Liputan6.com, Oslo - Korban tewas atau luka di pihak Rusia akibat perang mencapai 180.000 orang, sementara dari sisi Ukraina jumlahnya mencapai 100.000 orang dari kalangan militer (tewas/luka) dan 30.000 warga sipil yang tewas. Demikian perkiraan Panglima Militer Norwegia Jenderal Eirik Kristoffersen.
"Kerugian Rusia mulai mendekati sekitar 180.000 tentara yang tewas atau terluka," ujar Kristoffersen dalam wawancaranya dengan TV2, tanpa merinci bagaimana jumlah tersebut dihitung. Demikian seperti dikutip dari ABC News, Senin (23/1/2023).
Baca Juga
Norwegia, negara yang berbatasan dengan Rusia, telah menjadi anggota NATO sejak pakta pertahanan itu didirikan pada tahun 1949.
Advertisement
"Kerugian Ukraina mungkin lebih dari 100.000 (pasukan) tewas atau terluka. Selain itu, ada sekitar 30.000 warga sipil yang tewas dalam perang yang mengerikan ini," kata Kristoffersen.
Namun, menurut Kristoffersen, meski mengalami kerugian yang besar, Rusia dapat melanjutkan perang untuk waktu yang cukup lama. Ia merujuk pada mobilisasi dan kapasitas produksi senjata Moskow.
"Yang paling mengkhawatirkan adalah apakah Ukraina mampu menghalau angkatan udara Rusia dari medan perang," ujar Kristoffersen seraya menambahkan bahwa sejauh ini Ukraina bisa melakukannya berkat sistem pertahanan antipesawat.
Sebagian besar serangan Rusia dalam beberapa bulan terakhir dilancarkan melalui rudal jarak jauh.
Dalam kesempatan yang sama, Kristoffersen mendesak sekutu Barat untuk mempercepat pengiriman tank ke Ukraina, yang sejauh ini terkendala oleh Jerman.
"Jika mereka (Ukraina) ingin menyerang pada musim dingin, mereka akan membutuhkannya segera," tutur Kristoffersen.
Pada November, Panglima Militer Amerika Serikat Jenderal Mark Milley mengatakan bahwa tentara Rusia yang terluka atau tewas mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan jumlah korban yang mungkin serupa di pihak Ukraina. Bagaimanapun, angka-angka tersebut sulit diverifikasi. Baik Moskow maupun Kyiv belum memberikan laporan memadai tentang kerugian mereka akibat perang.
Jerman Menolak Kirimkan Tank, Tapi Siap Berikan Izin?
Meski ada permintaan mendesak dari Ukraina dan sejumlah negara Eropa untuk mengirimkan tank Leopard, tapi Jerman bergeming. Di lain sisi, sejumlah negara, termasuk Polandia, menyatakan siap mengirimkan tank Leopard mereka.
Namun, di bawah perjanjian lisensi Jerman, negara-negara lain tidak dapat mengirim tank tanpa persetujuan Berlin sebagai pabrikan. Dan kabar teranyar menyebutkan bahwa Jerman siap memberi wewenang kepada Polandia untuk mengirimkan tank Leopard.
"Jika kami ditanya pertanyaan itu maka kami tidak akan menghalangi," kata Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock tanpa menegaskan sikap negaranya pada Minggu (22/1). "Kami menyadari betapa pentingnya tank-tank ini dan itulah mengapa kami mendiskusikannya dengan mitra kami. Kami perlu memastikan nyawa orang terselamatkan dan wilayah Ukraina dibebaskan."
Sejauh ini, belum ada tank tempur rancangan Barat yang dipasok ke Ukraina.
"Setiap hari yang ditunda adalah kematian bagi warga Ukraina. Berpikirlah dengan cepat," ungkap penasihat presiden Ukraina, Mykhailo Podolyak, pada Sabtu (21/1).
Pernyataan Podolyak muncul menyusul pertemuan 50 negara di Pangkalan Udara Amerika Serikat di Ramstein, Jerman, pekan lalu. Hasil pertemuan itu menyetujui untuk memasok Ukraina dengan perangkat militer senilai miliaran dolar, termasuk kendaraan lapis baja dan amunisi.
Namun, keputusan pengiriman tank tempur Leopard 2 -yang dianggap sebagai salah satu model dengan kinerja terbaik di seluruh dunia- oleh Jerman gagal terwujud.
Dalam pernyataan bersama pada Sabtu, menteri luar negeri dari tiga negara Baltik - Latvia, Estonia, dan Lituania - mendesak Jerman untuk mengirimkan tank Leopard ke Ukraina sekarang.
Advertisement
Kapal Perang Rusia Ikut Latihan Bersama dengan China dan Afrika Selatan
Keengganan Jerman untuk mengirim Leopard ke Ukraina muncul saat Rusia bersiap untuk melenturkan kekuatan militernya dengan berpartisipasi dalam latihan angkatan laut bersama dengan China dan Afrika Selatan.
"Sebuah kapal perang Rusia yang dipersenjatai dengan senjata jelajah hipersonik generasi baru akan bergabung dengan kontingen dari kedua negara dalam latihan di dekat kota pelabuhan Durban dan Richards Bay di Afrika Selatan pada Februari," demikian laporan TASS.
Fregat, yang menyandang nama Laksamana Gorshkov, itu dipersenjatai dengan rudal Zircon yang dapat terbang dengan kecepatan sembilan kali kecepatan suara dan memiliki jangkauan yang dilaporkan hingga lebih dari 1.000 kilometer.
Rusia melihat senjata itu sebagai cara untuk menembus pertahanan rudal AS yang semakin canggih, yang diperingatkan oleh Presiden Vladimir Putin suatu hari nanti dapat menembak jatuh rudal nuklirnya.
Laksamana Gorshkov telah mengadakan latihan di Laut Norwegia pada awal bulan ini, setelah Putin mengirimnya ke Samudra Atlantik sebagai sinyal ke Barat bahwa Rusia tidak akan mundur atas perang di Ukraina.
Â
Â