Sekutu AS Desak Mahkamah Internasional Mengadili Antek ISIS, tapi...

Setelah ISIS menyerah, SDF mendesak Mahkamah Internasional untuk mengadili para militan yang ditahan.

oleh Siti Khotimah diperbarui 27 Mar 2019, 16:24 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2019, 16:24 WIB
Ilustrasi ISIS
Ilustrasi ISIS (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Damaskus - Pasukan Demokrat Suriah (SDF), yang merupakan sekutu AS, menyerukan pada Senin, 25 Maret 2019 agar Mahkamah Internasional mengadili ratusan militan ISIS yang telah ditangkap. SDF beralasan, hal itu merupakan upaya untuk menegakkan keadilan, terutama setelah sejumlah negara menolak untuk menerima kembali para teroris.

SDF, pemerintahan yang dipimpin Kurdi tapi tidak diakui secara internasional dan Suriah, mengatakan tidak kuasa menanggung beban sendiri, sebagaimana dikutip dari laman Time pada Rabu (27/3/2019).

"Kami tidak memiliki pilihan lain," kata Abdulkerim Umer, pejabat urusan luar negeri SDF kepada Associated Press.

"Tidak ada yang mau mengambil tanggung jawab (memulangkan warga negara mereka). Kita tidak bisa menanggung beban ini sendirian," ucapnya.

Sebagaimana diketahui, sejumlah negara telah menolak memulangkan para tahanan (militan ISIS), khawatir tidak bisa mengadili dalam pengadilan sipil dan akan membahayakan keamanan negara.

Tantangan Besar

Sayangnya, keinginan SDF untuk memberi wewenang kepada Mahkamah Internasional mendapat tantangan besar. Pengadilan yang dimaksud hanya dapat memproses jika telah diberi wewenang oleh negara yang berdaulat. Sedangkan Suriah--negara berdaulat yang ditinggali SDF--adalah sekutu Rusia sehingga pasti menolak mentah-mentah proposal tersebut.

Perlu diketahui, upaya serupa pernah diusahakan sebelumnya, tapi gagal. Hal itu karena tidak mendapatkan dukungan dukungan Dewan Keamanan PBB yang telah diveto oleh Rusia.

SDF tetap berusaha, mengatakan masalah yang tengah dihadapinya merupakan kasus besar.

"Ini adalah situasi yang luar biasa dan kami memohon kerangka kerja (Mahkamah Internasional) yang tidak biasa," kata Ilham Ahmed, kepala sayap politik SDF.

“Kami sedang berhadapan dengan negara yang gagal. Dalam hal ini kita dapat memperlakukan wilayah (yang dikelola oleh Kurdi) sebagai pengecualian," ucapnya mencoba meyakinkan berbagai pihak yang berkepentingan dalam kasus ini.

Sayangnya, proposal SDF seolah tidak didukung oleh sekutunya, AS. Ditanya tentang proposal pengadilan di Washington, utusan khusus AS untuk Suriah dan koalisi anti-ISIS, Jim Jeffrey, mengatakan: "Kami tidak melihat itu sekarang."

Menurutnya, pihak Negeri Paman Sam tengah berfokus dengan militan ISIS tahanan Irak dan Suriah, diperkirakan sekitar 7000 orang yang ditahan di Suriah timur. Selain itu menurutnya, pilihan lain yang lebih mungkin adalah meyakinkan negara asal militan untuk membawa mereka kembali.

Tidak hanya AS, Jerman juga tidak mendukung proposal SDF. Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan dalam email bahwa mereka hanya mengetahui proposal dari laporan media, tetapi mendirikan pengadilan semacam itu akan "mengangkat banyak masalah politik dan hukum, yang akan memerlukan evaluasi yang cermat oleh komunitas internasional."

Tidak memberikan solusi, Jerman justru mengatakan bahwa pihaknya juga akan sangat sulit membawa pulang gerilyawan. Hal itu disebabkan oleh Donald Trump yang telah memperingatkan negara-negara Eropa untuk tidak memulangkan warga mereka.

 

Simak pula video pilihan berikut:

Seperti Tidak Mungkin

Operasi angkatan bersenjata pemerintah Suriah di benteng terakhir ISIS di Deir ez-Zor (AFP)
Operasi angkatan bersenjata pemerintah Suriah di benteng terakhir ISIS di Deir ez-Zor (AFP)

Menanggapi proposal SDF ini, Nadim Houry, direktur program penanggulangan terorisme di Human Rights Watch, mengatakan "sulit membayangkan" mendirikan pengadilan internasional di wilayah berdaulat tanpa persetujuan negara yang bersangkutan. Ia mengatakan bahwa militan dapat diadili di pengadilan tergantung pada kebangsaan mereka.

Selain itu menurutnya, tidak ada alasan hukum yang memperbolehkan Mahkamah Internasional untuk beroperasi hanya di sebagian wilayah saja dari suatu negara.

"Tidak ada preseden nyata untuk menciptakan pengadilan internasional untuk beberapa warga negara dan tidak yang lain," kata Houry.

"Ini adalah opsi yang menimbulkan lebih banyak pertanyaan dibandingkan memberikan jawaban," katanya merujuk pada proposal SDF yang tidak solutif.

"Pihak (SDF) yang mengatakan hal ini harus menjadi tanggung jawab internasional, tetapi sejauh ini jalan menuju bantuan seperti itu tidak jelas," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya