Liputan6.com, Kyiv - Ukraina membantah terlibat dalam ledakan tahun lalu yang merusak pipa gas Nord Stream, yang menghubungkan Rusia dan Eropa Barat. Bantahan itu muncul setelah laporan media Amerika Serikat (AS) dan Jerman menyebutkan bahwa kelompok pro-Ukraina mungkin berada di balik serangan tersebut.
"Meskipun saya menikmati kumpulan teori konspirasi lucu tentang pemerintah Ukraina, saya harus mengatakan, Ukraina tidak ada hubungannya dengan kecelakaan Laut Baltik dan tidak memiliki informasi tentang kelompok sabotase pro-Ukraina," twit penasihat Presiden Volodymyr Zelensky, Mykhailo Podolyak, pada Selasa (7/3/2023).
Baca Juga
Although I enjoy collecting amusing conspiracy theories about 🇺🇦 government, I have to say: 🇺🇦 has nothing to do with the Baltic Sea mishap and has no information about "pro-🇺🇦 sabotage groups". What happened to the Nord Stream pipelines? "They sank," as they say in RF itself...
— Михайло Подоляк (@Podolyak_M) March 7, 2023
Laporan yang dirilis The New York Times menyebutkan, para pejabat AS telah meninjau intelijen baru yang menunjukkan bahwa kelompok pro-Ukraina telah melakukan pengeboman bawah air yang menghantam pipa Nord Stream 1 dan 2 di Laut Baltik pada akhir September 2022.
Advertisement
Pipa Nord Stream telah lama dikritik oleh pejabat Ukraina sebagai simbol ketergantungan Uni Eropa pada pasokan energi Rusia sebelum dan sesudah invasi besar-besaran ke Ukraina yang dimulai pada Februari 2022.
Disabotase dengan Kapal Pesiar
Surat kabar harian Jerman Die Zeit melaporkan para pejabat yang menyelidiki ledakan itu juga menemukan indikasi para pelaku terkait dengan Ukraina, meskipun menambahkan mereka belum menetapkan siapa yang memerintahkan serangan itu.
Mengutip sumber di beberapa negara yang diwawancarai dalam penyelidikan, surat kabar itu mengatakan bahwa para penyelidik telah mengidentifikasi kapal yang diyakini melakukan operasi sabotase, yaitu sebuah kapal pesiar yang disewa oleh perusahaan berbasis di Polandia dengan pemilik Ukraina.
"Operasi lintas laut dilakukan oleh lima orang, yakni seorang kapten, dua penyelam, dan dua asisten penyelam bersama dengan seorang dokter wanita. Kewarganegaraan tersangka penyabot, yang menggunakan paspor palsu, tidak diketahui," demikian menurut laporan surat kabar Die Zeit seperti dilansir Financial Times, Rabu (8/3).
Die Zeit mengatakan kelompok itu berangkat dari Kota Rostock di Jerman utara pada 6 September, 20 hari sebelum ledakan, dan kemudian berlokasi di Pulau Christianø di Denmark.
Kapal tersebut dikembalikan ke pemiliknya dalam keadaan tidak bersih, di mana penyelidik menemukan jejak bahan peledak di kabin.
Advertisement
AS Menunggu Hasil Penyelidikan
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby mengatakan bahwa pemerintahan Joe Biden akan menunggu hasil penyelidikan formal yang dilakukan Jerman, Swedia, dan Denmark sebelum menarik kesimpulan apa pun.
"Kita harus membiarkan investigasi ini berakhir. Dan baru setelah itu kita harus melihat tindakan lanjutan apa yang mungkin atau mungkin tidak sesuai," kata Kirby.
Sementara itu, juru bicara pemerintah Jerman mengatakan, "Pemerintah federal telah mencatat laporan terbaru oleh The New York Times. Jaksa Penuntut Umum Federal telah menyelidiki masalah ini sejak awal Oktober 2022."
Juru bicara itu menambahkan, "Beberapa hari yang lalu, Swedia, Denmark, dan Jerman memberi tahu Dewan Keamanan PBB bahwa penyelidikan sedang berlangsung dan masih belum ada hasil."