Pakar Sebut Vladimir Putin Keburu Meninggal Saat Rusia Menang di Ukraina

Pakar di TV nasional Rusia menyuarakan hal berani terhadap Vladimir Putin dan invasi Rusia. Ia menyebut perang Rusia-Ukraina bisa berlangsung sangat lama,

oleh Tommy K. Rony diperbarui 07 Mar 2023, 14:32 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2023, 14:32 WIB
Pelatihan Militer Rekrutan Rusia untuk Perang Lawan Ukraina
Seorang rekrutan menembakkan rudal portabel saat pelatihan militer di lapangan tembak di wilayah Krasnodar, Rusia, 21 Oktober 2022. Presiden Rusia Vladimir Putin beberapa waktu lalu mengumumkan mobilisasi militer parsial. Akan ada 300.000 tentara cadangan dikirim berperang ke Ukraina. (AP Photo)

Liputan6.com, Moskow - Pakar politik Sergey Mikheyev memberikan asesmen yang berani di saluran TV pemerintah Rusia. Mikheyev menyebut perang Rusia Ukraina bisa berlangsung sangat lama, bahkan hingga Vladimir Putin meninggal.

"JIka kita meneruskan dengan cara dan kecepatan ini, kamu dan saya tidak akan hidup cukup panjang untuk melihat keberhasilannya," ujarnya seperti dikutip Newsweek, Selasa (7/3/2023).

Ucapan Mikheyev diterjemahkan oleh jurnalis bernama Julia Davis di Twitter.

"Mari kita jujur dengan diri sendiri," tambah Mikheyev, "kepemimpinan kita juga tidak akan hidup selama itu."

Awalnya, Rusia memang dinilai ingin melakukan blitzkrieg (perang kilat), namun Ukraina berhasil bertahan, pemerintah Barat memberikan bantuan ekonomi dan pertahanan, dan Presiden Volodymyr Zelensky juga menolak kabur dari Kyiv.

Saran yang diberikan Mikheyev adalah menjegal masuknya para politisi negara-negara Barat ke Ukraina. Selama perang berlangsung, sejumlah pejabat Barat kerap memberikan kunjungan kejutan ke Ukraina. Yang terbaru adalah Presiden Amerika Serikat Joe Biden. 

Mantan pejabat Kremlin, Sergei Markov, memberikan komentar kepada omongan Mikheyev, dan memprediksi perang bisa berlangsung hingga dua dekade.

"(Invasi Rusia) lebih panjang dari yang direncanakan dan diperkirakan, dan tidak ada akhir di depan mata," ujar Markov.

Rusia menyerang Ukraina pada 24 Februari 2022, setelah berulang kali membantah akan melakukan serangan.

Pada sebuah klip viral lain, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov sempat menyebut di India bahwa Ukraina yang menyerang duluan, alhasil ia justru ditertawakan oleh audiens.

Dubes Rusia: Ini Perang Proxy, Ukraina Kalah Tanpa NATO

Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com
Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Invasi Rusia masih terus berlanjut hingga akhir 2022. Rusia masih belum bisa menaklukkan Ukraina, meski situs Global Firepower menyebut Rusia memiliki militer terkuat di Benua Eropa. 

Namun, Ukraina masih terus melakukan resistensi. Wilayah-wilayah yang dianeksasi Rusia juga masih ditarget Ukraina untuk direbut. 

Pada akhir 2022, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, berkata bahwa Ukraina mendapat bantuan NATO sehingga bisa bertahan. Dubes Rusia berkata ada perang proxy. 

"Tentu tak mudah karena sekarang kita bertarung tidak melawan Ukraina tapi melawan NATO," ujar Dubes Rusia Lyudmila Vorobieva di rumah dinasnya, Rabu (21/12). 

Dubes Rusia bahkan berkata operasi militer negaranya bisa berakhir pada April 2022 jika Ukraina tidak dibantu NATO. Rusia lantas menyalahkan NATO yang melakukan perang proxy di tengah invasi.

"Jadi ini adalah perang proxy," ujar Dubes Rusia. "Bagi kami makna perang di Ukraina adalah perang proxy oleh barat dengan menggunakan Ukraina."

Meski pemerintah Inggris menyebut Rusia sedang mengalami kesulitan persenjataan, Dubes Vorobieva menyebut tentara Rusia masih terus bergerak maju. 

"Kami bisa melihat bahwa tentara kami bergerak maju. Pertempurannya saya bilang sangat berat," ucapnya. 

Lebih lanjut, Dubes Rusia juga berkata situasi ekonomi di negaranya tidak mengalami krisis, meski terkena sanksi. Sektor perbankan Rusia menjadi sasaran sanksi internasional. Dubes Rusia berkata sanksi-sanksi internasional bersifat ilegal, sehingga ia pun sampai harus membawa uang tunai terus.

Kanselir Jerman Peringatkan China: Akan Ada Konsekuensi Jika Membantu Rusia

Presiden AS Joe Biden, kanan, dan Presiden China Xi Jinping berjabat tangan sebelum pertemuan mereka di sela-sela KTT G20, Senin, 14 November 2022, di Nusa Dua, Bali, Indonesia. (Foto AP/Alex Brandon)
Presiden AS Joe Biden, kanan, dan Presiden China Xi Jinping berjabat tangan sebelum pertemuan mereka di sela-sela KTT G20, Senin, 14 November 2022, di Nusa Dua, Bali, Indonesia. (Foto AP/Alex Brandon)

Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan akan ada "konsekuensi" jika China mengirim senjata ke Rusia untuk memerangi Ukraina. Namun, Scholz cukup optimistis bahwa China akan menahan diri untuk tidak melakukannya.

Komentar Scholz muncul dalam wawancara dengan CNN yang ditayangkan Minggu (5/3/2023), dua hari setelah dia bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Washington. 

Para pejabat AS baru-baru ini memperingatkan bahwa China dapat mulai menyediakan senjata dan amunisi ke Rusia. Dan menjelang perjalanannya ke Washington, Scholz telah mendesak Beijing untuk menahan diri dari pengiriman senjata dan sebagai gantinya menggunakan pengaruhnya untuk menekan Rusia agar menarik pasukannya dari Ukraina.

Ditanya oleh CNN apakah dia dapat membayangkan sanksi bagi China jika negara itu benar membantu Rusia, Scholz menjawab, "Menurut saya itu akan memiliki konsekuensi, tetapi kami sekarang berada dalam tahap di mana kami menjelaskan bahwa ini tidak boleh terjadi dan saya relatif optimistis bahwa kami akan berhasil... tetapi kami harus sangat, sangat berhati-hati."

Kanselir Scholz tidak merinci konsekuensi yang dimaksudnya. Jerman merupakan ekonomi terbesar di Eropa dan China telah menjadi satu-satunya mitra dagang terbesarnya dalam beberapa tahun terakhir.

Ursula von der Lyen Angkat Suara

Presiden Komisi Eropa Uni Eropa Ursula von der Leyen.
Presiden Komisi Eropa Uni Eropa Ursula von der Leyen di pertemuan WEF 2023. Dok: YouTube/eudebate.tv

Pada Minggu, setelah kabinetnya menggelar pertemuan dengan Presiden Kanselir Eropa Ursula von der Leyen, Kanselir Scholz ditanya soal bukti di balik tuduhan AS bahwa China mempertimbangkan pengiriman senjata ke Rusia. Namun, dia tidak dapat mengonfirmasinya.

"Kita semua setuju bahwa tidak boleh ada pengiriman senjata dan pemerintah China telah menyatakan tidak akan mengirimkan apapun," jawab Kanselir Scholz. "Itulah yang kita tuntut dan awasi."

Sementara itu, Von der Leyen mengatakan, "Sejauh ini kami tidak memiliki bukti untuk (tuduhan) itu, tetapi kami harus mengamatinya setiap hari."

Lebih lanjut, Von der Leyen mengatakan bahwa apakah Uni Eropa akan memberikan sanksi kepada China karena memberikan bantuan militer kepada Rusia adalah pertanyaan hipotetis yang hanya dapat dijawab jika itu menjadi kenyataan dan fakta.

Infografis 5 Gejala Sakit Kepala Akibat Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 5 Gejala Sakit Kepala Akibat Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya