Direktur Museum Macan Ungkap Peran Seniman di Bidang Lingkungan

Melihat peran seniman dalam membuka wawasan masyarakat soal lingkungan.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 19 Mei 2023, 21:46 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2023, 20:03 WIB
Ghost Nets: Awakening the Drifting Giants, karya yang ditampilkan di Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (MACAN) Jakarta (19/5/2023).
Ghost Nets: Awakening the Drifting Giants, karya yang ditampilkan di Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (MACAN) Jakarta (19/5/2023). (Sumber: Liputan6/Chesa Saputra)

Liputan6.com, Jakarta - Kedutaan Besar Australia baru-baru ini membawa seniman dari Pulau Erub untuk memamerkan karya seni mereka di Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara atau (MACAN) di Jakarta. 

Seni karya tim Erub Arts dari Australia itu menampilkan bagaimana 'ghost nets' yang merusak lingkungan bisa diubah menjadi karya seni yang memukau.

'Ghost nets' merupakan jaring-jaring penangkap ikan yang ditelantarkan di laut, sehingga bisa merusak karang dan membunuh ikan. 

Direktur Museum MACAN, Aaron Seeto, berkata ini bukan pertama kalinya museum tersebut memamerkan karya terkait lingkungan. Ia berkata seniman memiliki kekuatan untuk membuka mata masyarakat terkait isu lingkungan yang saat ini sedang ramai dibahas di dunia, terutama karena dampak krisis iklim. 

"Saya pikir kita semua harus berkomitmen terhadap lingkungan," ujar Seeto kepada Liputan6.com di Museum MACAN, Jumat (19/5/2023).

Seeto juga menjelaskan bahwa karya seni bertajuk "Ghost Nets: Awakening The Drifting Giants" - yang dipuji Seeto karena perpaduan warnanya - merupakan bagian dari senimannya sendiri, yakni terkait tempat tinggal mereka.

Para seniman dari Erub Arts itu berasal dari Pulau Erub yang terdampak karena jaring-jaring yang terbawa arus ke pulau kecil mereka. Alhasil, karang dan ikan terdampak.

Berkat para seniman, masyarakat bisa tambah sadar mengenai masalah lingkungan.

"Saya pikir semua orang harus sadar mengenai lingkungan. Tak hanya seniman saja. Tetapi saya pikir seni adalah cara yang hebat untuk membuka mata, membuka pikiran, dan para seniman bisa memberikan kita tentang hal-hal yang tidak kita lihat, dan memberikan kita pemahaman tentang masalah yang ada di lingkungan," jelas Seeto.

Robot Terinspirasi Ubur-Ubur Bisa Jadi Solusi Bersihkan Sampah Laut

Ilustrasi
Ilustrasi sampah plastik di laut. (dok. unsplash @naja_bertolt_jensen)

Masih di isu lingkungan, sebelumnya dilaporkan para ilmuwan di Max Planck Institute for Intelligent Systems (MPI-IS) di Stuttgart telah mengembangkan robot serbaguna, hemat energi, dan bebas suara yang terinspirasi oleh gerakan berenang ubur-ubur.

Robot ini ditujukan untuk mengatasi masalah sampah laut, terutama di sekitar terumbu karang, di mana ekosistem yang rapuh sangat sensitif terhadap gundukan sampah.

Tim ilmuwan menggunakan aktuator elektrohidraulik untuk membuat otot buatan yang menggerakkan robot, dan bantalan udara, serta komponen lunak dan kaku, untuk menstabilkan dan membuatnya tahan air.

Robot yang dinamakan Jellyfish-Bot ini dapat berenang dengan anggun dan menciptakan pusaran di bawah tubuhnya, yang membantu sirkulasi air di sekelilingnya. Fungsi ini berguna untuk mengumpulkan benda-benda seperti partikel sampah dan sampel biologis yang rapuh seperti telur ikan.

Kemudian robot itu dapat mengangkut sampah ke permukaan, di mana sampah tersebut nantinya dapat didaur ulang, tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar.

Tianlu Wang, seorang postdoc di Departemen Intelijen Fisik di MPI-IS dan penulis pertama publikasi tersebut, menjelaskan bahwa robot tersebut dapat menjebak objek di sepanjang jalurnya saat menciptakan arus di sekitar tubuhnya, seperti ubur-ubur yang berenang ke atas.

Aman Bagi Manusia dan Ikan

Ilustrasi
Ilustrasi sampah plastik di laut. (dok. unsplash @naja_bertolt_jensen)

Interaksi dengan spesies akuatik dilakukan dengan lembut dan nyaris tanpa suara, sehingga aman bagi manusia dan ikan. 

Hyeong-Joon Joo dari Departemen Material Robotik menambahkan bahwa 70% sampah laut diperkirakan tenggelam ke dasar laut, dan plastik membentuk lebih dari 60% sampah ini, membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai. Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk mengembangkan robot yang dapat memanipulasi benda-benda seperti sampah dan mengangkutnya ke atas.

Jellyfish-Bots dapat memindahkan dan menjebak objek tanpa kontak fisik, baik secara sendiri maupun dikombinasikan dengan beberapa robot.

Setiap robot bekerja lebih cepat daripada penemuan lain yang sebanding, mencapai kecepatan hingga 6,1 cm/detik, dan hanya membutuhkan daya input yang rendah sekitar 100 mW. Sementara itu, kebisingan dari robot tidak dapat dibedakan dari tingkat latar belakang.

Struktur Robot

Robot ini terdiri dari beberapa lapisan, termasuk beberapa lapisan yang membuat robot menjadi kaku, lapisan lain yang membuatnya tetap mengapung atau mengisolasinya, dan lapisan polimer lebih lanjut yang berfungsi sebagai kulit mengambang.

Otot buatan bertenaga listrik robot, yang dikenal sebagai HASEL, tertanam di tengah-tengah lapisan yang berbeda. HASEL adalah kantong plastik berisi dielektrik cair yang sebagian ditutupi oleh elektroda.

Langkah pertama adalah mengembangkan Jellyfish-Bot dengan satu elektroda dengan enam jari atau lengan. Pada langkah kedua, tim membagi elektroda tunggal menjadi beberapa kelompok terpisah untuk menggerakkannya secara mandiri.

Hal ini memungkinkan mereka untuk menggenggam objek dengan membuat empat lengan berfungsi sebagai baling-baling, dan dua lengan lainnya sebagai pencengkeram.

Bahaya Sampah Plastik di Laut
Infografis bahaya sampah plastik di laut. (dok. TKN PSL)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya