Liputan6.com, Seoul - Korea Selatan (Korsel) saat ini sedang kebingungan mencari asisten rumah tangga (ART). Pasalnya, warga pasokan ART dalam negeri terus berkurang. Negara itu pun melirik Asia Tenggara untuk mencari ART.
Berdasarkan laporan Yonhap, Jumat (1/9/2023), minat warga lokal Korsel menjadi ART dilaporkan masih sedikit, walau permintaan justru sedang meroket. Kebanyakan yang kerja jadi ART juga sudah usia 50 tahun ke atas.
Baca Juga
Pemerintah lantas membuat program untuk mecari ART dari luar negeri yang usianya lebih muda. Pada Desember mendatang, program ini akan dimulai dengan mencari 100 orang untuk menjadi ART.
Advertisement
Mayoritas orang yang direkrut adalah berasal dari Asia Tenggara. Mereka akan ditugaskan untuk mengurus rumah (housekeeping) dan merawat anak selama enam bulan.
Prioritas di program itu adalah keluarga dengan suami-istri yang bekerja dan berusia 20 tahunan dan 40 tahunan. Keluarga single parent juga menjadi prioritas, begitu pula keluarga dengan ibu hamil dan keluarga yang memiliki banyak anak.
Berapa Gajinya?
Menurut Yonhap, gaji ART di Korea Selatan mencapai 15 ribu won (Rp 173 ribu) per jam. ART asing diprediksi bisa dibayar dengan ongkos yang lebih terjangkau.
Biasanya, ART yang tinggal di rumah dibayar antara 3,5 juta won (Rp 40,4 juta) hingga 4,5 juta won (Rp 52 juta) per bulan di Korsel.
Selain itu, pemerintah Korsel juga menawarkan opsi kerja part-time bagi para ART.
Pemerintah Korsel akan menerima pekerja asing dengan visa E-9. Screening pun sedang dilakukan untuk para kandidat potensial berusia 24 tahun ke atas.
Screening itu akan melihat latar belakang pelamar, termasuk pekerjaan, catatan kriminal, narkoba, serta kemampuan Bahasa Korea dan Inggris.
1 won: Rp 11
Punya 9 Mobil, Datuk Malaysia Tidak Beri Gaji WNI Selama 5 Tahun
Beralihi ke nasib PMI di negeri jiran Malaysia, seorang warga Banjarnegara yang menjadi asisten rumah tangga (ART) di Malaysia dilaporkan menjadi korban penganiayaan. Pelakunya adalah seorang datuk yang pernah aktif di dunia politik Malaysia.
Korban bernama Nunik (nama samaran) itu mengalami penyiksaan fisik dan tidak digaji selama lima tahun. Padahal, pelaku merupakan orang kaya dan punya sembilan mobil.
“Majikan saya padahal punya 9 mobil dan rumah mewah 3 lantai tapi saya tidak digaji bertahun-tahun," ujar Nunik, seperti dilaporkan KBRI Kuala Lumpur, Rabu (30/8).
KBRI Kuala Lumpur menyebut Nunik sempat menangis di hadapan Duta Besar RI untuk Malaysia Hermono. Nunik juga menyebut pernah disiram air panas oleh sang datuk. Ketika disiksa secara fisik, Nunik juga tidak diberi tahu apa kesalahannya.
Nunik pernah mencoba kabur pada tahun kedua dari rumah majikannya, namun gagal karena ditemukan majikan dan dihukum secara fisik serta dipaksa kembali bekerja. Selama bekerja menurut pengakuannya, Nunik hanya diberikan kesempatan berkomunikasi dengan keluarganya pada tahun pertama saja, selebihnya tidak pernah diberikan kesempatan lagi.
“Saya sudah tidak tahan lagi menerima siksaan-siksaan majikan, jadi berusaha kabur dan ingin kembali ke Indonesia”, ungkap Nunik sambil menangis.
Nunik berhasil melarikan dari penganiayaan itu dengan bantuan warga setempat yang tinggal tidak jauh dari majikan setelah lima tahun bekerja. KBRI Kuala Lumpur menerima Nunik setelah diantarkan dengan kondisi wajah penuh dengan luka lebam akibat dipukul dan kepala berdarah akibat dipukul menggunakan telepon genggam oleh majikan.
Advertisement
KBRI Kuala Lumpur Memberikan Perlindungan
Dubes Hermono mengemukakan, KBRI Kuala Lumpur memberikan upaya pelindungan kepada Nunik dari proses penyembuhan luka-lukanya hingga tahapan proses tuntutan hukum pidana atas tindak kekerasan dan bekerja tanpa digaji. KBRI Kuala Lumpur telah berhasil menghubungi pihak keluarga di Banjarnegara yang selama ini kehilangan kontak dengan Nunik.
Menanggapi kesaksian Nunik, Dubes Hermono mengungkapkan “Berdasarkan fakta tersebut, ini menunjukkan bahwa sebagian besar kasus eksploitasi terhadap PMI dilakukan oleh majikan yang mapan secara finansial, dan dengan faktor kesengajaan melakukan pelanggaran hak-hak serta dengan sengaja merendahkan martabat pekerja rumah tangga Indonesia.”
Berdasarkan keterangan Kepolisian setempat, para tersangka akan dituntut dengan pasal pidana bagi penyiksaan berat. Dubes Hermono menyampaikan kepada petugas penyidik kasus agar pelaku menerima hukuman yang adil sesuai UU Pidana Malaysia guna memberikan efek jera kepada majikan yang tindak kekerasan kepada ART Indonesia.
Indonesia dan Malaysia telah menandatangani MoU Pelindungan Pekerja Domestik pada 1 April 2022, meskipun demikian masih terus terjadi pelanggaran terhadap hak-hak PMI.
Kasus terbanyak adalah gaji tidak dibayar, larangan berkomunikasi, penahanan paspor, termasuk kekerasan fisik yang dialami oleh ART Nunik. Hampir semua kasus PMI yang bermasalah merupakan mereka yang bekerja di sektor rumah tangga dan tidak memiliki visa kerja.