Liputan6.com, Jenewa - Para pejabat kesehatan dunia semakin khawatir akan risiko kematian dan kesehatan yang ditimbulkan oileh penggunaan rokok elektronik atau vaping, yang terjadi di Amerika, Eropa, dan sejumlah negara lain.
Kematian seorang pemuda di Belgia dan berbagai laporan tentang penyakit yang disebabkan vaping di Filipina dan sejumlah negara lain memicu seruan supaya diambil tindakan.
Lantaran hal tersebut, WHO menganjurkan supaya segera dimulai studi jangka panjang tentang dampak penggunaan nikotin lewat rokok elektronik.
Advertisement
Baca Juga
WHO sangat cemas bahwa peralatan vaping atau rokok elektronik itu terus dipasarkan sebagai produk yang sehat dan bisa melepaskan ketergantungan pada rokok dan nikotin yang biasa. Kata juru bicara WHO Christian Lindmeier, klaim kesehatan yang diajukan oleh para pembuat rokok elektronik itu tidak ada buktinya. Demikian dikutip dari VOA Indonesia, Senin (18/11/2019).
Klaim bahwa e-cigarette ini lebih aman dibanding rokok biasa, tidak berarti bahwa bahwa rokok elektronik itu tidak berbahaya. Perangkat vaping itu menghasilkan gas aerosol yang mengandung berbagai racun yang bisa mengakibatkan sejumlah perubahan pathologis pada penggunanya. Gas ini juga merupakan risiko bagi orang-orang yang tidak merokok, pada anak-anak, dan perempuan hamil," kata Lindmeier.
Pusat pencegahan penyakit Amerika telah mengukuhkan sedikitnya 42 kemartian di 24 negara bagian dan di kawasan ibu kota Washington DC, dan lebih dari 2,100 orang yang sakit karena menggunakan produk-produk vaping.
Vaping adalah industri yang sangat menguntungkan, karena jumpah penggunaannya naik dari tujuh juta orang tahun 2011, menjadi 41 juta orang tahun lalu. Keuntrungan pembuatnya naik hampir tiga kali lipat, dari 6,9 milyar dollar lima tahun l;alu menjadi lebih dari 19 milyar dolalr tahun ini. karema itu, usaha mencegah industri rokok untuk mengurangi penjualan e-cigarette aan sangat sulit.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penyakit Paru-Paru Akibat Vape
Penyakit paru terkait rokok elektrik yang membuat jatuh sakit lebih dari 1.000 orang, serta menelan korban jiwa lebih dari 20 orang di Amerika Serikat baru-baru ini akhirnya diberikan sebuah nama oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
Dalam laporannya di Morbidity and Mortality Weekly Report pada 11 Oktober, CDC menyebut penyakit paru itu sebagai EVALI atau singkatan dari "e-cigarette or vaping product use associated lung injury" yang dalam bahasa Indonesia berarti penyakit paru terkait penggunaan produk rokok elektrik atau vaping.
Dilansir dari People pada Kamis (17/10/2019), para pasien yang mengalami EVALI akan terkena gejala seperti pneumonia yaitu batuk, nyeri dada, dan sesak napas. Di samping itu, gejala lainnya adalah sakit perut, mual, muntah, dan diare disertai demam, rasa dingin, dan penurunan berat badan.
"Semua penyedia layanan kesehatan yang mengevaluasi pasien EVALI harus bertanya tentang penggunaan produk rokok elektrik atau vaping, dan idealnya harus bertanya tentang jenis zat yang digunakan," tulis CDC dalam laporan tersebut.
Advertisement