Liputan6.com, California - NASA berencana menjalankan sebuah misi khusus di Saturnus pada tahun 2030-an, dengan menerbangkan helikopter drone senilai US$ 1 miliar: Dragonfly. Wahana ini yang nantinya akan didaratkan di Bulan alami planet tersebut, Titan.
Dragonfly diharapkan bisa mengunjungi puluhan lokasi yang menjanjikan di Titan untuk menyelidiki senyawa kimia yang mendukung kehidupan seperti di Bumi. Para peneliti NASA menilai, Titan menjadi tempat utama bagi banyak proses kimia yang bisa memicu proses biologi di awal Bumi.
Drone delapan rotor tersebut akan diluncurkan dari Bumi pada tahun 2026 dan diperkirakan tiba di Titan pada tahun 2034. Pesawat tanpa awak ini diharapkan bisa memanfaatkan atmosfer Titan yang tebal untuk terbang ke berbagai tempat menarik di sana.
Advertisement
Baca Juga
NASA menyebut, Titan memiliki angin, sungai, laut dan danau, persis seperti Bumi, tetapi lebih eksotis. Bulan besar itu, yang menempati urutan kedua setelah Ganymede (bulan Jupiter) punya siklus musiman sendiri, di mana angin dan hujan telah membentuk permukaan Titan seperti saluran sungai, laut, bukit pasir dan garis pantai.
Suhu rata-rata di sana diperkirakan -179 derajat Celcius, yang berarti bahwa gunung-gunung di Titan terbentuk dari es. Sedangkan metana cair mengasumsikan banyak peran yang dimainkan oleh air di Bumi.
"Terbang di Titan sebenarnya lebih mudah daripada terbang di Bumi," kata penyelidik utama misi tersebut, Elizabeth "Zibi" Turtle, dari Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory di Maryland. "Atmosfernya empat kali lebih padat daripada atmosfer di permukaan Bumi dan gravitasi sekitar 1/7 dari gravitasi di Bumi."
Dia menambahkan: "Ini adalah cara terbaik untuk menjelajahi Titan dan cara terbaik untuk menempuh jarak yang jauh ke sana, sehingga kita dapat melakukan pengukuran di berbagai lingkungan geologi yang berbeda."
I can remember kicking around this mission idea early on, bouncing along in a Land Cruiser on desert roads in Morocco with my buds. Now it's actually happening!! #Dragonfly #Titan
— Jani Radebaugh (@radjanirad) June 27, 2019
Sekilas Tentang Dragonfly
Dragonfly pertama kali akan mendarat di ladang gundukan "Shangri-La", yang mirip dengan bukit pasir linear yang ditemukan di Namibia, Afrika selatan.
Drone itu akan menjelajahi wilayah ini dalam penerbangan singkat, membangun jarak hingga 8 km (5 mil), berhenti di sepanjang jalan untuk mengambil sampel.
Dragonfly terpilih sebagai misi berikutnya dalam program New Frontiers, misi-misi penelitian planet kelas menengah NASA.
Akan tetapi, Dragonfly masih kalah saing dengan misi Comet Astrobiology Exploration Sample Return (CAESAR) yang akan mengirimkan sampel dari sebuah komet ke Bumi.
Advertisement
Tenaga Surya
"Apa yang benar-benar membuat saya bersemangat terhadap misi ini adalah bahwa Titan memiliki semua bahan utama yang diperlukan untuk kehidupan," kata Dr Lori Glaze, direktur ilmu planet di NASA. "Air cair dan metana cair. Kami menemukan molekul berbasis karbon organik yang kompleks. Dan kami juga menemukan energi yang mungkin kita butuhkan untuk kehidupan."
Selain mempelajari "kimia pra-biotik" tersebut, Dragonfly akan membawa instrumen yang dapat menyelidiki atmosfer Titan dan samudra air-amonia yang diperkirakan terletak di bawah permukaan Bulan alami Saturnus ini.
Pesawat tanpa awak tersebut juga akan mencari bukti kimia dari kehidupan masa lalu atau masa kini, dengan terbang lebih dari 175 km (108 mil) di sana.
Sementara itu, Dragonfly bakal ditenagai oleh Multi-Mission Radioisotope Thermoelectric Generator (MMRTG), yang mengubah panas yang dilepaskan oleh peluruhan bahan radioaktif menjadi listrik. Meskipun ada cukup sinar matahari di permukaan Titan untuk dilihat, namun itu tidak cukup untuk digunakan secara efisien pada Dragonfly.