskan pindah ke Melbourne di tahun 2016.
"Lewat kompetisi ini saya ingin berbagi cerita dan pesan bahwa jangan sampai membiarkan pria memperlakukan kita dengan buruk, karena kita punya harga diri."
Yulia mengaku mengetahui beberapa teman-teman perempuannya dari Indonesia yang mengalami hal yang sama dalam pernikahan atau hubungannya.
Menurutnya, setelah seorang perempuan sadar berada dalam hubungan tak sehat, maka harus segera "keluar".
"Lebih bagus lapor ke teman, meski mereka tak pernah mengalami, kita harus terbuka dan jangan menyimpannya sendiri."
Advertisement