Liputan6.com, Gaza - WHO mengatakan bahwa Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza mulai berubah menjadi kuburan. Jenazah mulai bertambah banyak di rumah sakit tersebut dan membuat staf kewalahan.
"Di sekitar rumah sakit, ada jasad-jasad yang tidak bisa diurus atau bahkan dikubur atau diangkat ke tempat seperti kamar mayat," ujar Christian Lindmeier, juru bicara WHO, dikutip BBC, Selasa (14/11/2023).
Baca Juga
RS Al-Shifa merupakan yang terbesar di Kota Gaza. Tapi kondisinya memprihatinkan karena terdampak serangan Israel.
Advertisement
"Rumah sakit itu tidak berfungsi sama sekali seperti seharusnya. Itu hampir seperti sebuah kuburan," kata Lindmeier.
Ada juga belasan bayi yang terlahir prematur di RS Al-Shifa yang berada dalam kondisi berisiko karena inkubator terdampak kesulitan listrik di rumah sakit tersebut.
Sementara itu, PBB berkata ada 100 staf UNRWA (United Nations Relief and Works Agency for Palestine) yang tewas sejak perang di Jalur Gaza dimulai.
Sekjen PBB Antonio Guterres lantas menggelar mengheningkan cipta bersama para pejabat di PBB.
"Sejak dimulainya konflik ini, lebih dari 100 staf UNRWA telah kehilangan nyawa - angkat tertinggi pekerja kesehatan PBB yang terbunuh dalam konflik dalam jangka waktu yang amat singkat. Mereka tidak akan dilupakan," ujar Guterres melalui platform X.
Kehabisan Bahan Bakar, Rumah Sakit Al-Quds di Gaza Berhenti Beroperasi
Sebelumnya dilaporkan, Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) mengatakan Rumah Sakit Aal-Quds, yang terbesar kedua di Gaza, menghentikan operasinya karena kekurangan bahan bakar.
Hal ini terjadi ketika pasukan Israel terus mengebom daerah kantong yang terkepung tersebut, dikutip dari laman Al Jazeera, Senin (13/11/2023).
"Rumah sakit dibiarkan mengurus dirinya sendiri di bawah pemboman Israel yang terus-menerus, menimbulkan risiko besar bagi staf medis, pasien, dan warga sipil yang kehilangan tempat tinggal," kata PRCS dalam sebuah pernyataan pada Minggu (12/11).
Hal ini lantas meningkatkan ketakutan bagi warga Palestina yang mencari perawatan dan perlindungan di sana.
"Penghentian layanan ini disebabkan menipisnya ketersediaan bahan bakar dan pemadaman listrik. Staf medis melakukan segala upaya untuk memberikan perawatan kepada pasien dan korban luka, bahkan menggunakan metode medis yang tidak konvensional di tengah kondisi kemanusiaan yang mengerikan dan kekurangan pasokan medis, makanan, dan air," kata PRCS.
Organisasi tersebut mengatakan, mereka meminta pertanggungjawaban komunitas internasional dan para penandatangan Konvensi Jenewa Keempat atas hancurnya sistem layanan kesehatan di Gaza dan krisis kemanusiaan yang mengerikan yang diakibatkannya.
Tommaso Della Longa, juru bicara Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, mengatakan Rumah Sakit al-Quds telah terputus dari dunia luar dalam enam hingga tujuh hari terakhir.
"Tidak ada jalan masuk, tidak ada jalan keluar," kata juru bicara itu.
Advertisement
Poli Jantung di RS Al Shifa Hancur
Sementara itu, pasukan Israel diketahui kembali melakukan serangan udara ke Gaza, Palestina. Serangan ini mengakibatkan belasan orang meninggal dunia dan merusak poli jantung di Rumah Sakit Ali Shifa seperti disampaikan pemerintah Gaza.
Dari data yang ada, 13 orang meninggal dunia akibat serangan Israel seperti diungkap pihak Gaza pada Minggu, 12 November 2023.
Hari sebelumnya, Israel juga melakukan serangan ke Kompleks PBB, Gaza yang membuat 'beberapa orang' tewas dan banyak yang terluka.
“Tragedi kematian dan cedera yang terjadi pada warga sipil yang terperangkap dalam konflik ini tidak dapat diterima dan harus dihentikan,” kata United Nations Development Programme (UNDP) dalam sebuah pernyataan mengutip Al Jazeera, Senin (13/11/2023).
Serangan yang Israel lakukan di dekat rumah sakit utama di Gaza, Al-Shifa, membuat ribuan para pasien, petugas medis, dan pengungsi terjebak di sana tanpa listrik dan persediaan lainnya.
Direktur RS Al-Shifa, Muhammad Abu Salmiya, mengatakan ketidaaan listrik membuat dua pasien di ICU meninggal dunia karena kekurangan listrik dan oksigen.Pasien lain berisiko besar meninggal jika kekurangan bahan bakar di rumah sakit terus berlanjut.
"Jika situasi bencana ini terus berlanjut, semua pasien di ICU akan meninggal," kata Abu Salmiya kepada sebuah saluran berita Arab.
Relawan MER-C Minta Jokowi Desak Joe Biden Selamatkan RS Indonesia di Gaza
Adapun Lembaga Kemanusiaan MER-C meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar menyampaikan penderitaan rakyat di Jalur Gaza saat bertemu Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan mendesak dunia untuk segera mengadakan gencatan senjata.
Hal ini disampaikan Ketua Presidium MER-C Indonesia Sarbini Abdul Murad agar Jokowi melakukan segala kemampuan dan kapabilitas yang dimiliki untuk dapat menyelamatkan RS Indonesia di Gaza.
"Kami berharap, pada kesempatan pertemuan dengan Presiden AS Joe Biden, Bapak dapat menyampaikan hal ini, memberikan tekanan kepada dunia, khususnya AS agar segera mengadakan gencatan senjata di Jalur Gaza dan menyelamatkan Rumah Sakit Indonesia dari serangan Israel," ujar Murad, dilansir dari Antara, Minggu (12/11).
Dalam surat itu, Murad mengatakan bahwa selama 36 hari berlangsungnya agresi Israel yang membabi buta yang melakukan pembunuhan dan pembantaian massal terhadap rakyat sipil Jalur Gaza telah menewaskan ribuan jiwa dan melukai puluhan ribu lainnya tanpa bisa mendapat penanganan yang layak.
Pemukiman warga, tempat ibadah baik masjid maupun gereja, sekolah, lokasi pengungsian, fasilitas umum bahkan rumah sakit di Jalur Gaza tidak luput dari sasaran kebrutalan militer Israel.
Rumah sakit kehabisan obat-obatan, tidak memiliki listrik karena kehabisan bahan bakar akibat dari blokade Israel di Jalur Gaza, Palestina.
RS Indonesia di Gaza, yang dibangun dari dana rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke tak luput menjadi sasaran dan difitnah sehingga melegitimasi serangan Israel.
Advertisement