Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI menyatakan bahwa para WNI berada dalam kondisi aman meski ada pergolakan militer dan politik di Gabon. Seperti dilaporkan sebelumnya, kekuasaan Presiden Ali Bongo Ondima direbut oleh militer usai pemilu.
Pemilu 2023 di Gabon dinilai sarat kecurangan oleh para pendemo. Ali Bongo lantas dilengserkan dan menjadi tahanan rumah.
Ada lebih dari 700 WNI yang ternyata berada di Gabon. Indonesia tidak punya kedutaan besar di Gabon, namun diwakili oleh konsulat kehormatan. Namun, wilayah Gabon diawasi oleh KBRI Abuja yang berada di Nigeria.
Advertisement
"KBRI Abuja dan Konsul Kehormatan RI di Gabon terus memonitor situasi di Gabon pasca kudeta militer. Situasi di Libreville tetap aman dan tertib. Terdapat 708 WNI yang tinggal di Gabon. Mayoritas adalah pekerja migran yang bekerja di industri perkayuan yang tinggal jauh dari Libreville. Mereka dalam keadaan aman dan tenang," ujar Direktur Perlindungan WNI Judha Nugraha, Kamis sore (31/8/2023).
Selain itu, Judha juga meminta agar WNI terus mengikuti perkembangan informasi dan selalu berkomunikasi dengan KBRI Abuja di tengah pergolakan kekuasaan ini.
"KBRI juga telah sampaikan imbauan kepada para WNI agar terus waspada dan mengikuti perkembangan situasi serta jika mengalami permasalahan segera menghubungi hotline KBRI Abuja," tegas Judha.
AS Ikut Prihatin
Sebelumnya dilaporkan, pemerintah Amerika Serikat (AS) menyampaikan keprihatinan soal kudeta militer yang terjadi di Gabon. Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller menegaskan bahwa AS tidak mendukung perebutan suara secara militer, meski mengakui ada yang aneh pada pemilu Gabon.
"Amerika Serikat sangat prihatin terhadap kejadian-kejadian yang berkembang di Gabon. Kami tetap secara tegas melawan perebutan kekuasaan atau transfer kekuasaan secara konstitusional," tulis pernyataan Matthew Miller, seperti dilansir situs State.gov, Kamis (31/8).
Miller turut menyampaikan agar pihak-pihak yang terlibat kudeta Gabon untuk menjaga keselamatan para anggota-anggota pemerintahan, serta keluarga mereka. Semua pihak yang terlibat juga diminta menahan diri.
Namun, AS mengakui bahwa ada keanehan dalam pemilu Gabon. Kudeta militer ini terjadi setelah presiden petahana Ali Bongo kembali memenangkan pemilu. Media-media Barat melaporkan bahwa Ali Bongo menang dengan perolehan suara lebih dari 60 persen.
"Kami juga mencatat dengan prihatin terhadap kurangnya transparansi dan laporan-laporan keanehan di seputar pemilu. Amerika Serikat berdiri bersama rakyat Gabon," tulis pernyataan Miller.
Advertisement
Pemimpin Baru di Gabon
Berdasarkan laporan AP News, prajurit-prajurit Gabon telah mengangkat kepala penjaga republik Jenderal Brice Clotaire Oligui Nguema sebagai pemimpin baru di Gabon.
Oligui ternyata adalah sepupu dari Bongo. AP News menyorot bahwa Bongo dan mendiang ayahnya telah berkuasa di Gabon selama 55 tahun.
Keadaan Bongo saat ini sedang ditahan di kediamannya. Pada sebuah pesan video, ia meminta agar rakyat bersuara terhadap kejadian ini. Namun, warga yang turun ke jalanan justru merayakan lengsernya Bongo yang dituduh semakin kaya berkat sumber daya alam negara, sementara banyak rakyat yang kesulitan.
Sekelompok perwira tinggi militer di Gabon, Afrika Barat, lantas mengumumkan di televisi publik pada Rabu (30/8) bahwa mereka mengakhiri rezim saat ini dan membatalkan hasil pemilu nasional.
Pernyataan itu muncul tepat setelah otoritas pemilu di negara itu menyatakan Presiden Ali Bongo Ondimba sebagai pemenang untuk masa jabatan berikutnya.
Bongo telah berkuasa di negara tersebut selama 14 tahun, mengikuti jejak ayahnya yang memimpin negara tersebut selama lebih dari empat dekade sebelumnya.