Liputan6.com, Hong Kong - Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita AFP, mantan perdana menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, menyebut bahwa pemilihan umum (pemilu) di Negeri Gajah Putih telah dicurangi, demi mempertahankan cengkeraman militer dalam politik monarki konstitusional tersebut.
"Semua orang di Thailand tahu, semua orang internasional yang mengamati pemilu ini juga tahu ada penyimpangan," kata Thaksin, sebagaimana dikutip dari Channel News Asia pada Selasa (26/3/2019).
"Apa yang kita tahu harus diserukan, pemilu curang terjadi di sana. Ini tidak baik untuk Thailand," lanjutnya.
Advertisement
Baca Juga
Thaksin (69) digulingkan dari kursi perdana menteri Thailand oleh kudeta pada 2006, dan sejak itu memilih mengasingkan diri di Dubai.
Meski begitu, Thaksin tetap menjadi tokoh yang menonjol dalam dinamika politik Thailand yang kerap kerap diselingi oleh aksi protes dan kudeta selama lebih dari satu dekade terakhir.
Dalam beberapa bulan menjelang pemungutan suara pada hari Minggu lalu, Thaksin tetap membisu.
Tetapi, dia cukup banyak bersuara ketika diwawancarai oleh kantor berita AFP di Hong Kong pada Senin 25 Maret. Dia menuduh pemerintah militer menumpuk dukungan sebelum pemilu, dan menggunakan trik kotor dalam penghitungan surat suara.
Ditanya apakah menurutnya pemilu Thailand kali ini curang, ia menjawab: "Pasti".
Thaksin mengajukan bukti berupa tingginya laporan dugaan sabotase surat suara untuk partai pro-militer di provinsi-provinsi utama Thaland.
Dia juga menyebut tentang munculnya kabar pembatalan sejumlah besar surat suara oleh pejabat pemilu.
"Jika Anda melihat jumlah surat suara dan jumlah suara pemilih, surat suara itu jauh lebih banyak dari jumlah pemilih di banyak provinsi," katanya.
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Pengumuman Hasil Pemilu Ditunda
Pengumuman hasil Pemilu Thailand 2019, yang seharusnya dijadwalkan pada Senin 25 Maret, ditunda setelah berbagai pihak melaporkan perbedaan penghitungan jumlah suara.
Komisi Pemilihan Thailand (EC) awalnya mengatakan, partai pro-militer, Partai Palang Pracha Rath (PPRP) memimpin hasil pemilu.
Itu akan memposisikannya untuk membentuk pemerintahan di bawah perdana menteri saat ini, Jenderal Prayuth Chan-ocha. Tetapi, ada banyak keluhan tentang penyimpangan dan data yang tidak akurat, demikian seperti dikutip dari BBC.
Dan pada Senin, beberapa laporan media lokal yang juga mengutip angka-angka dari EC, melaporkan hasil yang berbeda untuk jumlah kursi legislatif yang dimenangkan masing-masing pihak.
Dalam konferensi pers pada hari yang sama, di mana EC diharapkan untuk mengklarifikasi hasil awal, lembaga itu malah menunda pengumumannya tanpa memberikan penjelasan.
Komisi Pemilihan Thailand hanya menjanjikan lebih banyak informasi di kemudian hari, tetapi tidak ada hasil resmi penuh hingga 9 Mei 2019.
Advertisement