Donald Trump Blunder Ketika Sebut Pemenang Super Bowl 2020

Presiden Donald Trump kembali blunder di Twitter.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 03 Feb 2020, 12:30 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2020, 12:30 WIB
Ekspresi Donald Trump Saat Hadiri National Prayer Breakfast
Ekspresi Presiden AS Donald Trump saat menghadiri National Prayer Breakfast atau Sarapan Doa Nasional di sebuah hotel di Washington DC (8/2). (AFP Photo/Mandel Ngan)

Liputan6.com, Washington, D.C. - Amerika Serikat (AS) baru saja puas menonton final Super Bowl 2020. Acara yang ditayangkan langsung oleh TV ini tidak hanya dinikmati pecinta football, sebab National Football League (NFL) turut mengundang penyanyi untuk menghibur audiens ketika jeda pertandingan. 

Super Bowl tahun ini dimeriahkan Shakira dan Jennifer Lopez.

Tahun lalu, 98,2 juta orang menonton Super Bowl, dan ternyata angka penonton itu masih termasuk sedikit. Para pebisnis pun mengincar pemasangan iklan di Super Bowl, termasuk Presiden AS Donald Trump yang memasang iklan kampanye. 

Antusiasme Presiden Trump sayangnya malah diikuti blunder. Ketika menyebut pemenang Super Bowl tahun ini, Donald Trump malah salah alamat. 

Pemenang Super Bowl 2020 adalah Kansas City Chiefs yang mengalahkan San Fransisco 49ers. Presiden Trump malah mengira Kansas City Chiefs berasal dari negara bagian Kansas, padahal tidak demikian.

"Selamat kepada Kansas City Chiefs untuk permainan yang hebat, dan comeback yang fantastis, di bawah tekanan berat. Kalian mewakilkan Negara Bagian Luar Biasa Kansas, dan juga faktanya seluruh AS. Negara kita bangga pada kalian!" ujar Trump via Twitter. 

Faktanya, Kansas City Chiefs berasal dari negara bagian Missouri. Donald Trump pun tak lama kemudian menghapus twit tersebut dan mengganti Kansas menjadi Missouri.

"Kami bangga pada kalian dan Negara Bagian Luar Biasa Missouri. Kalian adalah Juara sejati!" tulis Trump kepada juara Super Bowl. 

Ini bukan pertama kali Donald Trump blunder saat menyampaikan selamat di Twitter. Pada 2018, Trump menyampaikan Selamat Hari Diwali di Twitter. Hari itu dirayakan beberapa umat di dunia, termasuk Hindu. Namun, Trump tidak menyertakan umat Hindu dalam twitnya yang pertama, barulah ia menyebutnya lagi di twit selanjutnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Pengacara Donald Trump Minta Jangan Seenaknya Makzulkan Presiden

Hari Thanksgiving, Trump Tengok Tentara AS di Afghanistan
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menunjuk sambil makan bersama para tentara di Pangkalan Udara Bagram, Afghanistan, Kamis (28/11/2019). Kunjungan dadakan Trump pada hari Thanksgiving tersebut mengejutkan pasukan AS yang bertugas di Afghanistan. (AP Photo/Alex Brandon)

Sidang pemakzulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah masuk ke lantai senat. Tim hukum Trump menyampaikan argumen bahwa tuduhan dalam pemakzulan tidak punya standar.

Pandangan itu diberikan ahli hukum konstitusi Alan Dershowitz yang juga profesor emeritus Universitas Harvard. Ia menyebut berbahaya jika memakzulkan presiden berdasarkan tuduhan yang standarnya tidak jelas. 

Dua tuduhan pemakzulan Donald Trump adalah penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) ketika menahan bantuan ke Ukraina dan mengobstruksi Kongres yang sedang menginvestigasi.

"Kata-kata seperti abuse of power dan obstruksi Kongres tidak memiliki standar. Tidak mungkin menaruh standar ke kata-kata yang subjektif dan dapat diartikan berbeda-beda berdasarkan interpretasi partisan," ujar Alan Dershowitz di Senat AS, seperti ditulis Selasa, 28 Januari 2020.

Alan Dershowitz berkata tuduhan abuse of power bisa bersifat politis. Ia mencontohkan banyak presiden AS yang pernah diserang tuduhan itu.

Sebelum Donald Trump, beberapa presiden fenomenal yang pernah dituding melakukan abuse of power adalah Presiden Thomas Jefferson, Abraham Lincoln, Woodrow Wilson, Theodore dan Franklin Roosevelt, Ronald Reagan, presiden pertama AS George Washington, dan banyak presiden lainnya.

"Abuse of power adalah tuduhan yang dengan mudah bisa digunakan oleh musuh politik terhadap presiden yang kontroversial. Dalam sejarah panjang kita banyak presiden yang telah dituduh melakukan abuse of power," ujar Dershowitz.


Jangan Subjektif

Presiden AS Donald Trump (AP PHOTO)
Presiden AS Donald Trump (AP PHOTO)

Alan Dershowitz turut memberi contoh bahaya jika menerapkan hukuman pemakzulan tanpa standar yang jelas. Ia mengacu pada beberapa pakar hukum yang pernah menyebut Trump harus dimakzulkan karena tweet.

Ada pula yang mengatakan Trump harus dimakzulkan karena pendiriannya yang tidak percaya perubahan iklim. Kriteria demikian, menurut Dershowitz, tidak layak untuk pemakzulan.

"Jika kamu tidak suka kebijakan presiden terkait perubahan iklim, maka pilihlah kandidat lain," ujarnya. "Jika kamu tidak suka twit presiden, maka pilihlah kandidat yang tidak mengetwit," lanjutnya.

"Tetapi jangan membiarkan penilaian subjektifmu untuk menentukan apa kesalahan yang bisa dan tidak bisa menimbulkan pemakzulan," tegasnya di akhir paparan.

Alan Dershowitz mengaku bukan pendukung Presiden Donald Trump dan memilih Hillary Clinton dalam pilpres 2020. Ia berkata membela Donald Trump dalam rangka memberikan pandangan sesuai konstitusi.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya