Liputan6.com, Jakarta - Planet gas raksasa atau yang dikenal sebagai Jupiter tercatat dalam posisi paling dekat dengan Bumi dalam beberapa dekade terakhir. Ketika sebuah pengamatan dalam 59 tahun terakhir pada Senin (26/9).
Dalam situasi ini, Jupiter akan sangat terlihat karena bertepatan dengan peristiwa lain yang disebut sebagai oposisi.
Baca Juga
Ketika berada dalam oposisi, Jupiter berada di sisi berlawanan Bumi dari matahari, sehingga Anda bisa menggambar garis lurus dari Pusat Tata Surya ke Bumi dan ke Jupiter dalam titik sejajar, mengutip laman NPR, Rabu (28/9/2022)
Advertisement
Oposisi Jupiter sendiri terjadi setiap 13 bulan sekali. Jika dilihat dari Bumi, saar Matahari terbenam di barat, Jupiter akan terbit di timur, tepat di seberangnya. Selama oposisi, planet-planet tampak besar dan terang.
Secara terpisah, Jupiter akan mendekat ke Bumi sejak tahun 1963. Lantaran orbit Bumi dan Jupiter yang berbeda mengelilingi Matahari, tidak saling berpapasan pada jarak yang sama setiap kali.
Ketika jarak terdekatnya pada Senin (26/9) Jupiter berada sekitar 367 juta mil dari Bumi, menurut NASA jarak posisi terjauhnya tercatat pada jarak 600 juta mil.
Hasil dari keduanya adalah bahwa pandangan untuk melihat Jupiter mungkin agak lebih baik dari biasanya.
"Jupiter sangat terang dan cemerlang sehingga hal ini sangat bagus, meskipun Anda melihatnya di wilayah perkotaan ataupun tempat dengan pencahayaan yang terang. Masyarakat dapat melihatnya secara jelas," kata Alphonse Sterling, seorang astrofisikawan NASA di Marshall Space Flight Center di Huntsville.
Alabama mengatakan, "itu adalah hal yang baik untuk dimanfaatkan saat melihat Jupiter dari manapun Anda berada."
Jupiter dan Langit Malam
Jupiter selalu mudah terlihat di langit malam selama tidak berada di dekat Matahari dan mungkin sulit bagi pengamat biasa untuk melihat perbedaan ukuran antara keduanya.
Sterling mengatakan bahwa dia juga dapat melihat satelit alami terbesar Jupiter lainnya beberapa hari yang lalu hanya dengan sepasang teropong 7x50 (pembesaran 7 kali dengan lensa objektif 50 mm).
Io, Europa, Ganymede, dan Callisto adalah empat satelit alami yang disebut sebagai Galilea Jupiter. Istilah ini berasal dari Galileo Galilei, yang menemukan mereka lebih dari 400 tahun yang lalu.
Sterling mengatakan, Jupiter tampak seperti bintang-bintang kecil. Hal tersebut dilihat jika Jupiter nampak dari titik terjauh pengamatannya.
Satelit Galilea adalah salah satu dari 53 satelit alami Jupiter yang diberi nama, meskipun para ilmuwan telah menemukan total 79 lainnya.
Sebulan yang lalu, NASA merilis gambar-gambar baru Jupiter dan satelit alaminya yang diambil oleh James Webb Space Telescope.
Selain itu, pesawat ruang angkasa Juno milik NASA telah memberikan gambar-gambar yang sangat baik sejak mulai mengorbit Jupiter enam tahun yang lalu.
Kali berikutnya Jupiter akan berada sedekat ini adalah pada tahun 2129.
Advertisement
Ilmuwan: Jupiter Bisa Menyerap Planet Lain di Antariksa
Ilmuwan baru saja menguak karakter unik Jupiter. Raksasa gas itu disebut-sebut menyerap planet lain (protoplanet) yakni selama tabrakan pada 4,5 miliar tahun yang lalu, saat pembentukan Tata Surya.
Hipotesis itu bisa menjelaskan mengapa inti Jupiter begitu menyebar dan terfragmentasi - dan juga menjelaskan hari-hari setelah Tata Surya Terbentuk, seperti dikutip dari Science Alert.
Ahli astronomi yang berasal dari Jepang, China, Swiss, dan AS menggunakan data dari satelit antariksa Juno milik NASA, untuk menyelidiki struktur dan komposisi Jupiter.
Menurut penelitian yang dipublikasikan pada Rabu di jurnal Nature, mereka menguji penjelasan lain tentang bagaimana inti dalam Jupiter menjadi sangat menyebar. Misalnya, seperti adanya erosi yang disebabkan angin berkecepatan tinggi.
Namun, penjelasan baru ilmuwan ini adalah salah satu yang paling cocok dengan pengamatan.
Jika para astronom itu benar, Tata Surya kita adalah tempat protoplanet yang kejam; yang dapat menabrak satu sama lain dan bahkan bergabung.
Mereka juga menganggap tabrakan adalah hal lumrah saat Tata Surya baru terbentu. Peristiwa itu dimungkinkan juga terjadi pada Saturnus.
Potret Jupiter
Sementara itu, tahun 2019, Kevin M. Gill yang merupakan insinyur perangkat lunak di Jet Propulsion Laboratory NASA, mengabadikan gambar-gambar Jupiter yang mengesankan. Empat foto diambil oleh JunoCam Imager dari pesawat ruang angkasa Juno.
Potret tersebut ditangkap pada ketinggian antara 8.600 dan 18.600 km (5.400 dan 8.600 mil) di atas puncak awan Jupiter, selama lintasan ke-20 Juno pada tanggal 29 Mei 2019.
Bagian dari misi Juno ke Jupiter berpusat di sekitar JunoCam. JunoCam bukan bagian dari instrumentasi ilmiah pesawat ruang angkasa tersebut. Sebaliknya, itu disematkan di Juno hanya untuk orang awam, jadi mereka bisa menatap Jupiter dengan leluasa.
NASA memosting semua foto hasil bidikan JunoCam --tanpa filter-- di situs web mereka, dan mengajak warganet untuk mengkoleksinya.
Juno mengumpulkan data baru mengenai misinya selama mengorbit Jupiter. Wahana ini mengungkapkan beberapa misteri dalam planet gas raksasa itu. Menurut citra Juno, permukaan Jupiter terdiri dari gumpalan gas yang terang dan gelap, serta angin yang berembus ke arah berlawanan dengan kecepatan tinggi.
Dalam foto tersebut, tampak pusaran badai berputar-putar di permukaan planet. Badai itu sendiri terdiri dari campuran hidrogen cair dan helium yang bergerak, dengan jet besar yang menghantam atmosfer sehingga membentuk garis-garis lengkung bak lukisan abstrak di atas kanvas.
Advertisement