Liputan6.com, London - Dalam salah satu demonstrasi terbesar sepanjang sejarah monarki konstitusional Inggris, sekitar satu juta orang, Sabtu kemarin, melakukan pawai damai melalui pusat kota London, untuk menuntut para anggota parlemen memberi mereka referendum baru tentang Brexit.
Pawai bertajuk "Put it to the People", yang diikuti oleh demonstran dari seluruh penjuru Inggris dan banyak warga negara Uni Eropa yang menetap, terjadi di tengah kekacauan politik luar biasa, dan meningkatnya seruan agar Perdana Menteri Theresa May mengundurkan diri.
Advertisement
Baca Juga
Penyelenggara aksi unjuk rasa mengatakan jumlah pasti massa yang bergabung sulit diukur, tetapi mereka percaya protes itu bisa lebih besar dari demonstrasi menolak perang Irak pada Februari 2003, demikian sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Minggu (24/3/2019).
Di saat bersamaan, beberapa menteri kabinet --sebutan bagi anggota Parlemen Inggris-- mempertimbangkan wakil perdana menteri secara de facto, David Lidington, sebagai pengganti sementara kepemimpinan PM May.
Keputusan banyak orang untuk ikut bergabung mengibarkan bendera Union Jack --sebutan bendera resmi Kerajaan Inggris-- dan spanduk Uni Eropa, serta patung Theresa May, terjadi hanya berselang tiga hari setelah perdana menteri mengatakan dalam siaran televisi nasional, bahwa dia yakin rakyat negeri Ratu Elizabteh II tidak akan terlibat referendum lain terhadap Brexit.
Politikus senior dari semua partai utama bergabung dalam aksi protes tersebut, termasuk wakil pemimpin Partai Buruh, Tom Watson, mantan wakil pemimpin Parlemen Inggris, Lord Heseltine, walikota London, Sadiq Khan, dan pemimpin SNP serta menteri pertama Skotlandia, Nicola Sturgeon.
Seruan Buka Mata pada PM May
Berbicara di tengah kerumunan demonstran yang berkumpul di Lapangan Parlemen yang menyerukan nyanyian "Where's Jeremy Corbyn?" (pemimpin Partai Buruh yang menjadi oposisi), Tom Watson mengatakan PM May tidak dapat mengabaikan aksi protes tersebyt, dan harus memberikan orang-orang kesempatan suara kedua.
"Perdana menteri mengklaim dia berbicara untuk Inggris. Nah, lihatlah ke luar jendela, perdana menteri," katanya.
"Buka tirai dan nyalakan televisi Anda. Lihatlah kerumunan besar hari ini. Lihatlah orang-orangnya. Theresa May: Anda tidak berbicara untuk kami," lanjut Watson yang disambut riuh dukungan.
Upaya pihak koalisi yang dipimpin Partai Buruh dalam menemukaan kesamaan kesepakatan Brexit kerap ditolak oleh PM May, kata Watson.
"Di setiap kesempatan, kami telah diabaikan. Cara menyatukan kembali negara kita adalah memutuskan masa depan bersama. Sudah waktunya untuk mengatakan dengan satu suara: berikan (kesempatan suara) kepada orang-orang. Perdana Menteri, Anda kehilangan kendali. Biarkan rakyat mengambil kembali kendali," seru Watson.
Simak video pilihan berikut:
Downing Street Membalas Kritik
Aksi protes besar-besaran tersebut terjadi menjelang pekan kritis terhadap kesepakatan Brexit,dan juga nasib perdana menteri Inggris.
Pada Sabtu malam, ketika semakin banyak anggota parlemen mendukung Brexit yang bukan hasil kesepakatan May dengan Uni Eropa, Downing Street --kantor resmi perdana menteri-- membalas bahwa jika mereka mendorong keluar tanpa kesepakatan, hasilnya bisa menjadi pemilihan umum.
"Keluar tanpa kesepakatan tidak akan terjadi. Parlemen tidak akan mengizinkannya," kata sumber senior di Downing Street.
"Ada begitu banyak orang yang menentang hal ini di parlemen, sehingga akan ada mosi percaya pada pemerintah sebelum tidak ada kesepakatan. Itu bisa berarti pemilihan umum," lanjutnya.
Pada hari Senin, sekelompok kuat anggota backbench --pengamat resmi parlemen Inggris-- akan berusaha untuk menyerahkan kendali proses Brexit ke wakil rakyat, dengan mengamankan suara indikatif pada opsi alternatif untuk Brexit.
Downing Street diperkirakan akan mencoba memaksa untuk ketiga kalinya kesepakatan yang diajukan PM May melalui parlemen pada hari Selasa esok.
Advertisement