Liputan6.com, Mumbai - Di Kota Bhopal yang tua, tidak jauh dari toko-toko baru yang gemerlap dan danau-danau indah di kota kecil India, ada pabrik Union Carbide yang terbengkalai. Di salah satu gedung reyotnya, ada ratusan botol cokelat pecah berkerak dengan residu putih bahan kimia yang tidak diketahui.
Di bawah kerangka lain yang terkorosi, tetesan merkuri berkilauan di bawah sinar matahari. Di ujung kawasan itu ada tempat pembuangan limbah beracun perusahaan yang diselimuti lumut hijau yang sakit.
Baca Juga
Tidak jauh dari sana, seorang anak laki-laki kurus bergabung dalam permainan kriket. Beberapa sapi kurus merumput di samping genangan air yang besar dan keruh. Udara di sana, pengap dengan asap tajam dari hidrokarbon terklorinasi.
Advertisement
Pada 3 Desember 1984, 40 ton gas beracun bocor dari pabrik itu, membakar tenggorokan, mata, dan nyawa ribuan orang di luar tembok pabrik. Tragedi ini disebut-sebut sebagai bencana industri paling mematikan di dunia yang masih berdampak hingga saat ini, demikian dikutip dari The Atlantic.
Union Carbide Corporation atau UCC (bekas pemilik pabrik), DowDuPont (pemilik berikutnya), pemerintah negara bagian Madhya Pradesh, dan pemerintah pusat India, semuanya telah 'memainkan permainan tanpa akhir'.
Sementara sandiwara ini terus berlanjut dan orang-orang terus menganggap tragedi Bhopal sebagai suatu malam yang mengerikan di tahun 1984, situs tersebut ternyata masih menampung ratusan ton limbah yang terkontaminasi. Bencana Bhopal sebenarnya masih berlangsung di 'situs' seluas 70 acre (sekitar 0,28 km persegi) itu.
Dari tempat tidur kayu di luar rumahnya, seorang sesepuh daerah Annu Nagar, Munni bi memiliki memori yang besar tentang kebocoran gas yang mengerikan. Tempat tidur Munni bi berjarak kurang dari 200 kaki (sekitar 60 meter) dari lubang besar yang diisi UCC dengan lumpur beracun, cukup dekat untuk menyaksikan kerusakan yang ditimbulkan oleh ganda pani -- air kotor.
Di sekitar rumahnya, anak-anak berusia belasan tahun mengalami gangguan kesehatan selama bertahun-tahun, bahkan ada yang cacat, baik fisik ataupun mental.
Anak-anak Menderita Sakit Menahun dan Cacat
Ada Fiza yang tidak berbicara selama lima tahun pertama hidupnya, dan masih mengalami jantung berdebar-debar, pusing, serta sakit kepala di sepanjang masa pertumbuhannya.
Di ujung jalan adalah Obais, berkaki kurus dengan bisul hitam di sekujur tubuhnya -- sangat menyakitkan dan merasa aneh, dia jarang meninggalkan rumah.
Di seberang jalan darinya, Taseeb, cacat intelektual.
Juga ada Najma, wanita muda manis yang kehilangan ibunya karena kanker lidah dan sekarang duduk di depan rumahnya sepanjang hari, tersenyum, dan sesekali meneriakkan omong kosong parau kepada orang yang lewat.
Ada pula rumah di mana seorang anak perempuan memiliki tulang yang menyatu di kakinya dan yang lainnya memiliki lubang di hatinya.
Kemudian, ada seorang ibu muda, Tabassum, memiliki anak yang saat balita tidak banyak makan, berbicara, atau menangis dan justru mengalami kejang.
Advertisement
Munni bi:
Orang-orang melukis 'palang merah' di setiap pintu untuk menunjukkan ada orang sakit, seperti yang dilakukan selama wabah pes di Inggris, tapi di pintu-pintu Annu Nagar -- sebuah daerah kumuh kecil di Bhopal -- masih banyak yang tidak bertanda.
Rumah kedua putra Munni bi masing-masing memajang tanda palang merah. Di rumah di belakang tempat tidurnya adalah Bushra, cucu perempuan Munni bi yang "tidak beres" dan "matanya sakit".
Di seberang jalan, cucunya, Anees, lahir dengan kulit yang tampak terbakar dan anggota tubuh yang lemas dan tidak berguna; dia meninggal pada 2013 di usia 4 tahun, tidak pernah berbicara sepatah kata pun.
Pada 2015, Munni bi didiagnosa menderita kanker kandung kemih, keluhan umum di bagian tersebut. Ia juga menderita diabetik di pahanya.
“Ini semua karena air,” ujar Munni bi. “Mereka membuat kami minum racun.”
Annu Nagar adalah satu dari 22 komunitas di mana air tanahnya telah diketahui selama hampir 20 tahun mengandung tingkat racun pelarut terklorinasi.
Tanggapan Mahkamah Agung India
Pada 2012, menanggapi upaya tanpa henti dari para aktivis, Mahkamah Agung India memerintahkan kota tersebut untuk memasang pipa yang mengalirkan air bersih dari Sungai Narmada. Namun, pipa yang masuk ke beberapa rumah mengalir melalui selokan yang pada saat hujan, kotoran akan bercampur dengan air bersih di pipa.
Sementara itu, setiap musim hujan mungkin membawa limbah beracun dari pabrik itu lebih jauh. Survei pada 2018 menunjukkan ada 20 komunitas lagi yang airnya tercemar.
Pada Maret 2018 Mahkamah Agung memerintahkan agar kota memastikan air bersih ke daerah-daerah itu juga dengan menjalankan proyek untuk membangun saluran pembuangan dan jaringan drainase untuk seluruh kota.
Itu adalah solusi reaktif untuk masalah yang bertahan lama -- dan terus berkembang -- tetapi bagaimana membersihkannya?
Vishvas Sarang, menteri negara yang bertugas merawat komunitas tersebut, menanggapi bahwa ia berkolaborasi dengan Central Pollution Control Board dan yakin itu akan selesai dengan cepat. “Ini hanya masalah dua, tiga bulan. Itu akan selesai, itu bukan pekerjaan besar.
Namun, menurut laporan The Atlantic, lebih dari setahun kemudian, permasalahan terkait air bersih masih berlangsung, bahkan hingga sekarang.
Penulis: Safinatun Nikmah
Advertisement