Jenderal AS: Serangan Balasan Ukraina ke Rusia Punya Waktu 30 Hari Lagi

Jenderal AS mengakui bahwa serangan balasan Ukraina ke Rusia berjalan lebih lambat dari yang diperkirakan.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 11 Sep 2023, 09:05 WIB
Diterbitkan 11 Sep 2023, 09:05 WIB
Perang Rusia dan Ukraina
Tim penyelamat membawa pecahan rudal di luar bangunan perumahan sembilan lantai yang sebagian hancur akibat serangan rudal Rusia di Rig Kryvyi pada 31 Juli 2023, di tengah invasi Rusia ke Ukraina. (AFP/Ukrainian Emergency Service)

Liputan6.com, Washington - Ukraina hanya punya waktu 30 hari lagi untuk berperang sebelum cuaca menghalangi serangan balasannya ke Rusia. Hal tersebut diungkapkan Kepala Staf Gabungan Militer Amerika Serikat (AS) Jenderal Mark Milley

Jenderal Milley menuturkan bahwa kondisi yang lebih dingin kelak akan membuat Ukraina lebih sulit melakukan manuver. Dia sendiri mengakui bahwa serangan balasan Ukraina berjalan lebih lambat dari yang diperkirakan, namun dia mengatakan, "Pertempuran sengit masih terjadi. Ukraina masih berusaha mencapai kemajuan yang stabil."

Masih terlalu dini, sebut Jenderal Milley, untuk mengatakan apakah serangan balasan Ukraina gagal. Bagaimanapun, dia mengatakan bahwa Ukraina berkembang dengan kecepatan yang sangat stabil melalui garis depan Rusia.

"Masih ada waktu yang cukup, mungkin tersisa sekitar 30 hingga 45 hari sebelum menghadapi cuaca buruk, jadi Ukraina belum selesai," ujar Jenderal Milley seperti dilansir BBC, Senin (11/9/2023).

Serangan balasan Ukraina, yang diluncurkan pada Musim Panas dan bertujuan untuk membebaskan wilayah pendudukan Rusia di Ukraina, sejauh ini disebut hanya membuahkan hasil kecil.

Namun, para jenderal Ukraina mengklaim bahwa mereka telah melanggar garis pertahanan pertama Rusia yang tangguh di wilayah Selatan.

"Saya sudah sampaikan di awal bahwa perang ini akan berlangsung lama, lambat, berat, dan menimbulkan banyak korban, dan memang itulah yang terjadi," kata Jenderal Milley.


Laksamana Inggris: Ukraina Menang, Rusia Kalah

Perang Rusia dan Ukraina
Salah satu dari dua rudal menghancurkan bagian dari gedung apartemen antara lantai empat dan sembilan, kata Menteri Dalam Negeri Ihor Klymenko. (AFP/Ukrainian Emergency Service)

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Staf Pertahanan Inggris Laksamana Sir Tony Radakin mengatakan bahwa Ukraina menang dan Rusia kalah.

"Itu karena tujuan Rusia adalah menundukkan Ukraina dan menempatkannya di bawah kendali Rusia," ujarnya. "Hal itu belum terjadi dan tidak akan pernah terjadi dan itulah sebabnya Ukraina menang."

Dia menambahkan bahwa Ukraina membuat kemajuan dalam perjuangannya untuk mendapatkan kembali wilayahnya, setelah merebut kembali 50 persen wilayah yang direbut Rusia.

Kemajuan Ukraina, kata Laksamana Radakin, juga disebabkan oleh komunitas internasional yang menerapkan tekanan ekonomi dan tekanan diplomatik hingga Rusia menderita karenanya.

"Sementara itu, aliansi Vladimir Putin dengan Korea Utara menunjukkan bahwa presiden Rusia berada dalam keadaan putus asa," tutur Laksamana Radakin.

Dia mengatakan hubungan antara kedua negara menunjukkan betapa sedikitnya mitra yang tersisa bagi Rusia.


Cermin Kesalahan Besar Rusia

Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Vladivostok, Kamis 25 April 2019 (Alexander Zemlianichenko / AP PHOTO)
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Vladivostok, Kamis 25 April 2019 (Alexander Zemlianichenko / AP PHOTO)

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dilaporkan berencana mengunjungi Rusia bulan ini untuk bertemu Putin dalam rangka negosiasi penyediaan senjata.

Ada kekhawatiran baik di AS maupun di Korea Selatan mengenai apa yang akan diperoleh Korea Utara sebagai imbalan atas kesepakatan senjata tersebut, yang mungkin akan meningkatkan kerja sama militer antara keduanya.

"Aliansi ini merupakan cermin dari kesalahan besar yang dilakukan Rusia dengan menginvasi Ukraina," kata Laksamana Radakin.

"Dan itu juga merupakan cerminan dari situasi domestik di Rusia. Anda harus melihat fakta bahwa perekonomian (Rusia) berada di bawah tekanan, sanksi memiliki dampak yang lebih besar. Rusia tidak memiliki banyak mitra internasional."

Laksamana Radakin menambahkan, "(Rusia) telah kehilangan setengah juta orang yang meninggalkan negara itu. Setidaknya ada satu juta lagi yang ingin pergi."

"Mereka kesulitan mendapatkan cukup orang untuk terus mendukung perang," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya