Liputan6.com, Beijing - Amerika Serikat mengirim kapal perang ke perairan dan gugus kepulauan yang disengketakan di Laut China Selatan. Langkah itu disambut 'amarah' oleh Tiongkok.
Kementerian Pertahanan Tiongkok mengatakan akan terus memantau aktifitas kapal Angkatan Laut AS USS Milius (destroyer-class) selama dua hari berturut-turut.
Baca Juga
AS mengatakan bahwa USS Milius tengah "menegaskan hak navigasi di perairan internasional". Namun, lokasi pelayaran dekat dengan Kepulauan Paracel, gugus pulau yang disengketakan namun diklaim kepemilikannya secara sepihak oleh China.
Advertisement
Di samping China, Paracel juga diklaim oleh Taiwan dan Vietnam.
"Kami dengan tegas menuntut AS untuk segera menghentikannya tindakan provokatif, jika tidak maka akan menanggung yang serius konsekuensi dari insiden yang tidak terduga," kata Tan Kefei juru bicara Kemhan China pada Jumat 24 Maret 2023, dikutip dari TRT World (25/3).
Angkatan Laut AS mengatakan kapal bersenjatakan rudal kendali itu tengah menegaskan hak navigasi dan kebebasannya di perairan internasional.
"Klaim maritim yang melanggar hukum dan luas di Laut China Selatan menimbulkan ancaman serius bagi kebebasan laut, termasuk kebebasan navigasi dan penerbangan, perdagangan bebas dan perdagangan tanpa hambatan, dan kebebasan peluang ekonomi bagi negara-negara pesisir Laut China Selatan," bunyi pernyataan Armada ke-7 Angkatan Laut AS.
"Pasukan AS beroperasi di Laut China Selatan setiap hari," lanjut pernyataan itu.
"Kami menentang segala bentuk klaim maritim yang berlebihan di seluruh dunia terlepas dari identitas penggugat."
Hari Kedua Berturut-turut
Itu adalah hari kedua berturut-turut dari perselisihan antara dua negara besar di tengah meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan.
Pada Kamis 23 Maret, USS Milius berlayar di dekat Paracel. China merespons dengan mengatakan bahwa AL dan Angkatan Udara-nya telah mengusir kapal Amerika itu. AS membantahnya.
Kapal AS yang sama, pada Jumat, berlayar lagi di sekitar Paracel, sebagai bagian dari apa yang disebut oleh Amerika sebagai "operasi kebebasan navigasi".
"Tindakan militer AS secara serius melanggar kedaulatan dan keamanan China, sangat melanggar hukum internasional, dan merupakan bukti kuat dari AS mengejar hegemoni navigasi dan memiliterisasi Laut China Selatan," kata juru bicara kementerian Tan Kefei, dikutip dari Asahi Shimbun.
Advertisement
Klaim atas Laut China Selatan
AS tidak memiliki klaim Laut China Selatan sendiri, tetapi telah mengerahkan aset Angkatan Laut dan Angkatan Udara selama beberapa dekade untuk berpatroli di jalur air strategis itu.
Laut China Selatan merupakan tempat transit perdagangan global senilai sekitar $5 triliun setiap tahun dan yang menyimpan stok ikan dan sumber daya mineral bawah laut yang sangat berharga.
Pengadilan arbitrase yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa memutuskan pada tahun 2016 bahwa klaim historis dari China atas perairan tersebut tidak memiliki dasar hukum berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982.
Washington menyatakan bahwa kebebasan navigasi dan penerbangan di atas jalur air tersebut berada di kepentingan nasional Amerika.
Pasukan AS saat ini beroperasi di Laut China Selatan setiap hari dan telah hadir selama lebih dari satu abad. China secara teratur menanggapi dengan marah, menuduh AS mencampuri urusan Asia dan melanggar kedaulatannya.
Klaim China telah sering membuatnya berkonflik dengan negara-negara lain di kawasan itu juga, dan diplomat Filipina diperkirakan akan melancarkan serangkaian protes pada hari Jumat atas penargetan China baru-baru ini terhadap kapal penjaga pantai Filipina dengan laser militer yang kuat dan perilaku agresif lainnya.