Liputan6.com, California - Sebuah studi menghubungkan perubahan iklim dengan angin topan seperti Dorian. Menurut studi ini, lautan yang menghangat memicu badai yang lebih ekstrem, naiknya permukaan laut meningkatkan gelombang badai dan menyebabkan banjir yang lebih buruk.
Pada musim panas ini, setelah menganalisis lebih dari 70 tahun data badai topan Atlantik, ilmuwan NASA bernama Tim Hall melaporkan, badai menjadi lebih mungkin berhenti di daratan, memperpanjang waktunya di muka Bumi ketika sifatnya menghancurkan dan membawa serta hujan deras.
Baca Juga
Dorian berputar-putar sebagai badai Kategori 5, menakutkan dan hampir tak bergerak (diam) di atas Kepulauan Great Abaco dan Grand Bahama.
Advertisement
"Kami melihatnya hanya berputar di sana, di tempat yang sama," kata Hall seperti dikutip dari Science Alert, Kamis (5/9/2019).
Setelah memporak-porandakan Bahama selama lebih dari 40 jam, Badai Dorian akhirnya berbelok ke utara pada Selasa, 3 September 2019 sebagai badai Kategori 2.
Angin ribut ini mengitari pantai Florida dan Georgia, sebelum menyerang Carolinas, di mana ia dapat memunculkan lebih banyak angin yang mengancam jiwa manusia, gelombang badai, dan hujan lebat.
"Tidak bisa dipercaya," twit Marshall Shepherd, seorang ilmuwan atmosfer di University of Georgia dan mantan presiden American Meteorological Society. "Aku merasa mual karena ini, dan aku hanya merasakannya karena beberapa badai."
Kemunculan Badai Dorian membuat 2019 sebagai tahun keempat berturut-turut, di mana topan Kategori 5 terbentuk di Atlantik -- rekor terpanjang dalam sejarah.
Meskipun demikian, para ahli meteorologi dan iklim mengatakan, Dorian menunjukkan ciri-ciri wujud dari badai yang terbentuk di masa mendatang ketika iklim Bumi kian menghangat.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Dampak yang Kian Buruk
Intensifikasi cepat Dorian selama akhir pekan belum pernah terjadi sebelumnya, untuk badai yang begitu kuat. Dalam waktu sembilan jam pada hari Minggu pekan lalu, angin kencang yang diembuskan Dorian meningkat, dari 240 km/jam menjadi 290 km/jam.
Pada saat badai membuat pendaratan di tanah, kekuatan angin semakin menjadi-jadi, yakni 298 km/jam -- terkuat yang pernah diamati di Atlantik.
Panas di lautan adalah sumber utama 'bahan bakar' badai, dan lautan dunia telah menyerap lebih dari 90 persen pemanasan global selama 50 tahun terakhir, menurut National Oceanic and Atmospheric Administration.
Suhu air yang mampu 'meliarkan' Dorian adalah sekitar 1 derajat Celcius lebih hangat dari biasanya, kata Francis: "Itu berarti sejumlah besar energi."
Karena udara hangat dapat menahan lebih banyak kelembaban, perubahan iklim telah meningkatkan jumlah uap air di atmosfer, menyebabkan badai yang lebih basah yang melepaskan lebih banyak hujan ekstrem.
Udara yang hangat dan basah juga memberikan bahan bakar lebih lanjut untuk badai yang tumbuh.
"Ketika uap air itu mengembun menjadi tetesan awan, ia melepaskan banyak panas ke atmosfer dan itulah yang menyebabkan badai topan," kata Jennifer Francis, seorang ilmuwan atmosfer di Woods Hole Research Center
"Faktor-faktor tersebut sangat berkontribusi terhadap badai yang kita lihat belakangan ini."
Sebuah permodelan memperkirakan, badai Kategori 4 dan 5 di Atlantik Utara bisa terjadi hampir dua kali lebih umum selama abad berikutnya, sebagai akibat dari perubahan iklim --bahkan ketika jumlah total badai menurun.
Begitu badai membuat pendaratan, kenaikan permukaan laut yang diciptakan oleh pemanasan global dapat memperburuk efeknya, dengan memperkuat gelombang badai.
Angin kencang badai akan mendorong air ke pantai, menyebabkan banjir parah dalam waktu yang relatif singkat.
Semakin tinggi permukaan air pada hari yang cerah, banjir yang lebih buruk akan terjadi begitu badai tiba - dan permukaan laut global diperkirakan akan naik sekitar satu meter pada akhir abad ini.
Advertisement