Fosil Reptil Laut Berusia 250 Juta Tahun Ditemukan di China: Mirip Lumba-Lumba

Sejumlah peneliti telah mengidentifikasi kerangka parsial dari reptil laut yang sebelumnya tidak diketahui sebagai ichthyosauromorph.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Apr 2022, 21:00 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2022, 21:00 WIB
Restorasi fosil reptil laut di Wuhan
Restorasi fosil reptil laut di Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, China tengah. (Xinhua/Universitas Geosains China Wuhan)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah peneliti telah mengidentifikasi kerangka parsial dari reptil laut yang sebelumnya tidak diketahui sebagai ichthyosauromorph. Reptil itu diketahui hidup sekitar 250 juta tahun silam, menurut Universitas Geosains China (Wuhan).

Fosil yang berasal dari Zaman Trias Bawah tersebut digali di Kota Baise, Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi, China selatan, dan dinamakan Baisesaurus Robustus oleh tim peneliti yang terlibat dalam penemuannya, seperti dilansir Xinhua, Kamis (14/4/2022).

Berdasarkan pekerjaan restorasi selama tiga bulan, para peneliti meyakini reptil tersebut memiliki panjang sekitar 3 meter, jauh lebih besar dibandingkan fosil-fosil ichthyosauriform Trias Awal lainnya yang ditemukan di China. Baisesaurus robustus lebih menyerupai lumba-lumba, menurut sejumlah gambar yang dibuat melalui proses restorasi ilmiah.

Dengan tulang kaki depan yang lebih panjang dan lebih kuat, reptil laut itu juga diyakini sebagai perenang yang tangguh dan kemungkinan besar merupakan predator unggul di lautan, kata Pemimpin tim yang juga lektor kepala di Fakultas Geosains universitas tersebut, Han Fenglu.

Studi itu baru-baru ini dipublikasikan secara daring di jurnal biologi internasional PeerJ.

Ichthyosauriform diperkirakan muncul di Bumi pada 250 juta tahun silam dan punah sekitar 90 juta tahun lalu. Reptil laut itu hidup pada zaman yang kurang lebih sama dengan dinosaurus, tetapi asal-usul dan sejarah evolusi awal mereka masih menjadi misteri. 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Fosil Burung Hantu

Kerangka fosil burung hantu yang telah punah di China.
Kerangka fosil burung hantu yang telah punah di China. (Sumber: Tim Peneliti/Xinhua)

Kerangka fosil burung hantu yang telah punah ditemukan di China barat laut. Para ahli paleontologi menemukan kerangka hewan yang hidup lebih dari enam juta tahun lalu itu dalam kondisi sangat baik.

Tulang mata yang telah menjadi fosil dari kerangka itu mengungkapkan bahwa burung hantu tersebut aktif di siang hari, bukan malam hari, menurut penelitian yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Science pada Selasa 29 Maret. Temuan ini menjadi catatan pertama tentang burung hantu purba yang aktif di siang hari.

Tim peneliti yang dipimpin Li Zhiheng dan Thomas Stidham dari Institut Paleontologi Vertebrata dan Paleoantropologi di bawah Akademi Ilmu Pengetahuan China menamai spesies itu Miosurnia diurna mengacu pada kerabat dekatnya yang masih hidup, Burung Hantu Elang Utara diurnal.

Kerangka fosil itu ditemukan di bebatuan deposit pada ketinggian lebih dari 2.100 meter di Cekungan Linxia di Provinsi Gansu, China, atau tepatnya di tepi Dataran Tinggi Qinghai-Tibet, menurut penelitian tersebut, seperti dikutip dari Xinhua, Rabu (30/3/2022).

Fosil tersebut terawetkan hampir seluruh kerangka mulai dari ujung tengkorak kemudian sayap dan kaki hingga tulang ekor, beserta bagian-bagian tubuh yang jarang terlihat sebagai fosil seperti tulang-tulang organ lidah, urat sayap dan otot kaki, bahkan sisa-sisa makanan terakhirnya berupa mamalia kecil.

"Ini adalah pengawetan yang menakjubkan dari tulang mata di tengkorak fosil ini yang memungkinkan kita untuk melihat bahwa burung hantu ini lebih menyukai siang dan bukan malam," kata Li, penulis pertama makalah tersebut.

Mata dan Pupil Lebih Kecil

Fosil Purba
Ilustrasi fosil. (Foto: Dok. Humas ITB)

Hewan nokturnal (aktif di malam hari) membutuhkan mata yang lebih besar secara keseluruhan dan pupil yang lebih besar untuk melihat dalam kondisi cahaya redup, tetapi hewan diurnal (aktif di siang hari) memiliki mata dan pupil yang lebih kecil.

Para peneliti membentuk kembali ukuran dan bentuk cincin di sekitar iris dan pupil mata fosil itu untuk menentukan diameter keseluruhan cincin dan bukaan cahaya di tengahnya.

Setelah itu, mereka membandingkannya dengan mata 55 spesies reptil dan lebih dari 360 spesies burung termasuk banyak burung hantu, hingga sampai pada kesimpulan bahwa fosil mata burung itu paling mirip dengan mata burung hantu yang masih hidup dan sebagian besar tidak aktif di malam hari.

Menggunakan pohon keluarga burung untuk merekonstruksi kebiasaan nenek moyang burung, termasuk burung hantu, mereka menemukan bahwa kelompok burung hantu ini diurnal meskipun nenek moyang semua burung hantu yang hidup hampir pasti nokturnal, menurut penelitian itu.

"Kerangka fosil ini mengubah apa yang kami pikir ketahui tentang evolusi burung hantu pada kepalanya," kata Li.

Fosil Stegosaurus

Fosil Stegosaurus Berusia 169 Juta Tahun Ditemukan di China
Fosil Stegosaurus Berusia 169 Juta Tahun Ditemukan di China. (Xinhua/Liu Chan)

Para ahli paleontologi di Kota Chongqing, China barat daya, menemukan sebuah fosil stegosaurus berusia 169 juta tahun. Fosil itu telah diekskavasi dari sebuah lokasi penggalian fosil besar di wilayah Yunyang.

Ahli paleontologi China dan Inggris mengidentifikasi fosil itu sebagai spesies stegosaurus baru, menurut biro perencanaan dan sumber daya alam kota tersebut.

"Ini merupakan stegosaurus tertua yang pernah ditemukan di Asia dan salah satu fosil stegosaurus paling tua yang digali di seluruh dunia," ujar Dai Hui, peneliti di Biro Eksplorasi Geologi dan Mineral Chongqing.

Menilai dari fosil yang baru digali itu yang mencakup tulang punggung, bahu, kaki, dan tulang rusuk serta lapisan pelindung seperti "baju zirah", spesies baru tersebut memiliki panjang sekitar tiga meter dan tinggi dua meter, dengan dua pasang taji tulang besar di ujung ekornya.

China kaya akan spesies stegosaurus, menyumbang sekitar 40 persen dari jumlah spesies itu di dunia. Sebagian besar fosil stegosaurus tersebar di Sichuan, Chongqing, Xinjiang, Mongolia Dalam, dan Tibet, tutur Dai.

Para peneliti menamai dinosaurus itu Bashanosaurus primitivus. Kata "Bashan" mengacu pada nama kuno untuk daerah Chongqing, dan kata Latin "primitivus" untuk "pertama".

"Bashanosaurus primitivus memberikan bukti fisik baru untuk studi asal-usul stegosaurus," imbuh Dai.

Sebuah artikel penelitian terkait penemuan itu telah dipublikasikan di Journal of Vertebrate Paleontology pada Jumat 4 Maret 2022.

Infografis Ayo Jadikan 2022 Tahun Terakhir Indonesia dalam Masa Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ayo Jadikan 2022 Tahun Terakhir Indonesia dalam Masa Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya