Uni Eropa Khawatir Jika Menko Luhut Stop Kirim Sawit?

Menlu Uni Eropa Josep Borrell menjawab ancaman Menko Luhut soal sawit.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 15 Jul 2023, 08:00 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2023, 08:00 WIB
Menlu Uni Eropa Josep Borrell dan Menlu RI Retno Marsudi di Jakarta.
Menlu Uni Eropa Josep Borrell dan Menlu RI Retno Marsudi di Jakarta. Dok: Twitter @JosepBorrellF

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell menjawab protes pemerintahan Joko Widodo terkait UU Anti-Deforestasi. Ia pun merespons ucapan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan untuk menyetop ekspor sawit ke Uni Eropa gara-gara aturan tersebut. 

Sebagai informasi, aturan anti-deforestasi Uni Eropa melarang masuknya produk-produk yang mengakibatkan deforestasi setelah tahun 2020. Uni Eropa menyebut tidak ingin produk yang mereka konsumsi ternyata pemicu deforestasi. 

Dalam press briefing pada Jumat malam (14/7/2023), Josep Borrell mengakui bahwa ada yang berpikir mata pencaharian mereka terancam aturan itu. Terkait ancaman Menko Luhut, ia berkata sudah ada tim untuk mencari solusi terkait regulasi baru tersebut. 

"Kita punya satgas. Biarkan satgas bekerja dan memberikan solusi-solusi. Mari cari solusinya," jelas Josep Borrell

"Bawa orang-orang dari sisimu dan sisi saya untuk bekerja, dan menghadirkan kita solusi praktis, jika ada. Apabila mereka bilang tidak ada solusi, maka barulah saya khawatir," kata politisi Spanyol itu. 

Transisi Energi Adil ala Uni Eropa 

Josep Borrell juga mengakui bahwa transisi berkelanjutan ada harganya, maka dari itu Uni Eropa menawarkan solusi Transisi Energi Adil (Just Energy Transition) yang mana Uni Eropa memberikan pendanaan ke negara-negara mitra. 

"Perubahan iklim ada harganya, karena sejumlah kegiatan harus berhenti. Deforestasi tak boleh berlanjut. Batu bara tak boleh dibakar. Banyak minyak akan tetap berada di dalam tanah karena kita jika kita membakar semua batu bara dan minyak di dalam tanah, kita akan menghancurkan tanahnya, planetnya," ujar Borrell. 

Ia pun menjelaskan bahwa aturan anti-deforestasi ini tidak hanya untuk Indonesia saja, tetapi semua kawasan yang suka menebang hutan. 

"Tak hanya untuk Indonesia, melainkan ke Brazil, ke Afrika Tengah, ada hutan yang kami ingin cegah deforestasi," ujar Borrell yang menyebut bahwa dua abad lalu deforestasi juga terjadi di Eropa. 

"Jika semua orang memotong pohon di dunia, maka kita tidak bisa menghentikan perubahan iklim," tegas Borrell.

Pengusaha Siap Laksanakan Penghentian Ekspor Sawit

Petani sawit di Riau memanen dan menimbang buah untuk dijual ke pabrik.
Petani sawit di Riau memanen dan menimbang buah untuk dijual ke pabrik. (Liputan6.com/M Syukur)

Sebelumnya dilaporkan, menanggapi ucapan Menko Luhut, Ketua Umum Asosiasi Oetani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Menurung sepakat dengan langkah Menko Luhut. Dia bahkan mensinyalir kalau European Union Deforestation-Free Regulations (EUDR) adalah satu proses 'politik dagang' dari negara eropa.

"Kami APKASINDO sejak awal sudah menggambarkan bahwa EUDR itu gak lebih dari 'politik dagang' yang bertujuan untuk mengamankan petani penghasil minyak nabati di UE," kata dia kepada Liputan6.com, Sabtu (24/6).

Dia menuturkan, dalam sistem pertahanan ketahanan pangan suatu negara apalagi sebesar Uni Eropa yang terdiri dari 27 negara, ini jadi langkah wajar dan harus dilakukan Komisi EU. Jika tidak dilakukan, dinilai bisa memperburuk hubungan negara-negara di Uni Eropa.

"Maka dari itu Indnesia juga harus melakukan 'kontra strategi'. Indonesia juga harus melakukan penyelamatan produk unggulannya yakni Minyak Sawit. Rencana mengalihkan (ekspor) CPO ke UE ke negara lain (Afrika) adalah hal yang wajar, masak negara diam saja," tuturnya.

Ada KeseimbanganMelalui langkah ini, Gulat melihat ada peluang keseimbangan antara rasio ekspor dan stok CPO domestik. Jika hal ini bisa terjaga, maka harga tandan buah segar (TBS) dari petani pun ikut terjaga harganya.

Pasalnya, kata dia, ketika stok CPO di dalam negeri terlalu banyak, maka akan menurunkan harga TBS petani di sektor hulu. Alhasil, petani sawit lah yang akan merasa rugi.

"Tapi perlu dicatat bahwa tahun 2022 lalu ekspor kita ke UE tercatat hanya 2,05 jt ton, sangat sedikit. Jadi mengalihkan itu adalah opsi yang wajar," ungkapnya.

infografis journal
infografis 10 Daerah Penghasil Kelapa Sawit Terbesar di Indonesia pada 2021. (Liputan6.com/Tri Yasni).
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya