Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar Republik Rakyat China (RRC) untuk Indonesia, Lu Kang, membantah bahwa ada persekusi terhadap minoritas Muslim di Xinjiang. Lu Kang berkata ia sudah bicara terkait isu ini dengan kelompok-kelompok Muslim di Indonesia bahwa tak ada persekusi.Â
Kendati demikian Dubes Lu Kang tidak memberikan informasi detail terkait kelompok-kelompok Muslim yang dimaksudnya.
Baca Juga
Tudingan adanya persekusi Uyghur diklaim sebagai rekaan negara dan media Barat.
Advertisement
"Bagi mereka semua yang sudah pernah ke China, terutama yang pernah ke Daerah Otonom Xinjiang, mereka tidak akan percaya fitnah-fitnah yang dibuat oleh pemerintah dan media Barat," ujar Dubes RRC Lu Kang di acara International Seminar on China's Ä°nfluence in the Middle East and Prospect for Stability and Peace yang digelar School of Strategic and Global Studies (SSGS) Universitas Indonesia, Senin (26/6/2023).
Dubes Lu Kang membantah bahwa kelompok minoritas Uyghur dilarang puasa atau beribadah. Selain itu, ia berkata tidak ada genosida di Xinjiang, sebab populasi Uyghur bertambah.
"Dalam enam dekade terakhir, populasi warga Uyghur di Xinjiang naik dari 2,2 juta menjadi 12 juta," ujar Lu Kang.
Lebih lanjut, Dubes Lu Kang berkata ada banyak masjid di Xinjiang dan bagi "setiap 500 orang Muslim ada sebuah masjid". Ia pun menyebut ada pihak-pihak yang menggunakan isu HAM untuk agendanya masing-masing. Lu Kang berkata bahwa tidak boleh ada negara yang ikut campur urusan internal negara lain.
Sebelumnya, Radio Free Asia melaporkan ada pelarangan ibadah sholat id di Xinjiang. Warga yang boleh sholat hanya yang lansia, ada juga masjid-masjid yang dirusak.
Palestina Bela Kebijakan China ke Muslim Uyghur di Xinjiang
Sebelumnya, Presiden Palestina Mahmoud Abbas membela kebijakan pemerintahan Xi Jinping di Xinjiang. Padahal, kebijakan China di Uyghur kerap menuai kritikan internasional karena dianggap melanggar HAM kelompok minoritas Muslim Uyghur.
Presiden Palestina sebelumnya yakni Yasser Arafat juga sebetulnya membela Uyghur. Pembelaan pemerintahan Abbas terhadap China dinilai pakar politik sebagai kebijakan yang pragmatis.Â
Berdasarkan laporan Radio Free Asia, Senin (19/6), Presiden Abbas dan Presiden Xi Jinping memberikan deklarasi bersama bahwa "isu-isu terkait Xinjiang bukanlah isu HAM sama sekali".
Kedua negara sepakat bahwa isu Xinjiang lebih mengarah ke anti-terorisme kekerasan, deradikalisasi, dan anti-separatisme.
"Palestina secara tegas menolak ikut campur di urusan-urusan internal China di bawah preteks isu-isu terkait Xinjiang," tulis deklarasi presiden Palestina-China.
Selama ini, pemerintah China sering menggunakan narasi serupa, yakni kebijakan di Xinjiang adalah terkait separatisme, sehingga China menolak kritikan pelanggaran HAM.
Deklarasi tersebut juga mempertegas prinsip Satu China, bahwa pemerintahan Xi Jinping adalah "satu-satunya pemerintahan legal yang mewakili seluruh China".
Presiden Abbas berkunjung ke China selama empat hari untuk memperkuat hubungan kedua negara.
Pakar urusan Palestina dari Universitas Hacettepe di Turki, Erkin Ekren, menyebut Palestina sebetulnya memiliki alasan-alasan untuk mendukung Uyghur. Akan tetapi, pemerintahan Abbas sudah semakin ketergantungan dengan China.
Ekren berkata Abbas butuh pendanaan dan teknologi China, selain itu Ekren menilai Palestina butuh dukungan China di ranah internasional.
"Isu Uyghur tidak selaras dengan kepentingan-kepentingan Palestina," jelas Ekren.
"Keuntungan-keuntungan yang mereka bisa dapat dari China mengalahkan keuntungan-keuntungan mendukung Uyghur," ungkap Ekren. "Pada situasi seperti ini isu Uyghur, meski faktanya Uyghur adalah orang Muslim, bukanlah prioritas bagi mereka."
Advertisement