Dubes Korsel Untuk AS Berharap KTT Donald Trump dan Kim Jong-un Ada Kemajuan

Jubir kepresidenan Korsel mengatakan Vietnam akan jadi tempat yang sangat sesuai bagi AS dan Korut menulis sejarah baru hubungan mereka.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 08 Feb 2019, 05:06 WIB
Diterbitkan 08 Feb 2019, 05:06 WIB
Keakraban Donald Trump dan Kim Jong-un Saat Berjalan di Taman
Suasana saat Presiden AS Donald Trump (kiri) dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un berjalan di taman Hotel Capella, Pulau Sentosa, Singapura, Selasa (12/6). Trump dan Kim optimis bahwa KTT akan sukses. (Anthony Wallace/Pool/AFP)

Liputan6.com, Pyongyang - Duta Besar Korea Selatan untuk Amerika Serikat, Cho Yoon-je berharap ada progres baik dalam pertemuan tingkat tinggi ke-2 antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Vietnam akhir Februari 2019.

Dikutip dari laman The Korea Herald, Jumat (8/2/2019), harapan itu disampaikan oleh Dubes Cho Yoon-je saat mengetahui Utusan AS untuk Korut, Stephen Biegun sedang berada di Pyongyang untuk melakukan pembicaraan dengan mitranya, Kim Hyok-chol.

Kedua pihak bertemu untuk membahas rincian pertemuan antara Donald Trump dan Kim Jong-un pada 27-28 Februari mendatang.

"Stephen Biegun sudah dipersiapkan dengan baik sebelum menuju ke Pyongyang, jadi saya berharap mereka akan melakukan diskusi dengan sangat rinci," ujar Dubes Cho Yoon-je.

Sebelumnya, kedua pemimpin bertemu pertama kali di Singapura, Juni 2018, dan berakhir dengan janji yang tidak jelas dari Kim Jong-un untuk mengusahakan denuklirisasi, atau tanpa rencana konkret bagaimana usaha itu akan dilakukan.

Juru bicara kepresidenan Korea Selatan, Kim Eui-kyeom mengatakan di Seoul, Vietnam akan menjadi tempat yang sangat sesuai bagi AS dan Korea Utara untuk menuliskan sejarah baru hubungan mereka.

Jepang juga berharap, KTT itu akan "berarti" dan mengarah pada denuklirisasi sepenuhnya Semenanjung Korea.

Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga juga mengangkat masalah warga negara Jepang yang diculik Korea Utara pada 1970-an dan 1980-an, dengan mengatakan bahwa itu merupakan isu paling penting terkait Korea Utara.

Menlu Australia Marise Payne mengatakan, menegakkan sanksi-sanksi internasional yang diberlakukan terhadap Korea Utara merupakan hal penting dalam memastikan komitmen Korea Utara pada denuklirisasi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Laporan PBB: Korea Utara Masih Menyimpan Senjata Nuklir

Jabat Tangan Perdana Trump dan Kim Jong-un
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menggapai tangan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un untuk bersalaman dalam pertemuan bersejarah di resor Capella, Pulau Sentosa, Singapura, Selasa (12/6). (AP Photo / Evan Vucci)

Korea Utara sedang menggerakkan senjata nuklir dan balistiknya untuk menyembunyikannya dari kemungkinan serangan militer Amerika Serikat, menurut seorang diplomat Dewan Keamanan PBB.

Diplomat itu, mengutip "laporan dua tahunan PBB" yang rahasia, juga menyebut bahwa program nuklir dan rudal Korea Utara tetap utuh dan tidak menunjukkan perubahan dalam perilaku, demikian seperti dikutip dari CNN.

Laporan itu mengemuka ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengumumkan tanggal pertemuan tingkat tinggi kedua dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un pada 27 - 28 Februari 2019. Keduanya diperkirakan akan melanjutkan kesepakatan denuklirisasi hasil dari pertemuan pertama mereka di Singapura pada Juni 2018.

Pekan lalu, Trump memuji Korea Utara untuk "kemajuan luar biasa" dalam negosiasi.

Tetapi, sumber diplomatik PBB mengatakan kepada CNN bahwa "laporan dua tahunan PBB" terbaru menunjukkan Pyongyang berusaha untuk menjaga program nuklir dan balistiknya siap diluncurkan.

Diplomat PBB itu mengatakan, laporan menemukan "bukti tren yang konsisten di pihak DPRK (singkatan dari nama resmi Korea Utara) untuk membubarkan lokasi perakitan, penyimpanan, dan pengujiannya."

Panel para ahli yang menyusun laporan dibentuk setelah beberapa resolusi Dewan Keamanan PBB yang bertujuan menekan Pyongyang untuk menghentikan uji coba nuklir dan peluncuran rudal.

Laporan telah disampaikan kepada komite sanksi Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 orang pada Jumat 1 Februari 2019, kata sumber diplomatik PBB itu kepada CNN.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya