Liputan6.com, Washington, D.C. - Amerika Serikat (AS) baru saja puas menonton final Super Bowl 2020. Acara yang ditayangkan langsung oleh TV ini tidak hanya dinikmati pecinta football, sebab National Football League (NFL) turut mengundang penyanyi untuk menghibur audiens ketika jeda pertandingan.Â
Super Bowl tahun ini dimeriahkan Shakira dan Jennifer Lopez.
Advertisement
Baca Juga
Tahun lalu, 98,2 juta orang menonton Super Bowl, dan ternyata angka penonton itu masih termasuk sedikit. Para pebisnis pun mengincar pemasangan iklan di Super Bowl, termasuk Presiden AS Donald Trump yang memasang iklan kampanye.Â
Antusiasme Presiden Trump sayangnya malah diikuti blunder. Ketika menyebut pemenang Super Bowl tahun ini, Donald Trump malah salah alamat.Â
Pemenang Super Bowl 2020 adalah Kansas City Chiefs yang mengalahkan San Fransisco 49ers. Presiden Trump malah mengira Kansas City Chiefs berasal dari negara bagian Kansas, padahal tidak demikian.
"Selamat kepada Kansas City Chiefs untuk permainan yang hebat, dan comeback yang fantastis, di bawah tekanan berat. Kalian mewakilkan Negara Bagian Luar Biasa Kansas, dan juga faktanya seluruh AS. Negara kita bangga pada kalian!" ujar Trump via Twitter.Â
Faktanya, Kansas City Chiefs berasal dari negara bagian Missouri. Donald Trump pun tak lama kemudian menghapus twit tersebut dan mengganti Kansas menjadi Missouri.
Congratulations to the Kansas City Chiefs on a great game and a fantastic comeback under immense pressure. We are proud of you and the Great State of Missouri. You are true Champions!
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) February 3, 2020
"Kami bangga pada kalian dan Negara Bagian Luar Biasa Missouri. Kalian adalah Juara sejati!" tulis Trump kepada juara Super Bowl.Â
Ini bukan pertama kali Donald Trump blunder saat menyampaikan selamat di Twitter. Pada 2018, Trump menyampaikan Selamat Hari Diwali di Twitter. Hari itu dirayakan beberapa umat di dunia, termasuk Hindu. Namun, Trump tidak menyertakan umat Hindu dalam twitnya yang pertama, barulah ia menyebutnya lagi di twit selanjutnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Pengacara Donald Trump Minta Jangan Seenaknya Makzulkan Presiden
Sidang pemakzulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah masuk ke lantai senat. Tim hukum Trump menyampaikan argumen bahwa tuduhan dalam pemakzulan tidak punya standar.
Pandangan itu diberikan ahli hukum konstitusi Alan Dershowitz yang juga profesor emeritus Universitas Harvard. Ia menyebut berbahaya jika memakzulkan presiden berdasarkan tuduhan yang standarnya tidak jelas.Â
Dua tuduhan pemakzulan Donald Trump adalah penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) ketika menahan bantuan ke Ukraina dan mengobstruksi Kongres yang sedang menginvestigasi.
"Kata-kata seperti abuse of power dan obstruksi Kongres tidak memiliki standar. Tidak mungkin menaruh standar ke kata-kata yang subjektif dan dapat diartikan berbeda-beda berdasarkan interpretasi partisan," ujar Alan Dershowitz di Senat AS, seperti ditulis Selasa, 28 Januari 2020.
Alan Dershowitz berkata tuduhan abuse of power bisa bersifat politis. Ia mencontohkan banyak presiden AS yang pernah diserang tuduhan itu.
Sebelum Donald Trump, beberapa presiden fenomenal yang pernah dituding melakukan abuse of power adalah Presiden Thomas Jefferson, Abraham Lincoln, Woodrow Wilson, Theodore dan Franklin Roosevelt, Ronald Reagan, presiden pertama AS George Washington, dan banyak presiden lainnya.
"Abuse of power adalah tuduhan yang dengan mudah bisa digunakan oleh musuh politik terhadap presiden yang kontroversial. Dalam sejarah panjang kita banyak presiden yang telah dituduh melakukan abuse of power," ujar Dershowitz.
Advertisement
Jangan Subjektif
Alan Dershowitz turut memberi contoh bahaya jika menerapkan hukuman pemakzulan tanpa standar yang jelas. Ia mengacu pada beberapa pakar hukum yang pernah menyebut Trump harus dimakzulkan karena tweet.
Ada pula yang mengatakan Trump harus dimakzulkan karena pendiriannya yang tidak percaya perubahan iklim. Kriteria demikian, menurut Dershowitz, tidak layak untuk pemakzulan.
"Jika kamu tidak suka kebijakan presiden terkait perubahan iklim, maka pilihlah kandidat lain," ujarnya. "Jika kamu tidak suka twit presiden, maka pilihlah kandidat yang tidak mengetwit," lanjutnya.
"Tetapi jangan membiarkan penilaian subjektifmu untuk menentukan apa kesalahan yang bisa dan tidak bisa menimbulkan pemakzulan," tegasnya di akhir paparan.
Alan Dershowitz mengaku bukan pendukung Presiden Donald Trump dan memilih Hillary Clinton dalam pilpres 2020. Ia berkata membela Donald Trump dalam rangka memberikan pandangan sesuai konstitusi.