Giuseppe Conte Jadi PM Italia Lagi Usai Mundur 9 Hari, Mengapa?

Tujuan Conte satu, mencegah politikus populis garis keras Matteo Salvini dari duduk di kursi kepala pemerintahan.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 30 Agu 2019, 17:58 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2019, 17:58 WIB
Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte (AP/Gregoria Borgia)
Perdana Menteri Italia, Giuseppe Conte (AP / Gregoria Borgia)

Liputan6.com, Roma - Sembilan hari setelah mengundurkan diri ketika pemerintah Italia kolaps, Giuseppe Conte kembali ke posisinya sebagai Perdana Menteri untuk membentuk pemerintahan baru.

Tujuan Conte satu, mencegah politikus populis garis keras Matteo Salvini dari duduk di kursi kepala pemerintahan, demikian seperti dikutip dari CNN, Jumat (30/8/2019).

Presiden Italia kembali menunjuk Conte untuk peran itu pada hari Kamis 29 Agustus 2019, ketika krisis politik yang melanda negara itu dalam beberapa pekan terakhir mulai mereda.

Conte akan memimpin pemerintahan baru yang terdiri atas Gerakan Lima Bintang anti-kemapanan (M5S) dan oposisi tengah-kiri Partai Demokrat (PD).

Partai-partai saingan sepakat pada Rabu 28 Agustus untuk membentuk koalisi demi mencegah pemilihan cepat yang kemungkinan akan dimenangkan oleh partai Liga sayap kanan Salvini.

Conte menerima peran itu dengan mengatakan bahwa ia akan segera mulai bekerja dengan semua kelompok parlemen, dan bahwa Italia harus kembali menjadi advokat untuk Eropa dan "negara yang terbuka untuk semua orang."

"Ini adalah momen untuk keberanian dan tekad - tekad tanpa rintangan," katanya.

Koalisi sebelumnya antara M5S dan Partai Liga kolaps pekan lalu setelah berbulan-bulan pertikaian tentang kebijakan-kebijakan utama.

Berharap untuk meraih kenaikan popularitasnya, politikus garis keras Matteo Salvini mendorong mosi tidak percaya pada PM Giuseppe Conte, tetapi rencana itu menjadi bumerang setelah ia dikeluarkan dari pemerintahan baru.

Conte, seorang profesor hukum yang belum pernah memegang jabatan politik sebelum pengangkatannya, menjadi perdana menteri pada Juni 2018. Ia memilih kompromi untuk memimpin koalisi partai-partai populis sebelumnya.

Dalam pidatonya pada Kamis 29 Agustus, Conte mencatat dia memiliki "lebih dari satu keraguan" tentang mengambil peran sebagai PM lagi. Tetapi, dia telah "mengatasi keraguan itu."

"Ini akan penuh dengan rintangan tetapi saya dengan penuh semangat berkomitmen untuk tugas negara yang saya cintai," kata Conte. Perdana menteri juga mengumumkan akan menunjuk menteri pemerintahan Italia baru dalam beberapa hari mendatang.

Simak video pilihan berikut:

Kata Pihak Penantang

Perdana Menteri yang ditunjuk, Giuseppe Conte (kiri) menyalami Presiden Italia, Sergio Mattarella (kanan), di Roma (AFP/Happy Ferdian)
Perdana Menteri yang ditunjuk, Giuseppe Conte (kiri) menyalami Presiden Italia, Sergio Mattarella (kanan), di Roma (AFP)

Dalam pidato di Facebook, pada Kamis 29 Agustus, Matteo Salvini mengkritik pengangkatan Conte dan menyebut pembentukan koalisi baru merupakan "pencurian demokrasi yang sesungguhnya" yang tidak mewakili rakyat Italia.

Dia kemudian meminta para pendukungnya untuk memobilisasi seluruh negeri pada September yang akan datang untuk sebuah demonstrasi besar-besaran pada 19 Oktober di Roma.

"Yakinlah Anda (Conte) tidak akan menyingkirkan saya," kata Salvini. "Aku tidak mudah menyerah."

Pada Rabu 28 Agustus, Salvini mengatakan kepada wartawan bahwa "satu-satunya hal yang menyatukan mereka (M5S dan PD) adalah kebencian mereka pada Liga" dan bahwa "kebenarannya adalah bahwa 60 juta orang Italia disandera oleh 100 anggota parlemen yang takut kehilangan kursi mereka."

Mencegah Politikus Populis Berkuasa

Ilustrasi bendera Italia (AFP/Marco Bertorello)
Bendera Italia (AFP/Marco Bertorello)

Salvini dan partai Liga sayap kanannya yang anti-imigran, anti-imigran, dan xenofobia --yang pernah dipandang sebagai gerakan politik non-arus utama-- telah melihat peningkatan besar-besaran dalam popularitas di seluruh negeri sejak pemilihan parlemen tahun lalu.

Tetapi, bagi banyak orang, Italia sedang berjalan di jalan yang berbahaya. Oleh karenanya, kejatuhan Matteo Salvini dari kekuasaan parlemen pekan ini akan dianggap sebagai kemenangan.

Salvini menjalankan janji untuk mengusir setengah juta imigran gelap dari Italia.

Selama masa jabatannya sebagai menteri dalam negeri, politikus populis kontroversial itu meningkatkan retorika kerasnya, yang sering kali menghantam komunitas migran dan minoritas dengan komentar yang menghasut, seperti menyiratkan bahwa tingkat kelahiran rendah negara itu --yang sejatinya terkait dengan ekonomi negara yang lesu-- digunakan sebagai alasan untuk "mengimpor imigran."

Dia juga mempelopori serangkaian kebijakan anit-migran, termasuk menutup pelabuhan Italia untuk menyelamatkan kapal imigran dari Afrika yang menyeberang dengan kapal via Mediterania.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya