Liputan6.com, Canberra - Australia telah memindahkan empat imigran anak dari pusat detensi Nauru ke Amerika Serikat, pada Minggu, 4 Februari 2019, setelah keduanya mencapai kesepakatan.
"Seluruh anak yang mencari suaka telah dipindahkan dari Nauru," tutur Perdana Menteri Australia, Scott Morrison.
Menteri Imigrasi Australia, David Coleman, menjelaskan bahwa negaranya telah bekerja keras selama lima bulan terakhir untuk memindahkan anak-anak dari Pulau Nauru, dikutip dari Al Jazeera, Senin (4/2/2019).
Advertisement
"Saat ini hanya tersisa empat anak di Nauru, dan mereka akan tinggal secara permanen di Amerika Serikat,"Â kata Coleman.
Baca Juga
Pada Agustus 2018, terhitung 113 pencari suaka di bawah umur menempati Nauru, dengan 46 telah tinggal di sana sejak dilahirkan.
Berdasarkan kesepakatan, AS telah bersedia menerima 1.250 pengungsi dari Nauru dan Papua Nugini.
Di sisi lain, tetangga Australia, Selandia Baru, sebetulnya telah menawarkan diri untuk menerima sebagian pengungsi. Namun, Australia menolak tawaran tersebut karena khawatir jika pengungsi kembali datang ke negaranya.
Pemindahan imigran anak ini diapresiasi oleh berbagai pihak. Meskipun demikian, menurut David Manne, ahli hukum di lembaga the Refugee and Immigration Legal Centre, Australia masih tidak memiliki kebijakan yang jelas terhadap anak-anak pencari suaka di masa yang akan datang.
Â
Saksikan video berikut:
Respons atas Tekanan
Tindakan Australia dapat dilihat sebagai respons dari aktivisme global beberapa waktu lalu, dengan tagar #KidsofNauru. Gerakan itu menginginkan 119 anak yang ditahan di pusat detensi untuk dapat dimukimkan pada November 2018.
Selain gerakan di media sosial, sekelompok organisasi hak asasi manusia juga secara aktif menuntut Australia untuk memindahkan seluruh pencari suaka anak yang ditahan di Pulau Nauru.
Gerakan itu datang menyusul laporan seorang anak laki-laki berusia 12 tahun yang melakukan aksi mogok makan selama berminggu-minggu yang mendatangkan kekhawatiran.
Sebagai informasi, imigran perempuan dan anak ditempatkan di pusat detensi Nauru, sebuah pulau kecil berukuran 21 kilometer persegi, di timur laut Australia. Sedangkan untuk laki-laki, Australia menyediakan Pulau Manus, yang dimiliki oleh Papua Nugini.
Baik pusat detensi di Nauru maupun Manus, keduanya dilihat secara negatif oleh berbagai organisasi hak asasi manusia. Kondisi di kedua tempat itu dianggap kurang manusiawi. Sejumlah pengungsi bahkan mengalami kekerasan seksual, depresi, trauma, dan berbagai gangguan mental.
Lima orang telah melakukan bunuh diri di Nauru sejak 2013. Di dalam periode yang sama, tujuh pengungsi di Manus juga dinyatakan meninggal.
Advertisement