Liputan6.com, Melbourne - Tragedi Lion Air JT 610 jatuh di Tanjung Karawang rupanya tengah menjadi sorotan salah satu maskapai penerbangan Negeri Kanguru. Ada apa?
Virgin Australia ternyata telah memesan pesawat serupa yakni 30 unit MAX 8, yang dijadwalkan tiba pertama pada November tahun depan. Perusahaan penerbangan itu juga telah memesan 10 Boeing MAX 10s --varian kelima dan terbesar dari serinya-- yang akan bergabung dengan armada maskapai negara tersebut pada 2022.
Perihal tersebut yang membuat Virgin Australia pun mau tak mau kepo untuk memantau tragedi nahas itu, guna mengetahui penyebab pasti kecelakaan Lion Air di tengah spekulasi tentang kesalahan pilot, teknisi pesawat Indonesia atau pabrikan pesawat yang ramai mengemuka.
Advertisement
Penerbit majalah Australian Aviation yang juga mantan pilot pesawat tempur, Christian Boucousis, mengatakan kepada News.com.au yang dikutip Kamis (1/11/2018), dia bisa mengerti mengapa beberapa orang Australia mungkin tidak ingin menginjakkan kaki di 737 MAX 8 sampai penyebab kecelakaan diketahui.
Boeing 737 MAX 8 yang digunakan Lion Air dalam tragedi jatuh di perairan Tanjung Karawang pada Senin 29 Oktober baru beroperasi sejak 15 Agustus -- sekitar dua bulan sebelum celaka -- dan dirasakan sejumlah pelanggan mengalami masalah dalam salah satu penerbangan. Meski seri pesawat generasi keempat itu adalah yang paling dicari di industri penerbangan.
"737 MAX 8 sangat handal, kuat dan lebih kuat dari seri 737 sebelumnya," tutur Boucousis.
"Jelas ada semacam peristiwa bencana besar, tetapi terlalu dini dalam penyelidikan untuk mengatakan apakah itu masalah dengan pesawat, kesalahan pilot, serangan teroris atau bom, atau masalah pemeliharaan. Tapi itu hal yang sangat aneh. Kecelakaan terjadi pada tahap awal penerbangan, padahal cuacanya bagus. Itu hal yang tak biasa," imbuhnya.
Lion Air adalah salah satu klien terbesar Boeing, yang mengeluarkan $ 22 miliar pada tahun 2011 untuk 201 unit pesawat 737 MAX 8.
Para pengamat dunia aviasi pun dengan cepat menganalisis dengan cepat dan menyalahkan Indonesia yang memiliki catatan keselamatan penerbangan yang mengerikan.
Kata Ahli
Sementara itu, ahli penerbangan Philip Butterworth-Hayes mengatakan tak biasa bagi pesawat terbang untuk mengalami kesulitan mencapai ketinggian saat lepas landas. Sebab biasanya dikendalikan oleh sistem otomatis pesawat.
"Ini tidak sesuai dengan profil penerbangan otomatis. Kecuali, pesawat itu berusaha memperbaiki dirinya sendiri pada saat itu karena sejumlah alasan," katanya kepada CNN.
Butterworth-Hayes mengatakan, data Flightradar 24 menunjukkan "profil penerbangan vertikal yang luar biasa tidak stabil.
"Tepat pada saat yang sama dengan kecepatan yang meningkat ada kemerosotan ketinggian, yang berarti pada saat itu terjadi kehilangan kendali."
Mantan penyelidik kecelakaan Dewan Keamanan Transportasi Udara Nasional, Peter Goelz mengatakan data jelas menunjukkan masalah dengan kecepatan dan ketinggian pesawat.
"Ada sesuatu yang jelas salah dalam kecepatan udara dan ketinggian yang akan mengarah ke sistem kontrol penerbangan. Ini adalah sistem fly-by-wire -- sangat otomatis -- dan pilot mungkin tidak dapat memecahkan masalah dengan tepat."
Boucousis pun menanggapi dengan mengatakan dia telah mendengar "banyak rumor dan teori" tentang penyebab kecelakaan, tetapi kebenaran tidak bisa diketahui sampai kotak hitam pesawat - perekam suara kokpit (CVR) dan perekam data penerbangan (FDR) - dipulihkan.
Virgin Australia mengatakan akan terus memantau perkembangan menjelang jadwal kedatangan 737 MAX 8 pertama pada November tahun depan.
"Kami akan terus memantau hasil insiden Lion Air dan jika ada rekomendasi yang keluar dari penyelidikan itu, Virgin Australia akan sepenuhnya patuh dengan menerapkan rekomendasi ini," tegas pihak Virgin Australia dalam sebuah pernyataan.
Saksikan juga video terkait Lion Air berikut ini:
Respons Boeing
Pesawat Lion Air dengan nomor JT 610, rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh di dekat Teluk Karawang, Senin 29 Oktober 2018.
Sebelumnya, pesawat itu -- yang membawa 178 penumpang dewasa, 1 penumpang anak-anak dan 2 bayi, juga 2 pilot dan 5 pramugari-- dilaporkan hilang kontak setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta sekitar pukul 06.00 WIB.
"Pesawat type B737-8 MAX (Boeing 737 MAX 8) dengan Nomor Penerbangan JT 610 milik operator Lion Air yang terbang dari Bandar Udara Soekarno Hatta, Banten menuju Bandar Udara Depati Amir di Pangkal Pinang, dilaporkan telah hilang kontak pada 29 Oktober 2018 pada sekitar pukul 06.33 WIB," jelas Kepala Bagian Kerja Sama dan Humas Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Sindu Rahayu, dalam keterangan yang diterima oleh Liputan6.com.
Boeing is aware of reports of an airplane accident and is closely monitoring the situation.
— Boeing Airplanes (@BoeingAirplanes) October 29, 2018
Kecelakaan itu cukup mengejutkan karena, pesawat terbang tersebut merupakan salah satu keluaran terbaru Boeing, tipe Boeing 737 MAX 8 registrasi PK-LQP.
We're following reports that contact has been lost with Lion Air flight #JT610 shortly after takeoff from Jakarta. ADS-B data from the flight is available at https://t.co/zNM33cM0na pic.twitter.com/NIU7iuCcFu
— Flightradar24 (@flightradar24) October 29, 2018
Merespons kabar bahwa salah satu produk terbarunya mengalami kecelakaan nahas, pihak Boeing segera memberikan tanggapan melalui akun Twitter resminya;
"Boeing mengetahui laporan tentang kecelakaan pesawat (itu) dan secara dekat memonitor situasi," demikian seperti dikutip dari akun Twitter @BoeingAirplanes, Senin 29 Oktober 2018.
Menurut laporan dari akun Twitter situs pemantau dunia kedirgantaraan Flight Radar 24, pesawat Boeing 737 MAX 8 registrasi PK-LQP, bermesin dua CFM LEAP-1B itu dikirim oleh pihak Boeing kepada Lion Air pada Agustus 2018.
Advertisement