Demonstrasi di Myanmar Berlanjut Usai Inisiatif Perdamaian ASEAN

Lebih dari 700 pengunjuk rasa dan pengamat Myanmar telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejak kudeta 1 Februari 2021.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 27 Apr 2021, 13:08 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2021, 13:08 WIB
Aung San Suu Kyi
Aung San Suu Kyi (AFP)

Liputan6.com, Yangon - Para pengunjuk rasa di sejumlah kota terbesar Myanmar melawan potensi kekerasan oleh pasukan keamanan pada Senin 26 April. Mereka berdemonstrasi menentang kudeta militer, menunjukkan tekad untuk melanjutkan perlawanan dua hari setelah para pemimpin Asia Tenggara bertemu untuk mengatasi krisis Myanmar.

Kelompok yang sebagian besar anak muda membanjiri jalan-jalan di lingkungan Yangon dengan membawa spanduk dan mengacungkan salam tiga jari yang diadopsi oleh gerakan tersebut sebagai simbol menentang, demikian dikutip dari laman AP, Selasa (27/4/2021).

Demonstrasi terus berlanjut di banyak kota sejak pertemuan Sabtu kemarin. Dimana para pemimpin dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara melakukan pertemuan.

Dari pertemuan itu ada kesepakatan yang jelas dari pemimpin junta Jenderal Senior Min Aung Hlaing untuk mengakhiri kekerasan.

Lebih dari 700 pengunjuk rasa dan pengamat telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejak kudeta 1 Februari, menurut laporan dari badan independen di negara itu.

Namun, angka klaim dari junta sendiri kira-kira sepertiga dari itu.

Setelah meneriakkan penolakan mereka terhadap junta dan mendengarkan pidato, para pengunjuk rasa dengan cepat berpencar untuk menghindari konfrontasi dengan polisi atau tentara.

Dalam protes Senin (26/4) banyak yang menyatakan ketidakpuasan dengan hasil pertemuan ASEAN di Jakarta, terutama kurangnya permintaan untuk pembebasan tahanan politik.

Mantan pemimpin terpilih negara itu, Aung San Suu Kyi, ditangkap dalam kudeta dan diperkirakan ada di antara 3.400 orang yang masih ditahan.

ASEAN mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan "konsensus lima poin" tentang krisis Myanmar.

Ini menyerukan penghentian segera kekerasan, dialog di antara semua pihak terkait, mediasi proses dialog oleh utusan khusus ASEAN, pemberian bantuan kemanusiaan melalui saluran ASEAN, dan kunjungan ke Myanmar oleh utusan khusus untuk bertemu dengan semua pihak terkait.

 

Simak video pilihan di bawah ini:

Pantauan PBB

Panglima militer Myanmar Jenderal Min Aung dan pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi
Panglima militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing (kiri) dan pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi (kanan) berjabat tangan setelah pertemuan mereka, 2 Desember 2015. (Foto: AFP/Phyo Hein Kyaw)

Utusan khusus PBB Christine Schraner Burgener, yang berada di Jakarta selama akhir pekan, bertemu dengan Hlaing dan beberapa menteri luar negeri ASEAN, kata wakil juru bicara PBB Farhan Haq, Senin.

Dia mengatakan tujuan pertemuan itu untuk menjaga dialog dengan pihak-pihak penting termasuk militer.

Sejauh ini, militer menolak untuk mengizinkan Schraner Burgener mengunjungi Myanmar dan Haq menolak untuk mengungkapkan rincian pembicaraannya dengan komandan tersebut.

Haq mengatakan, Schraner Burgener ingin mendukung "peran penting ASEAN" dan mendesak penerapan konsensus lima poinnya.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Schraner Burgener juga terus "mendesak pembebasan semua tahanan dan menghormati hak asasi manusia serta kebebasan fundamental sepenuhnya," kata Haq.

 

Respons Mancanegara

Seorang warga negara Myanmar yang tinggal di Thailand mengenakan masker wajah dengan gambar pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi selama protes di depan Kedutaan Besar Myanmar di Bangkok, Thailand, pada 4 Februari 2021.
Seorang warga negara Myanmar yang tinggal di Thailand mengenakan masker wajah dengan gambar pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi selama protes di depan Kedutaan Besar Myanmar di Bangkok, Thailand, pada 4 Februari 2021. (Foto: AP / Sakchai Lalit)

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, menyebut konsensus lima poin itu sebagai "langkah maju yang menggembirakan dalam upaya ASEAN untuk menyelesaikan krisis saat ini di Myanmar."

China mengatakan, menyambut baik pertemuan itu, yang disebutnya sebagai "awal yang baik bagi semua pihak untuk mempromosikan 'pendekatan ASEAN' yang terbuka dan inklusif untuk menurunkan situasi di Myanmar."

"Tentu saja, satu pertemuan tidak dapat sepenuhnya menyelesaikan semua masalah," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Wang Wenbin di Beijing.

China secara luas dipandang memberikan dukungan politik dan ekonomi yang penting bagi junta.

Beberapa pengamat yang terlibat lebih mengadopsi sikap menunggu dan melihat.

Tom Andrews, pakar independen PBB tentang hak asasi manusia untuk Myanmar, mengatakan KTT ASEAN harus dinilai dari hasil di Myanmar.

"Apakah pembunuhan akan berhenti? Akankah teror lingkungan berakhir? Akankah ribuan orang yang diculik dibebaskan? Akankah impunitas tetap ada? Ingin bekerja dengan Utusan Khusus ASEAN & memantau hasil aktual KTT," tulisnya di Twitter.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya