Sah, Skotlandia Jadi Negara Pertama Penyedia Pembalut Gratis

Legislasi penyediaan gratis produk pembalut itu telah didukung dengan suara bulat oleh parlemen Skotlandia pada November 2020. Namun pemberlakuannya baru dimulai pada 15 Agustus lalu.

oleh Tanti YulianingsihLiputan6.com diperbarui 19 Agu 2022, 07:00 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2022, 07:00 WIB
[Fimela] ilustrasi pembalut
ilustrasi pembalut | unsplash.com/@thefemalecompany

Liputan6.com, Edinburgh - Legislasi pertama di dunia yang mengatur penyediaan produk-produk pembalut wanita secara gratis telah disahkan di Skotlandia. Dengan itu, maka Skotlandia menjadi negara pertama di dunia yang membuat Period Products Act alias undang-undang mengenai penyediaan produk-produk menstruasi termasuk tampon dan pembalut wanita tak berbayar. 

Mengutip VOA Indonesia, Jumat (1/8/2022), produk-produk menstruasi untuk kaum perempuan secara gratis itu akan disediakan di berbagai lokasi, mulai dari tempat-tempat pendidikan, kafe hingga berbagai fasilitas komunitas lainnya.

Sebuah aplikasi di ponsel pintar dapat digunakan untuk menemukan tempat penyediaan produk pembalut gratis terdekat.

Legislasi penyediaan gratis produk pembalut itu telah didukung dengan suara bulat oleh parlemen Skotlandia pada November 2020. Namun pemberlakuannya baru dimulai pada 15 Agustus lalu.

Di bawah undang-undang baru itu, sekolah, perguruan tinggi dan universitas serta badan pemerintah daerah harus menyediakan berbagai produk menstruasi seperti tampon dan pembalut yang tersedia secara gratis di kamar mandi mereka. Pemerintah Skotlandia telah menginvestasikan jutaan pound sterling sejak 2017 untuk mendanai produk menstruasi gratis di lembaga pendidikan, tetapi undang-undang menjadikannya persyaratan hukum.

Mengutip situs NPR, Selandia Baru dan Kenya mengambil langkah berbeda dari Skotladia dengan mendistribusikan produk menstruasi secara gratis di sekolah umum. Kesadaran telah tumbuh dalam beberapa tahun terakhir tentang bagaimana akses ke produk menstruasi dapat memengaruhi pendidikan dan stabilitas ekonomi bagi orang-orang yang membutuhkannya.

Sekitar 14 persen mahasiswa Amerika Serikat (AS) berjuang membeli produk menstruasi, jumlah yang lebih tinggi di antara wanita kulit hitam dan Latina, menurut sebuah studi baru-baru ini oleh Universitas George Mason. Para peneliti menemukan bahwa mereka yang secara teratur berjuang membeli produk menstruasi lebih mungkin mengalami depresi.

Di AS, satu paket tampon atau pembalut menstruasi berharga sekitar $7 hingga $10 (sekitar Rp 103 ribu - Rp 148 ribu) untuk persediaan yang dapat bertahan satu atau dua bulan. (Produk lain dirancang untuk digunakan kembali, seperti pakaian dalam menstruasi atau cup menstruasi, dan memiliki biaya awal yang lebih tinggi) Gangguan rantai pasokan telah memengaruhi ketersediaan dan menaikkan biaya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

 

Dampak Signifikan

Mengapa Sampah Pembalut Bisa Jadi Bom Waktu?
Ilustrasi pembalut. (dok. Sookyung An from Pixabay/Dinny Mutiah)

Menteri Keadilan Sosial dan Perumahan Skotlandia, Shona Robison mengatakan kepada BBC, legislasi itu akan berdampak signifikan pada waktu terjadi krisis biaya hidup.

Ia mengatakan, "Undang-undang ini akan menjadi legislasi pertama di dunia yang mengatur penyediaan produk pembalut secara gratis bagi mereka yang memerlukannya."

"Bagi perempuan, pada masa krisis biaya hidup sekarang, ini benar-benar akan menimbulkan perbedaan besar karena mereka dapat mengambil produk-produk gratis ini dari berbagai tempat, apakah itu di sekolah, kampus universitas, di berbagai tempat yang berbeda-beda, dengan membuatnya tersedia semudah mungkin," jelas Shona Robinson.

 

 

 

Sosok Inisiator

Kampanye Bantu Remaja Perempuan di Indonesia Timur Pahami soal Mentruasi dan Sanitasi Lebih Baik
Ilustrasi pembalut. (dok. Natracare/Unsplash.com)

Legislasi ini pertama kali diusulkan oleh anggota parlemen dari Partai Buruh, Monica Lennon. Anggota partai oposisi ini telah mengampanyekan undang-undang baru tersebut sejak 2016.

Lennon mengatakan kepada BBC pada hari pemberlakuan legislasi tersebut bahwa masalah yang muncul terkait dengan keterjangkauan produk-produk semacam itu telah menyebabkan pengucilan, penurunan kehadiran di sekolah dan penggunaan produk-produk sanitasi yang tidak aman.

Lennon menambahkan,"Dalam kenyataannya, ini berarti perempuan harus menggunakan kaus kaki atau tisu toilet atau kain lap untuk keperluan menstruasi mereka. Ada juga perempuan yang memberitahu kami bahwa mereka terpaksa menggunakan produk itu lebih lama daripada batas aman atau higienisnya. Dan ini menyebabkan banyak pengucilan."

"Jadi sewaktu saya memulai kampanye ini pada tahun 2016 sebagai anggota baru parlemen Skotlandia, saya bertemu para guru dan orang-orang muda yang membicarakan tentang seperti apa rasanya tidak dapat pergi ke sekolah karena malu, atau takut meminta tambahan uang ke ibu atau ayah atau pengasuh untuk membeli pembalut dan tampon. Jadi, kampanye ini benar-benar bergerak dengan didasarkan pada bukti,” lanjutnya.

Manfaat

Ilustrasi pembalut. (Istock)
Ilustrasi pembalut. (Istock)

Seiring waktu, pemerintah Skotlandia akhirnya dapat melihat manfaat dari penyediaan gratis ini.

Sang penggagas, Lennon mengatakan, peraturan itu membantu meningkatkan kehadiran siswi di sekolah, membantu orang merasa dihargai di tempat kerja; juga membantu orang-orang yang memiliki masalah-masalah kesehatan seperti endometriosis atau disabilitas lainnya.

Karena itu, lanjut Lennon, sebagian “majikan yang tercerahkan” melakukan langkah yang sama, menyediakan produk-produk pembalut wanita secara gratis meskipun mereka tidak diwajibkan melakukannya berdasarkan undang-undang baru itu.

Infografis Wanti-Wanti Euforia Boleh Lepas Masker
Infografis Wanti-Wanti Euforia Boleh Lepas Masker (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya