Liputan6.com, Teheran - Banyak pengamat menilai kesepakatan nuklir Iran memasuki fase kritis pada Minggu 7 Juli, setelah Teheran mengambil langkah lanjutan untuk melanggar aturan, dengan memgambil batas uranium yang diperkaya rendah di atas ambang batas perjanjian 2015.
Tindakan itu dinilai sebagai pelanggaran kedua oleh Iran dalam hitungan pekan, meski faktanya Teheran hanya mengambil langkah sederhana, dengan meningkatkan pengayaan dari 3,7 persen yang disepakati --cukup untuk menghasilkan tenaga nuklir sipil-- menjadi lima persen.
Dikutip dari The Guardian pada Senin (8/7/2019), kenaikan tingkat pengayaan itu masih jauh dari ambang batas 20 persen, namun tetap dianggap mendorong Iran berada pada jalur pengembangan bom nuklir.
Advertisement
Baca Juga
Di lain pihak, Iran mengatakan akan terus mengurangi komitmennya --terhadap kesepakatan 2015-- setiap 60 hari kecuali jika penandatangan Eropa melindunginya dari sanksi AS yang dijatuhkan oleh Donald Trump.
"Kami sepenuhnya siap untuk memperkaya uranium di tingkat apa pun dan dengan jumlah berapa pun. Dalam beberapa jam, proses teknis akan berakhir dan pengayaan melebihi 3,67 persen akan dimulai," kata Behrouz Kamalvandi, juru bicara Organisasi Energi Atom Iran, merujuk pada batas yang ditentukan dalam perjanjian 2015.
Tiga kekuatan Eropa yang merupakan penandatangan perjanjian --Jerman, Prancis dan Inggris-- mengutuk kebijakan Iran itu.
Tetapi mereka, menurut para pengamat, tampaknya belum akan melaporkan tindakan terkait sebagai dugaan pelanggaraan karena rumitnya mekanisme sengketa yang ditetapkan Trump.
Eropa kemungkinan akan menunggu sampai ada peluang lebih lanjut bagi para diplomatnya untuk bertemu dengan otoritas Iran, untuk kembali meyakinkan Teheran bahwa mereka ingin mempertahankan kesepakatan itu, yang juga dikenal sebagai rencana aksi komprehensif bersama (JCPoA).
Pertemuan itu akan berlangsung pada 15 Juli mendatang.
Iran Telah Hilang Kesabaran
Teheran telah lama mengisyaratkan bahwa mereka kehilangan kesabaran dengan kegagalan Eropa dalam menemukan cara yang efektif untuk mengkompensasi Iran atas dampak sanksi sekunder AS, serta upaya Washington untuk memblokir semua ekspor minyak Negeri Persia.
Uni Eropa pertimbangkan untuk merilis laporan pelanggaran batas pengayaan, tetapi belum diketahui skalanya hingga akhir pekan nanti.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengutuk kebijakan Iran, mengatakan keputusan itu adalah "pelanggaran" perjanjian nuklir.
Pemerintah Prancis tidak akan memicu mekanisme resolusi perselisihan kesepakatan untuk saat ini, sebagai gantinya meluangkan waktu sepekan untuk mencoba membuat semua pihak berbicara lagi.
Sementara itu, seorang juru bicara kementerian luar negeri Jerman mengatakan: "Kami telah meminta Iran untuk tidak mengambil tindakan lebih lanjut yang merusak perjanjian nuklir. Kami sangat mendesak Iran untuk menghentikan dan membalikkan semua kegiatan yang tidak konsisten dengan komitmennya di bawah JCPoA.
Advertisement
AS dan Iran Terus Bersitegang
Presiden AS Donald Trump tuduh Iran melakukan pemerasan nuklir, tetapi Teheran melakukan serangan balik dengan menuduh Washington melakukan pemerasan ekonomi dan secara sepihak merobek ketentuan perjanjian asli, yang ditandatangani oleh Barack Obama.
Pada Minggu malam, ditanya tentang masalah ini oleh wartawan, Trump mengatakan Iran "lebih baik hati-hati".
Menteri luar negeri Iran, Javad Zarif, sebelumnya mengetwit bahwa semua tindakan yang diambil oleh Iran --untuk mengurangi komitmennya terhadap perjanjian nuklir-- dapat dibalik jika penandatangan pakta Eropa memenuhi kewajiban mereka.
Diplomat Eropa mengatakan Teheran sejauh ini tidak jelas tentang komitmen baru yang dicari, dan mengklaim bahwa di antara penandatangan yang tersisa dalam perjanjian itu --khususnya China-- memiliki tanggung jawab untuk terus mengimpor minyak Iran.
Beberapa pengamat menyebut ekspor minyak Iran turun menjadi 200.000 barel per hari, jauh di bawah tingkat yang diperlukan untuk mencegah anggaran Teheran terperosok dalam utang.