Liputan6.com, Jakarta - Jika kita secara tak sengaja pernah meminum tetesan air hujan, kita pasti akan mengira bahwa air hujan bisa diminum, karena rasanya yang mirip dengan air yang biasa kita minum. Lalu, apakah air hujan benar-benar aman diminum?
Studi terbaru yang dipublikasikan pada Agustus 2022 pada jurnal Environmental Science & Technology ditemukan bahwa ternyata air hujan dari seluruh dunia tidak aman untuk diminum, terutama jika tidak melewati proses pengolahan terlebih dahulu.
Baca Juga
Dilansir dari Disease Control and Prevention (CDC), ada beberapa kontaminan dalam air hujan seperti bakteri, virus, parasit, debu, partikel asap, dan bahan kimia lainnya. Selain itu, jika air hujan tersebut dikumpulkan dalam satu wadah terbuka, tidak menutup kemungkinan bahwa akana da serangga dan bahan kimia organik lain yang masuk dan membusuk di dalamya. Maka dari itu, CDC tidak menyarankan untuk kita mengumpulkan lalu mengonsumsi air hujan dan merekomendasikan kita untuk menggunakan air hujan untuk tujuan yang lain, seperti menyiram tanaman.
Advertisement
Namun, bahan-bahan kimia berbahaya tadi memiliki tingkat kontaminasi yang bervariasi.
Tempat tinggal dan sistem pengumpulan dan pengolahan air merupakan dua faktor penting yang dapat menentukan kualitas air serta resiko yang akan kita dapatkan.
Sebagian besar kotoran dan bahan kimia dalam air hujan dapat hilang jika kita mengikuti tata cara pensterilan air huja dengan benar, baik itu dengan bahan kimia atau dengan perebusan dan penyulingan.
Akan tetapi, mengutip livescience, dalam riset terbaru, para peneliti menemukan bahwa air hujan di seluruh dunia memiliki konsentrasi PFAS (per- and polyfluoroalkyl substances) yang beracun karena jumlahnya yang melebihi pedoman Kesehatan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
PFAS dalam Air Hujan yang Melebihi Batas Aman
PFAS dikenal sebagai ‘forever chemicals’ karena merupakan salah satu bahan kimia yang tidak terurai di lingkungan. Mereka juga merupakan bahan kimia buatan manusia yang telah digunakan untuk berbagai produk seperti tekstil, busa pemadam kebakaran, peralatan masak anti-lengket, rumput sintetis, juga senar gitar.
Ian Cousins, seorang ahli kimia lingkungan di Universitas Stockholm, Swedia, kepada Live Science mengatakan bahwa saat ini, pemahaman tentang dampak biologis empat asam perfluoroalkyl (PFFA) yang merupakan sub-kelompok dari PFAS yang menjadi fokus utama penlitian.
“PFAS merupakan zat kimia yang tidak bisa terurai, yang berarti mereka akan tetap berada di lingkungan bahkan lama setelah mereka diproduksi, dan ini beracun”, ujar Cousins.
Jauh sebelum penelitian ini dilakukan, hasil penelitian sebelumnya telah meunjukkan bahwa bahan kimia ini sangat beracun dan dapat menyebabkan berbagai masalah Kesehatan seperti kanker, infertilitas, komplikasi kehamilan, penyakit usus, penyakit hati, dan juga tiroid. Zat kimia ini juga berpotensi menurunkan efektivitas vaksin pada anak-anak.
Bukti-bukti di atas merupakan alasan dilarangkan PFAA dan Sebagian besar PFAS lainnya—sub kelompok PFAS—dilarang atau sangat dibatasi dalam 20 hingga 30 tahun terakhir, kecuali di China dan beberapa negara Asia Lainnya.
Environmental Protection Agency (EPA) juga telah membuat regulasi dan pedoman Kesehatan seputar PFAS seperti halnya di AS, yang tingkat aman paparan PFOA nya adalah 37,4 juta kali lebih sedikit dari sebelumnya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Air Hujan yang Terkontaminasi PFAS
Dalam studi tebaru, para peneliti mengumpulkan sampel seluruh air hujan dari seluruh penjuru dunia dan mengungkapkan bahwa PFAS masih tinggi konsentrasinya dari sluluh air hujan yang ada di bumi, dengan konsentrasi di atas pedoman keselamatan yang ditetapkan oleh EPA dan badan serupa lainnya.
Para peneliti mengira bahwa konsentrasi PFAS saat ini sudah mulai menurun, tapi ternyata hal tersebut tidak terjadi. Sebaliknya, para peneliti menemukan bahwa tingkat PFOA pada air hujan setidaknya 10 kali di atas tingkat aman EPA di setiap lokasi di seluruh penjuru dunia ini, termasuk salah satunya ialah Antartika.
Sangat mengejutkan bahwa PFAS ditemukan di Antartika, bagian terpencil di dunia. Hal ini merupakan penemuan baru yang mengejutkan para peneliti yang membawa mereka kepada hipotesis baru bahwa PFAS di permukaan laut dibawa oleh atmosfer lalu diangkut dan jatuh bersamaan dengan hujan, atau bahkan PFAS terbawa dari tempat pembuangan sampah ke daerah lain.
Haruskah Kita Waspada dengan Air Hujan?
“Masih terlalu dini untuk memprediksi berbagai dampak kesehatan yang akan diterima oleh masyarakat dari air hujan yang terkontaminasi oleh PFAS di seluruh dunia, tetapi hal itu mungkin sudah berlangsung selama puluhan tahun dan pada 20-30 tahun terakhir ada pada tingkat yang lebih tinggi,” kata Cousins.
Dampak dari PFAS kemungkinan akan lebih dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di negara berkembang, karena jutaan masyarakat bergantung pada air hujan sebagai satu-satunya sumber air minum mereka. Akan tetapi, di wilayah tertentu di negara maju, seperti di Australia Barat, meminum air hujan merupakan salah satu hal yang umum dilakukan juga.
Walaupun air hujan telah diolah dengan benar, belum ada jaminan yang pasti bahwa PFAS akan hilang. Selain itu, PFAS juga sebenarnya dapat kita temukan dalam kadar rendah dalam minuman dari keran dan juga botol, meskipun pada tingkat yang lebih aman.
Selain untuk hal konsumsi, kita tidak perlu khawatir akan air hujan. Saat ini, yang perlu menjadi fokus utama kita adalah pengonsumsian air hujan untuk kebutuhan sehari-hari yaitu minum dan masak.
Advertisement