Liputan6.com, Blantyre - Topan Freddy berkurang kekuatannya setelah melanda Malawi selatan dan menewaskan sedikitnya 225 orang. Jejak kehancurannya telah membuat orang yang selamat terjebak dan berjuang bertahan hidup.
Jumlah korban tewas Topan Freddy kemungkinan besar bisa meningkat karena komunikasi yang terbatas.
Awal mula topan ini muncul pada bulan Februari lalu dan sudah melanda beberapa wilayah di Afrika selatan, di antaranya Mozambik, Madagaskar, dan Malawi.
Advertisement
Disadur dari CNN, Kamis (16/3/2023), topan mematikan itu telah memecahkan rekor badai terlama dari jenisnya setelah mendarat di Mozambik untuk kedua kalinya, lebih dari dua minggu setelah yang pertama.
menurut Organisasi Meteorologi Dunia, Topan Freddy adalah salah satu topan terkuat yang pernah tercatat di belahan Bumi selatan.
Keberlangsungan badai yang lama, membuat komunikasi dan pasokan listrik di daerah tedampak terputus sehingga tingkat kerusakan dan jumlah korban tidak jelas.
Department of Disaster Management Affairs (DoDMA) atau Departemen Urusan Manajemen Bencana negara itu mengatakan dalam pembaruan Rabu 15 Maret 2023 bahwa 707 orang terluka dan 41 dilaporkan hilang, menurut laporan yang diterima dari 12 daerah yang terkena dampak.
Chilobwe, salah satu daerah yang paling terpukul, adalah sebuah kota di dekat kota Blantyre, Malawi. Terletak di bawah bukit, mereka mengatakan telah melihat air mengalir turun dari atas pada Minggu 12 Maret malam.
Pihak berwenang mengatakan lebih dari 30 orang dari daerah itu tewas dan puluhan lainnya masih hilang.
Saat upaya pencarian dan penyelamatan terus berlanjut, pada Senin 13 Maret, orang-orang terlihat menggunakan sekop, bahkan dengan tangan kosong, untuk mencari mereka yang terjebak di reruntuhan.
Di Mozambik, setidaknya 10 orang tewas dan 13 lainnya luka-luka di Provinsi Zambezia, menurut penyiar Radio Mozambik, mengutip Institut Nasional Manajemen Risiko Bencana.
Lebih dari 22.000 orang telah mengungsi akibat badai tropis itu, menurut Radio Mozambique.
"Kemungkinan besar jumlah itu akan naik," kata Guy Taylor, kepala advokasi, komunikasi dan kemitraan UNICEF di Mozambik, kepada CNN hari Selasa.
"Ukuran atau kekuatan badai jauh lebih tinggi daripada yang terakhir kali ... dampak kerusakan dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat lebih besar," kata Guy Taylor.
Kisah Seorang Ibu Terkena Topan Freddy
Dorothy Wachepa, wanita berusia 39 tahun, sedang tidur ketika dia terbangun oleh suara yang "menyerupai suara pesawat."
"Saat itu sekitar pukul 12 dan saya mendengar suara itu disertai teriakan dari orang-orang di dataran tinggi," kata ibu empat anak itu kepada CNN.
Yang terjadi selanjutnya adalah semburan air berlumpur, disertai bebatuan dan pepohonan, meluncur menuruni gunung. Semua harta miliknya hanyut.
"Semuanya hilang. Saya berbisnis kecil-kecilan menjual sayuran karena suami saya meninggal pada tahun 2014. Saya menghidupi anak-anak dari hal kecil yang saya miliki," tambahnya.
Wachepa mengatakan dia dan anak-anaknya beruntung bisa keluar rumah hidup-hidup.
Sebanyak sembilan orang, termasuk tetangga Wachepa dan sejumlah anak di sekitarnya, tewas akibat hujan yang disebabkan Topan Freddy.
Wachepa merupakan satu dari puluhan orang yang mencari perlindungan di sebuah gereja lokal. Dia hanya memiliki selembar kain untuk menutupi dirinya dan anak-anaknya dari malam yang berangin dan dingin.
"Kami telah menerima beberapa selimut dan lembaran plastik hari ini, semoga malam ini kami bisa tidur," kata Wachepa.
Advertisement
Kisah Keluarga Tewas Terhanyut
Sarah Chinangwa, wanita berusia 25 tahun itu tidak bisa menyembunyikan air matanya saat menceritakan bagaimana enam orang yang dicintainya tewas pada Minggu 12 Maret malam.
"Adik saya dan kedua anaknya sedang tidur ketika air datang. Saya tinggal dekat dengan mereka, dan sempat mencoba berteriak agar mereka keluar," katanya.
"Mereka akhirnya keluar dan berdiri di atas batu yang berada di tempat yang lebih tinggi, tetapi beberapa saat kemudian mereka semua hanyut," katanya, dia juga menambahkan bahwa rumahnya sendiri hancur. "Aku tidak tahu harus berbuat apa sekarang."
Kementerian Sumber Daya Alam dan Perubahan Iklim Malawi mengatakan pada Selasa 14 Maret bahwa topan itu "melemah tetapi akan terus menyebabkan hujan lebat yang terkait dengan kondisi berangin di sebagian besar distrik Malawi Selatan."
"Ancaman banjir besar dan angin yang merusak masih sangat tinggi," tambah laporan itu.
Visibilitas Hampir Nol
Charles Kalemba, seorang komisaris untuk Badan Urusan Manajemen Bencana, mengatakan pada Selasa 14 Maret bahwa situasi telah memburuk di Malawi selatan.
"Hari ini lebih buruk. Sejumlah tempat banjir, beberapa jalan serta jembatan terputus. Visibilitas hampir nol. Listrik mati dan juga jaringan bermasalah. Ini menjadi semakin mengerikan,” kata Kalemba, menambahkan bahwa operasi penyelamatan juga dipengaruhi oleh cuaca buruk.
"Kami perlu menggunakan mesin (untuk operasi penyelamatan) tetapi mesin tidak dapat pergi ke tempat yang seharusnya mereka gali karena hujan," tambah Kalemba.
Departemen Perubahan Iklim dan Layanan Meteorologi Malawi memperingatkan bahwa ancaman angin yang merusak dan banjir besar tetap sangat tinggi.
Kalemba menambahkan, perbaikan cuaca diperkirakan mulai hari Rabu. “Kemungkinan besok topan sudah lewat. Kami berharap untuk melihat peningkatan mulai besok, tetapi hari ini malah lebih buruk. Ada hujan lebat dan banyak air.
Advertisement