Liputan6.com, Sanaa- Pemberontak Houthi Yaman mengatakan pada 9 Agustus bahwa banjir telah melanda bagian-bagian wilayah yang dikuasai pemberontak itu sejak pertengahan Juli di tengah hujan musiman yang lebat.
Akibat banjir itu, lebih dari 130 orang tewas dan merusak lebih dari 260 rumah.
Dikutip dari Associated Press, Selasa (11/8/2020), sedikitnya 124 orang lainnya terluka akibat banjir di beberapa bagian wilayah utara Yaman yang dikendalikan oleh pemberontak, menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Houthi.
Advertisement
Dampak dari banjir terjadi di Sanaa, dan area kota tua bersejarah yang masuk dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO di Ibu Kota Yaman tersebut juga mengalami kerusakan yang parah.
Menurut beberapa pejabat keamanan yang enggan disebutkan namanya, ada lebih dari 160.000 warga yang terpaksa meninggalkan rumah mereka di tengah banjir besar dan curah hujan di Provinsi Hajjah dan Hodeida.
Sementara itu, jumlah orang yang terlantar pun mencapai 33.000, di mana mereka yang berlindung di kamp-kamp di Yaman selatan telah kehilangan tenda dan harta benda mereka akibat banjir, kata Komite Palang Merah Internasional pada bulan lalu.
Tidak hanya membuat warga kehilangan tempat tinggal, Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan, bahwa banjir besar di Yaman juga telah memperburuk wabah kolera, dengan 127.900 kasus yang diduga berada di delapan provinsi sejak bulan Januari.
Selain itu, Palang Merah juga memperingatkan banjir telah mempercepat penyebaran penyakit demam berdarah dan malaria.
Yaman, merupakan negara yang terbagi antara pemberontak Houthi di wilayah utara dan pemerintah yang diakui secara internasional di wilayah selatan.
Saksikan Video Berikut Ini:
5.000 Atap Bangunan yang Sudah Bocor
US News yang mengutip Reuters juga melaporkan, bahwa rumah-rumah di Kota Tua Sanaa yang terdaftar di UNESCO di Yaman telah roboh akibat hujan lebat, ditambah dengan banjir dan badai yang melanda negara itu selama berbulan-bulan lamanya.
Rumah-rumah dengan bahan batu batu berwarna kecoklatan dan putih itu telah berada di kawasan bersejarah Sanaa sejak sebelum abad ke-11.
Namun sayangnya, sebelum rusak karena dilanda hujan dan banjir, bangunan-bangunan itu juga telah lama terancam konflik dan terlantar.
Salah satu warga Sanaa, yaitu Muhammad Ali al-Talhi, menceritakan bagaimana ia dan enam perempuan serta enam anak dalam keluarganya kehilangan rumah mereka akibat hujan deras dan banjir.
Muhammad Ali al-Talhi mengatakan, "Semua yang kami miliki terkubur."
Warga Sanaa tidak memelihara bangunan-bangunan tua itu sejak lama, yang menyebabkan keretakan dan kelemahan pada fondasinya, menurut pejabat Otoritas Pelestarian Kota-Kota Bersejarah, Aqeel Saleh Nassar.
Aqeel Saleh Nassar juga mengatakan, bahwa sekitar 5.000 bangunan di Sanaa memilki kondisi atap yang bocor dan 107 atap lainnya runtuh.
Kendati demikian, pihak berwenang diketahui telah bekerja dengan UNESCO dan penggalang dana lainnya sebagai upaya pelestarian.
Kelompok pemberontak Houthi, juga dilaporkan telah mengajukan upaya penyelamatan pada bangunan-bangunan itu kepada UNESCO.
Perang yang telah berlangsung di Yaman selama lima tahun telah menewaskan lebih dari 100.000 orang, dan menyebabkan 80% populasi bergantung pada bantuan.
Adapun keterangan dari warga Sanaa lainnya, yaitu Adel San'ani yang didapatkan oleh Reuters.
Adel San'ani menjelaskan, bahwa ia telah menyaksikan kerusakan yang parah oleh 5 rumah pada akhir pekan ini.
"Keluarga-keluarga itu tidak memiliki tempat berlindung. Sebuah bank lokal telah melakukan kampanye untuk menyalurkan terpal plastik untuk digunakan sebagai atap," terang Adel San'ani.
Advertisement