Pemerintahan Israel Kolaps, Picu Pemilu Ulang dalam Dua Tahun

Israel tengah berencana untuk menggelar pemilu keempat dalam dua tahun lantaran pemerintahannya kolaps.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 23 Des 2020, 08:29 WIB
Diterbitkan 23 Des 2020, 08:29 WIB
Ilustrasi Bendera Israel dan Yerusalem (AFP)
Ilustrasi Bendera Israel dan Yerusalem (AFP)

Liputan6.com, Yerusalem - Pemerintah Israel telah runtuh pada Selasa tengah malam (17.00 EST) waktu setempat setelah parlemen negara itu gagal memenuhi tenggat waktu pengesahan anggaran tahun 2020 dan 2021. 

Mengutip CNN, Rabu (23/12/2020), Israel sekarang akan menuju pemilihan keempatnya dalam dua tahun, yang kemungkinan akan diadakan pada 23 Maret tahun depan.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan mitra koalisinya, pemimpin Partai Biru dan Putih Benny Gantz, berusaha untuk saling menyalahkan atas runtuhnya pemerintahan mereka yang baru berusia tujuh bulan. 

"Partai Biru dan Putih menarik diri dari perjanjian [untuk mengubah perjanjian koalisi asli] dan menyeret kami ke pemilihan yang tidak perlu selama krisis corona," kata Netanyahu, yang pada Sabtu malam menjadi orang Israel pertama yang menerima vaksin COVID-19. 

"Kami tidak menginginkan pemilu dan kami memberikan suara untuk menentangnya ... tetapi kami tidak takut pemilu - karena kami akan menang!"

Gantz, merujuk pada tuduhan korupsi yang dihadapi Netanyahu, mengatakan: "Saya menyesal Perdana Menteri disibukkan dengan persidangannya dan bukan kepentingan publik, dan siap menyeret seluruh negara ke dalam periode ketidakpastian, alih-alih memastikan stabilitas ekonomi dan rehabilitasi ekonomi. "

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

Koalisi Pemerintah Darurat

FOTO: PM Netanyahu Terima Vaksin COVID-19 Pertama di Israel
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara setelah menerima vaksin COVID-19 di Pusat Medis Sheba, Kota Ramat Gan, Israel, 19 Desember 2020. Vaksinasi virus COVID-19 untuk Netanyahu ditayangkan secara langsung di televisi pada Sabtu (19/12) malam. (Xinhua/Gil Cohen Magen)

Setelah tiga pemilu yang tidak meyakinkan, dan dengan gelombang pertama pandemi virus corona yang sedang berlangsung, Gantz setuju untuk bergabung dengan Netanyahu pada bulan April, dalam apa yang digambarkan sebagai pemerintah koalisi "darurat" - meskipun dia telah berkampanye dengan platform yang mengesampingkan untuk duduk bersama Perdana Menteri saat dia menghadapi tuduhan korupsi.

Di bawah kesepakatan itu, perdana menteri akan dirotasi antara kedua pemimpin partai: Netanyahu akan bertugas terlebih dahulu, dan kemudian memberi jalan kepada Gantz setelah 18 bulan.

Satu-satunya celah dalam kesepakatan yang rumit itu adalah jika anggota parlemen gagal menyetujui anggaran sebelum tenggat waktu tengah malam Selasa, dimana merupakan sebuah kegagalan yang kini telah terjadi.

Nasib pemerintah tampaknya tertutup setelah Knesset pada Selasa telah gagal mengesahkan RUU pada pembacaan pertama yang akan memperpanjang tenggat waktu untuk mencapai kesepakatan anggaran.

Pemimpin oposisi Yair Lapid - yang berkampanye dengan Gantz pada pemilihan terakhir, tetapi menarik dukungan partainya ketika Gantz bergabung dengan Netanyahu - berbicara kepada pemimpin Israel di Knesset pada Senin malam: "Tuan Perdana Menteri, apa Anda bercanda? Anda tidak peduli dengan mutasi [virus corona]. Anda hanya peduli tentang rotasi [dari jabatan perdana menteri]."

Jajak pendapat menunjukkan partai Likud Netanyahu kembali ke jalur untuk memenangkan kursi Knesset terbanyak dalam pemilihan berikutnya. 

Dengan dukungan Partai Biru dan Putih yang terus meningkat, saingan terbesarnya tampaknya datang dari partai sayap kanan lainnya, yang telah mendapatkan dukungan dari pemimpin terlama Israel.    

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya