Liputan6.com, Jakarta - Sebuah laporan terbaru PBB menyebutkan bahwa tahun lalu adalah tahun keempat suhu dunia paling panas, dan pemanasan global sedang terjadi saat ini hal yang paling membahayakan bagi manusia.
Dikutip dari laman ABC News Indonesia, Kamis (7/2/2019), laporan itu mengatakan bahwa dunia sedang bergerak ke arah suhu rata-rata dunia akan naik tiga derajat Celcius di tahun 2100.
Hal ini dikarenakan produksi gas rumah kaca terus meningkat, terutama karena pembakaran dari bahan bakar fosil.
Advertisement
Baca Juga
Di tahun 2015, hampir 200 pemerintahan dunia menyetujui kesepakatan di Paris guna mengurangi pemakaian bahan bakar fosil, dan mengurangi kenaikan suhu antara 1,5 sampai 2 derajat Celcius, guna menghindari perubahan pemanasan global yang sangat membahayakan.
Suhu ekstrem selama tahun 2018 antara lain tampak dalam kebakaran di California (AS) dan Yunani, kekeringan di Afrika Selatan, banjir di India, sementara di awal tahun 2019 di Australia di negara bagian Queensland dan Tasmania terjadi banjir besar dan kebakaran semak dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Para ilmuwan sudah memperingatkan bahwa kenaikan suhu lebih dari 2 derajat akan sangat membahayakan.
"Kecenderungan suhu dalam jangka panjang lebih penting dibandingkan angka dari tahun ke tahun, dan kecenderungannya akan suhu semakin meningkat." kata Sekretaris Jenderal Organisasi Metereologi Dunia (WMO) PBB Petteri Taalas dalam sebuah pernyataan.
"Dua puluh suhu terpanas tiap tahun sudah terjadi dalam 22 tahun terakhir," kata Taalas.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Suhu di AS dan Australia Bisa Sangat Dingin Seperti di Kutub?
Dua badan di Amerika Serikat, Kantor Meteorologi Inggris dan WMO sudah melakukan analisa mengenai temperatur global dengan cara yang sedikit berbeda, namun semuanya mengambil kesimpulan yang sama.
Kesimpulan itu adalah tahun 2018 merupakan suhu terpanas keempat dalam sejarah setelah tahun 2016, 2015, dan 2017.
Di tahun 2018, di Amerika Serikat saja terjadi 14 bencana karena cuaca dan iklim, dengan kerugian melebihi Rp 15 triliun setiap kali bencana yang disebabkan oleh badai topan dan kebakaran hutan.
Di Australia di awal tahun 2019 dimulai dengan suhu udara yang sangat panas, dengan suhu bulan Januari mencapai rekor tertinggi di Australia, sementara di Amerika Utara terjadi kebalikannya, dengan sebagian Amerika Serikat mengalami suhu lebih dingin dari Kutub.
Menurut laporan PBB tahun lalu, dunia kemungkinan besar akan mengalami kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius antara tahun 2030, dan 2052, yang akan menyebabkan semakin banyak gelomban panas, badai hebat, kekeringan, tanah longsor, dan naiknya permukaan air laut.
Advertisement