Liputan6.com, Jakarta - Dua puluh ribu tahun yang lalu, lapisan es raksasa menyelimuti sebagian besar Amerika Utara, Eropa Utara, dan Asia. Khususnya wilayah-wilayah yang saat ini dikenal sebagai Kota New York, Berlin, dan Beijing. Kala itu dunia mengalami akhir dari Zaman Es atau yang disebut sebagai The Last Glacial Maximum.
Baru-baru ini ilmuwan menemukan sebuah sampel tidak biasa terkait fenomena bumi tersebut, yakni air laut yang berusia 20.000 tahun, demikian sebagaimana dikutip dari Live Science pada Senin (27/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Sampel air didapatkan dari formasi batuan kuno di Samudera Hindia. Tentu hal ini menjadi menarik, mengingat para ilmuwan biasanya hanya memiliki sampel seperti fosil karang dan sedimen dasar laut untuk meneliti Zaman Es.
Para peneliti menemukan sampel air saat mengebor sedimen inti dari endapan batu kapur bawah laut yang membentuk Kepulauan Maladewa di Asia Selatan. Mereka memotong batuan seperti tabung adonan kue kemudian memasukkan potongan-potongan batu ke dalam pers hidrolik. Dengan cara itu peneliti berhasil memeras setiap sisa kelembaban Zaman Es, keluar dari pori-pori.
Bagaimana Air Itu Setelah Diuji?
Para peneliti yang akan menerbitkan temuannya dalam Jurnal Geochimica et Cosmochimica Acta Edisi Juli 2019 itu sempat menguji komposisi sampel air. Mereka terkejut, menemukan bahwa air itu ternyata sangat asin - jauh lebih asin daripada apa yang di Samudera Hindia saat ini.
Mereka juga melakukan lebih banyak tes lagi untuk melihat elemen-elemen spesifik dan isotop (versi elemen) yang membentuk air. Hasilnya, semua tampak tidak seperti air dalam lautan modern.
Faktanya, segala sesuatu tentang sampel ini menunjukkan bahwa air itu berasal dari suatu masa ketika lautan secara signifikan lebih asin, lebih dingin dan lebih diklorinasi. Dan hal itu persis sama seperti yang diperkirakan pernah terjadi selama Zaman Es, khususnya The Last Glacial Maximum.
"Dari semua indikasi tersebut, sepertinya cukup jelas saat ini kita memiliki bagian sebenarnya dari lautan yang berusia 20.000 tahun," kata pemimpin riset terkait, Clara Blättler, asisten profesor ilmu geofisika di University of Chicago, dalam sebuah pernyataan.
Sampel baru itu disebut-sebut memberikan pandangan langsung tentang pada bagaimana laut bereaksi terhadap perubahan geofisika dari zaman es terakhir. Hal itu dapat membantu memahami dunia kita yang terus berubah.
Advertisement
Fosil Langka dari Zaman Es Ditemukan di Los Angeles
Di kabar lain, pada April 2019 para pekerja yang sedang memperluas jaringan jalan kereta api bawah tanah di Los Angeles menemukan sejumlah besar fosil hewan yang berasal dari Zaman Es.
Koleksi fosil itu ditemukan di bawah jalan-jalan di kota Los Angeles, tepatnya di kawasan Wilshire Boulevard dimana para pekerja sedang menggali terowongan untuk memperluas jaringan kereta bawah tanah.
Fosil-fosil itu berhasil diselamatkan karena adanya peraturan keras negara bagian California yang mengatakan, para pakar paleontologi harus diikuti-sertakan dalam tiap penggalian besar.
Ashley Leger, direktur Paleontologi Cogstone Resource Management mengatakan, “Kita sangat beruntung karena California punya peraturan ini. Itu berarti tiap kali ada fossil yang muncul dari tempat penggalian, para pakar paleontologi segera memeriksa dan mengamankannya. Tapi sayangnya peraturan seperti ini tidak ada di semua tempat, dan karena itu banyak fosil yang hilang atau musnah sama sekali.”
Di antara penemuan fosil yang menarik adalah tengkorak kepala seekor mamut, dan tengkorak kepala kungkang raksasa. Juga ada tulang belulang harimau bertaring tajam dan serigala yang langka.