Liputan6.com, Yangon - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan pada hari Jumat (22/10) bahwa pihaknya mengkhawatirkan bencana hak asasi manusia yang lebih besar di Myanmar di tengah laporan ribuan tentara berkumpul di utara negara Asia Tenggara itu, yang telah berada dalam kekacauan sejak kudeta pada Februari.
"Kita semua harus siap, karena orang-orang di bagian Myanmar ini siap, untuk kejahatan kekejaman massal yang lebih banyak lagi. Saya sangat berharap bahwa saya salah," kata Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar Tom Andrews.
Advertisement
Dikutip dari laman Channel News Asia, Sabtu (23/10/2021), lebih dari 1.100 warga sipil tewas dalam tindakan keras berdarah di negara itu terhadap perbedaan pendapat dan lebih dari 8.000 ditangkap sejak kudeta, menurut kelompok pemantau lokal.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kekhawatiran PBB
Andrews, yang mempresentasikan temuan laporan hak asasi manusia tahunan Myanmar kepada Majelis Umum, mengatakan bahwa ia telah menerima informasi bahwa puluhan ribu tentara dan senjata berat sedang dipindahkan ke daerah bergolak di utara dan barat laut.
Temuan itu, katanya, juga menunjukkan bahwa junta telah terlibat dalam kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.
"Taktik ini mengingatkan kita pada taktik yang digunakan oleh militer sebelum serangan genosida terhadap Rohingya di Negara Bagian Rakhine pada 2016 dan 2017," kata Andrews.
Sekitar 740.000 Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine Myanmar pada 2017 setelah pasukan keamanan melancarkan tindakan keras yang menurut PBB mungkin sama dengan genosida.
Advertisement