Liputan6.com, Teheran - Keputusan Iran untuk meningkatkan pengayaan uranium dikecam keras sebagian negara Eropa. Inggris mendesak Teheran untuk segera membatalkan tindakan tersebut, menyebutnya tidak sesuai dengan pakta internasional.
Pakta yang dimaksud adalah kesepakatan dengan enam negara besar dunia yang dicapai pada 2015. Dalam perjanjian itu, Iran berhak menerima pencabutan sanksi ekonomi apabila membatasi program nuklirnya.
Advertisement
Baca Juga
Senada dengan Inggris, Prancis mengatakan langkah Iran adalah pelanggaran pakta internasional. Sementara Jerman meminta Iran untuk "menghentikan dan menyudahi semua kegiatan yang tidak konsisten" dengan perjanjian empat tahun.
Mengutip dari VOA Indonesia pada Senin (8/7/2019), pihak Uni Eropa juga mengatakan, negara-negara penandatangan yang tersisa – setelah Amerika menarik diri tahun lalu – sedang mempertimbangkan pertemuan darurat. Hal itu untuk menyampaikan tanggapan selanjutnya terkait sikap nekat Teheran.
Iran pada Minggu pagi mengultimatum, pihaknya akan segera memulai pengayaan uranium melampau batas 3,67 persen yang dimandatkan dalam pakta internasional. Kantor berita Reuters melaporkan Iran mungkin akan meningkatkan pengayaan uranium hingga 5% untuk memproduksi bahan bakar bagi pembangkit listrik, meskipun Teheran tidak segera mengungkapkan persentase pengayaan yang baru.
Tindakan nekat Iran bermula dari langkah Presiden AS Donald Trump tahun lalu yang menarik diri dari perjanjian nuklir tahun 2015. Washington DC memberlakukan kembali sanksi-sanksi ekonomi yang melumpuhkan Teheran. Alasannya, Iran telah menggunakan kelonggaran sanksi yang ada dalam kesepakatan untuk mendanai kegiatan destabilitasi di seluruh Timur Tengah.
Negara-negara Eropa, termasuk Rusia dan China, telah berupaya keras menyelamatkan perjanjian nuklir itu.
Simak video pilihan berikut:
Iran Sempat Beri Tenggat Waktu
Pengumuman Iran tentang peningkatan program nuklir datang 60 hari setelah Teheran menetapkan tenggat waktu kepada negara penandatangan JCPoA (Joint Comprehensive Plan of Action) yang tersisa. Teheran ingin berunding dengan China, Prancis, Jerman, Rusia, dan Inggris guna melindungi negaranya dari sanksi Amerika Serikat.
Sayang, tak satupun negara penandatangan merespons konkret.
AS keluar dari JCPoA pada 2018 dengan menuduh Iran telah melanggar pakta. Sejak itu, Amerika secara efektif memberlakukan kembali sanksi kepada Iran.
Tindakan AS menuai kemarahan dari Teheran yang membantah telah melanggar JCPOA dan menuduh bahwa Washington sengaja ingin menggoyahkan pakta tersebut.
Usai itu, Iran telah membujuk negara penandatangan yang masih tersisa untuk mengkaji ulang klausul JCPOA serta membantu Teheran meringankan dampak sanksi yang diberikan AS.
Wamenlu Araqchi mengatakan Iran masih ingin menyelamatkan kesepakatan itu, tetapi turut menyalahkan negara-negara Eropa karena gagal memenuhi komitmen mereka sendiri.
Araqchi menambahkan bahwa Iran akan terus meningkatkan pengayaan uranium melebihi ambang batas JCPOA setiap tenggat 60 hari, hingga setidaknya negara-negara penandatangan yang tersisa serius untuk berunding.
Dia juga menekankan bahwa diplomasi masih menjadi pilihan, asalkan sanksi Amerika Serikat terhadap Iran dicabut.
Advertisement