Bersitegang dengan Rusia di Krimea, Ukraina Minta Dukungan RI

Dubes Ukraina untuk RI meminta Indonesia memberikan dukungan, menyusul ketegangan terbaru antara Ukraina dan Rusia di Krimea.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 28 Nov 2018, 08:31 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2018, 08:31 WIB
Tiga kapal Ukraina ditahan oleh militer Rusia di bawah jembatan Selatan Kerchc, Minggu 25 November 2018 (AP Photo)
Tiga kapal Ukraina ditahan oleh militer Rusia di bawah jembatan Selatan Kerchc, Minggu 25 November 2018 (AP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar Ukraina untuk RI, Volodymyr Pakhil meminta Indonesia memberikan dukungan atas "integritas dan teritorial kedaualatan Ukraina", menyusul ketegangan terbaru antara Ukraina dan Rusia di Selat Kerch, Semenanjung Krimea yang disengketakan.

"Ukraina mendorong untuk sekutu dan mitranya, termasuk Republik Indonesia sebagai kekuatan regional dan global yang berpengaruh, untuk sekali lagi menyebarluaskan dukungan terhadap integritas teritorial dan kedaulatan Ukraina," kata Pakhil dalam pernyataan tertulis yang dimuat Liputan6.com, Rabu (28/11/2018).

Pakhil juga mendorong negara sekutu dan mitra "untuk mengambil semua langkah yang memungkinkan guna mencegah Rusia sebagai negara agresor."

Pada tanggal 25 November 2018, ketika berlayar menyeberangi laut dari pelabuhan Odessa ke pelabuhan Mariupol sesuai dengan ketentuan semua perjanjian internasional baik multilateral dan bilateral, serta aturan navigasi yang berlaku, kapal Angkatan Laut Ukraina Berdyansk, dan Nikopol, serta kapal tunda Yana Kapu dihadang oleh serangan bersenjata dan disita oleh Angkatan Laut Rusia.

Bentrokan itu menyebabkan beberapa awak kapal terluka.

"Itu adalah bentuk lain dari agresi bersenjata yang dilancarkan oleh Federasi Rusia terhadap Ukraina. Rusia secara de facto telah memperluas agresi militernya terhadap Ukraina hingga ke laut," respons Dubes Pakhil.

Di sisi lain, dalam pernyataan yang sama, Dubes Pakhil mengatakan bahwa langkah Presiden Petro Poroshenko menetapkan darurat militer di Ukraina bukan diartikan sebagai pernyataan perang terhadap Rusia, melainkan sebuah upaya "politis dan diplomatis" atas ketegangan terbaru.

Namun, Pakhil mengatakan, "Tapi pada saat yang sama, Ukraina juga siap untuk menggunakan seluruh kekuatannya untuk membela diri."

 

Simak video pilihan berikut:

Presiden Ukraina Antisipasi Invasi Rusia

Presiden Ukraina Petro Poroshenko
Presiden Ukraina Petro Poroshenko (AP/Sergei Chuzavkov)

Menyusul ketegangan terbaru antara Rusia dengan Ukraina di Selat Kerch dekat Semenanjung Krimea yang disengketakan, Presiden Ukraina Petro Poroshenko mengklaim bahwa dinas intelijen memiliki bukti bahwa Rusia sedang mempersiapkan invasi darat ke negaranya.

Hal itu disampaikan oleh Poroshenko dalam sebuah pidato untuk mengumumkan darurat militer di Ukraina pada 25 November 2018, guna mengantisipasi eskalasi tensi dengan Rusia, setelah Negeri Beruang Merah menembaki dan menyita tiga kapal Ukraina di Selat Kerch dekat Krimea.

Namun, Presiden Poroshenko belum mengungkapkan detail mengenai klaimnya tentang rencana invasi darat Rusia ke Ukraina, demikian seperti dikutip dari Newsweek.

Bentrokan di Selat Kerch adalah eskalasi besar dari ketegangan yang terjadi antara kedua negara sejak Rusia mencaplok Semenanjung Krimea dari Ukraina dan mulai mendukung separatis bersenjata di negara itu pada tahun 2014.

Banyak ahli mengatakan serangan Rusia terhadap kapal angkatan laut Ukraina pada hari Minggu adalah pengubah status quo atas tensi kedua negara selama ini.

"Kisah besarnya di sini adalah bahwa pasukan bersenjata Rusia, di siang hari bolong, meluncurkan serangan terhadap kapal angkatan laut Ukraina. Ini merupakan hal baru. Moskow, tentu saja, menyandera Krimea dengan militernya, tetapi di balik samaran orang-orang bersenjata yang tak dikenal. Moskow telah melakukan perang yang tidak terlalu rahasia di Donbass. Ya, ada ribuan perwira Rusia di sana dan mereka mengontrol pertempuran, tetapi Moskow membantahnya. Dalam hal ini, tidak ada penyangkalan," kata John Herbst, duta besar AS untuk Ukraina dari 2003 hingga 2006, kepada Newsweek.

"Video dari menteri dalam negeri Ukraina menunjukkan kapal Rusia menabrak kapal Ukraina yang tengah bermanuver. Dan kemudian kapal-kapal Rusia merespons dengan menembaki kapal-kapal Ukraina, melukai enam, dan menyita kapal-kapal itu. Ini adalah tindakan agresi terbuka oleh satu negara terhadap negara lain," lanjut Herbst.

Anggota komunitas internasional dan NATO sedang melakukan penyesuaian atas situasi terbaru itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya