Liputan6.com, Jenewa - Pemimpin WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus memperkirakan Virus Corona (COVID-19) akan selesai sebelum dua tahun. Prediksi itu berdasarkan durasi Flu Spanyol pada 1918.
"Kami berharap dapat menyelesaikan pandemi ini dalam waktu kurang dari dua tahun," kata Tedros kepada wartawan dari markas besar WHO di Jenewa, bersikeras bahwa mungkin untuk menjinakkan virus corona baru lebih cepat daripada Flu Spanyol, pandemi mematikan tahun 1918.
Dibandingkan dengan saat itu, dunia saat ini berada pada posisi yang kurang menguntungkan karena "globalisasi, kedekatan, dan keterhubungan", yang memungkinkan virus corona baru menyebar ke seluruh dunia dengan kecepatan kilat, Tedros mengakui.
Advertisement
Tetapi dunia juga sekarang memiliki keunggulan teknologi yang jauh lebih baik, katanya, dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (22/8/2020).
Dengan "memanfaatkan alat-alat yang ada secara maksimal dan berharap kami dapat memiliki alat tambahan seperti vaksin, saya kira kami dapat menyelesaikannya dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan flu 1918," tambahnya.
Baca Juga
"Tentunya dengan lebih banyak perhubungan, virusnya punya lebih banyak kesempatan menyebar," lanjut Dr. Tedros seperti dilansir BBC.
"Namun pada saat yang sama, kita memiliki teknologi dan pengetahuan untuk menghentikannya," lanjutnya.
Flu Spanyol pada 1918 membunuh setidaknya 50 juta orang. Meski bernama Flu Spanyol, virus itu sebetulnya tersebar di berbagai negara.
COVID-19 telah merenggut nyawa 799 ribu orang.
Dr. Tedros juga mengecam koruptor terkait Alat Perlindungan Diri (APD). Ia berkata korupsi APD sama saja seperti pembunuhan.
"Sebab jika pegawai kesehatan bekerja tanpa APD, kita menambah risiko bagi nyawa mereka. Dan itu juga menjadi risiko terhadap nyawa orang-orang yang mereka layani," kata Dr. Tedros.
Berdasarkan data Johns Hopkins University, kasus positif COVID-19 di dunia sudah hampir menyentuh 23 juta orang.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Hadapi Gelombang Ketiga COVID-19, Hong Kong Siapkan Tes Massal Gratis
Hong Kong akan menawarkan tes COVID-19 gratis kepada penduduknya mulai 1 September 2020, ketika negara itu tengah bergulat dengan gelombang ketiga pandemi dan yang terburuk sejak wabah dimulai.
Program pengujian, yang akan berlangsung hingga dua minggu, akan memungkinkan setiap penduduk Hong Kong untuk diuji secara sukarela, lanjut Pemimpin Hong Kong Carrie Lam pada Jumat 21 Agustus 2020.
"Untuk kebaikan diri sendiri dan orang lain, dan untuk menjaga kesehatan masyarakat, silakan ambil bagian dalam skema tersebut," kata Lam, diwartakan oleh the Associated Press, dikutip dari ABC News.
"Apa yang kami lakukan hari ini adalah agar kami dapat segera keluar dari epidemi, sehingga kami dapat melanjutkan kegiatan ekonomi kami.”
Pengujian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi orang yang terinfeksi COVID-19 tetapi tidak menunjukkan gejala, kata para pejabat. Kota yang berpenduduk 7,5 juta orang itu sejauh ini telah melakukan lebih dari 1,2 juta tes virus corona.
Lonjakan baru infeksi yang dimulai pada Juli telah melipatgandakan jumlah kasus di kota menjadi 4.632 kasus.
Bisnis seperti salon kecantikan dan bar ditutup sementara dan ada larangan layanan makan malam setelah jam 6 sore sebagai bagian dari tindakan menjaga jarak. Ekonomi kota berkontraksi 9% pada kuartal kedua tahun ini, menandai setahun penuh resesi karena protes anti-pemerintah tahun lalu dan pandemi.
Lam mengatakan pengujian itu dimungkinkan karena dukungan dari Beijing, yang menyediakan sumber daya seperti staf laboratorium untuk meningkatkan kapasitas pengujian di kota semi-otonom China.
Pemerintah kota telah menghadapi penolakan dari warga dan kritikus skeptis yang khawatir tentang masalah privasi, mengingat program tersebut didukung oleh Partai Komunis China. Beberapa khawatir tes tersebut akan digunakan untuk menghasilkan catatan DNA warga.
Kritik terhadap pemerintah daratan telah tumbuh sejak diberlakukannya undang-undang keamanan nasional baru di Hong Kong yang dipandang sebagai serangan terhadap kerangka "satu negara, dua sistem" di mana kota tersebut telah diperintah sejak kembali ke China pada tahun 1997.
Lam mengesampingkan kekhawatiran tersebut, mengatakan bahwa apa pun yang dilakukan pemerintah, akan selalu ada orang yang mengemukakan teori konspirasi.
Dr Gagandeep Kang, seorang ahli penyakit menular di Christian Medical College di Vellore di India selatan, mengatakan pengujian universal dapat membantu menghapus COVID-19 asalkan mereka yang dites positif segera diisolasi dan pengujian ulang yang sering dilakukan untuk meningkatkan kepastian.
Advertisement