Malaysia Abaikan Klaim China soal Laut China Selatan

Malaysia abaikan klaim China dan terus melaporkan ke PBB terkait Laut China Selatan.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 04 Jan 2020, 11:52 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2020, 11:52 WIB
Pulau Pag-asa, bagian dari gugus kepulauan Spratly di Laut China Selatan. Gugus kepulauan Spratly menjadi salah satu lokasi yang kerap dimiliterisasi oleh China (AP Photo/Rolex Dela Pena, Pool, File)
Pulau Pag-asa, bagian dari gugus kepulauan Spratly di Laut China Selatan. Gugus kepulauan Spratly menjadi salah satu lokasi yang kerap dimiliterisasi oleh China (AP Photo/Rolex Dela Pena, Pool, File)

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Negeri Jiran Malaysia tidak acuh terhadap protes China soal negara mereka yang mengadu ke PBB terkait Laut China Selatan. Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah mengaku tidak kaget pada respons China.

"Langkah China untuk protes adalah sesuatu yang kita perkirakan, bahkan sebelumnya, ujarnya seperti dilansir Channel News Asia, Jumat (3/1/2019).

Saifuddin juga mengaku biasa saja dengan protes China.

"Ini normal. Saya bukannya menyebut menerima ini, tetapi kita tetap pada klaim kita," ujarnya yang berkata tidak takut retaliasi China.

Sebelumnya, Malaysia melaporkan China ke PBB atas klaim sepihak terkait Laut China Selatan yang kaya akan sumber daya alam. Klaim China ini turut ditentang berbagai negara ASEAN, termasuk Indonesia.

China berkata laporan Malaysia melanggar hak kedaulatan dan yuridiksi negara mereka. Argumen yang digunakan China adalah negara mereka memiliki hak sejarah serta tradisi atas Laut China Selatan.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan bahwa hal istilah seperti itu tidaklah ada serta tak diakui dunia.

"Straight forward statement segera nyatakan, Traditional Fishing Zone itu tidak ada," tegasnya via Twitter.

Berdasarkan Hukum Laut International PBB, negara memiliki Zona Ekonomi Eksklusif Laut dengan jarak hingga 200 mil laut dari daratannya, namun China mengklaim lebih banyak di Laut China Selatan dengan konsep Nine Dash Line (Sembilan Garis Putus) yang dicetuskan secara sepihak di peta laut mereka.

Klaim sepihak China di Laut China Selatan pun dianggap melanggar ZEE. Filipina pun merasa terganggu dengan klaim itu yang notabene laut di sebelah barat negara mereka habis diklaim Nine Dash Lines China.

Filipina sudah membawa kasus ini ke sidang arbitrase PBB dan memperoleh kemenangan, tetapi China tidak mau mengakui hasil sidang PBB.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Nine Dash Line dan Natuna

kapal natuna
Kapal asing dilihat dari KRI Usman Harun, sesaat sebelum ditangkap. (foto: Liputan6.com / ajang nurdin)

Pemerintah Indonesia kembali menegaskan menolak klaim China atau Tiongkok terhadap wilayah Natuna. Hal ini disampaikan usai rapat koordinasi terbatas di kantor Kemenko Polhukam.

"Indonesia tidak pernah akan mengakui Nine Dash Line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (3/1/2020).

Dia menuturkan, dalam rapat tersebut, pemerintah memastikan bahwa kapal-kapal China telah melakukan pelanggaran-pelanggaran di wilayah ZEE Indonesia.

Menurut Retno ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui UNCLOS 1982.

"Tiongkok merupakan salah satu party dari UNCLOS 1982. Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982," ujarnya. 

Dia juga menuturkan, dalam rapat tadi juga disepakati adanya peningkatan patroli di wilayah Natuna.

"Dari rapat tadi juga disepakati beberapa intensifikasi patroli di wilayah tersebut dan juga kegiatan-kegiatan perikanan yang merupakan hak bagi Indonesia untuk mengembangkannya di perairan Natuna," pungkasnya.

Mahfud Md: China Tak Punya Hak di Natuna

[Bintang] Jokowi
Presiden Joko Widodo (kanan) bersama Menko Polhukam Luhut Panjaitan (kedua kanan) saat berada di atas kapal perang KRI Imam Bonjol 383 di perairan Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (23/6). (Foto: Setpres)

Menko Polhukam Mahfud Md juga mengatakan China tak punya hak sama sekali di Natuna. Hal ini disampaikan usai menggelar rapat di kantornya dengan kementerian dan lembaga negara terkait.

"Kalau secara hukum, China tidak punya hak untuk mengklaim. Itu karena Indonesia tidak punya konflik perairan (dengan China), tumpang tindih perairan, Indonesia tidak punya," kata Mahfud di kantornya.

Dia menuturkan, China hanya punya sejarah berkonflik dengan Malaysia, Filipina, Brunei, Vietnam, dan Taiwan mengenai Laut China Selatan. Dan itu sudah diputuskan hasilnya.

"Itu sudah diatur di South China Sea Tribunal namanya pada 2016. Itu keputusannya, China tidak punya hak atas itu semua, sudah selesai. Dan itu konfliknya bukan dengan Indonesia, dengan negara-negara Asia Tenggara yang lain itu tadi, yang sudah diputus," jelas Mahfud.

Saat ditekankan apakah akan mengambil langkah diplomasi atau militer? Dia hanya menegaskan keputusan pemerintah Indonesia seperti yang disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

"Yah pokoknya itulah pernyataan kita, ada jalan diplomatik tentunya, ada jalan sendiri," jelas Mahfud.

Menurut dia, Menlu sudah memanggil pihak China dan akan terus melakukan pertemuan.

"Saya kira itu yang penting, kita punya kedaulatan dan hak berdaulat juga yang harus kita jaga," pungkas Mahfud.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya