Liputan6.com, Jakarta - Hingga kini penyebab pasti tsunami Anyer pada Sabtu 22 Desember 2018 malam belum dapat dipastikan. Dugaan awalnya akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau, sementara BMKG menyebut karena longsoran laut di sekitar kawasan gunung api di tengah Selat Sunda.
Selama beberapa dekade terakhir, aktivitas Gunung Anak Krakatau bukanlah hal yang aneh, sebab letusannya tercatat telah terjadi secara sporadis. Gunung ini bahkan menjadi salah satu pantauan NASA.
Advertisement
Baca Juga
Pantauan terakhir, seperti dikutip dari earthobservatory.nasa.gov, Minggu (23/12/2018), dilakukan Lembaga Antariksa Amerika ini terjadi pada 24 September 2018 saat erupsi Gunung Anak Krakatau Abad ke-21.
Berikut ini potret hasil pencitraan terakhir satelit NASA terhadap Gunung Anak Krakatau yang disebut sebagai salah satu pemicu tsunami Anyer:
Berdasarkan hasil pencitraan spektro radiometer resolusi menengah (MODIS) pada satelit Aqua milik NASA menangkap jejak abu vulkanis Gunung Anak Krakatau 24 September lalu. Penampakan ini diperoleh setelah citra serupa yang ditangkap oleh Instrumen Multi Spektral (MSI) pada satelit Sentinel-2 milik Badan Antariksa Eropa tertanggal 22 September.
Kedua citra satelit menunjukkan abu vulkanik dan uap mengalir ke barat daya di atas perairan Selat Sunda.
Sumber-sumber lokal melaporkan bahwa letusan Gunung Anak Krakatau telah berlangsung sejak 19 Juni 2018. Gumpalan abu telah diamati naik ke ketinggian hingga 1,8 kilometer.
Per 24 September, letusan belum mempengaruhi perjalanan udara di Asia Tenggara, menurut laporan berita. Status peringatan lokal tetap pada "waspada" yang merupakan tingkat peringatan tertinggi kedua.
Jejak abu vulkanis Gunung Anak Krakatau juga dilaporkan tertangkap kamera Stasiun Luar Angkasa Internasional pada 24 September, yang dipotret oleh astronot Alexander Gerst dari Badan Antariksa Eropa.
Saksikan video terkait tsunami Anyer berikut ini:
Korban Tsunami Anyer
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, korban akibat tsunami di Selat Sunda terus bertambah. Data sementara, jumlah korban meninggal mencapai 186 orang.
"Total jumlah 168 orang meninggal dunia, 745 luk-luka, dan 30 orang hilang," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam jumpa pers di Yogyakarta, Minggu 23 Desember 2018.
Sutopo mengatakan, korban tsunami berasal dari tiga daerah yaitu di 3 Kabupaten Pandeglang, Lampung Selatan, dan Serang.
"Data ini sementara, diperkirakan data masih akan bertambah karena belum semua daerah terdampak berhasil di data semuanya," kata dia.
Sutopo mengatakan, hingga kini, aparat gabungan seperti TNI, Polri, Basarnas, Relawan, Tagana, dan masyarakat masih melakukan evakuasi korban tsunami.
Sebelumnya, BNPB juga menyatakan, ratusan rumah dan bangunan rusak akibat bencana tersebut.
Data pagi tadi, menyebutkan 430 unit rumah dan 9 hotel rusak berat. Data itu terangkum dari lokasi terdampak di Lampung Selatan dan Banten.
"10 kapal rusak berat dan puluhan rusak," jelas Sutopo.
Advertisement