Update Gempa Jepang: Korban Tewas Jadi 126 Orang dan Kim Jong Un Kirim Ungkapan Belasungkawa

Kota Wajima mencatat jumlah kematian tertinggi, yaitu 69 orang, diikuti oleh Suzu 38 orang. Lebih dari 500 orang terluka, sedikitnya 27 di antaranya menderita luka serius.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 06 Jan 2024, 22:21 WIB
Diterbitkan 06 Jan 2024, 22:21 WIB
Tim penyelamat berpacu dengan waktu untuk mencari korban selamat gempa Jepang
Petugas pemadam kebakaran berjalan melewati rumah-rumah yang roboh akibat gempa bumi di Suzu, prefektur Ishikawa, Jepang, Kamis (4/1/2024). (Kyodo News via AP)

Liputan6.com, Tokyo - Jumlah korban tewas akibat gempa Jepang pada 1 Januari 2024 meningkat menjadi 126 orang pada Sabtu (6/1). Sementara itu, gempa susulan mengancam akan mengubur lebih banyak rumah dan memblokir jalan-jalan penting untuk pengiriman bantuan.

Kota Wajima mencatat jumlah kematian tertinggi, yaitu 69 orang dan diikuti oleh Suzu 38 orang. Lebih dari 500 orang terluka, sedikitnya 27 di antaranya menderita luka serius. Demikian seperti dilansir CBS News.

Di antara korban tewas adalah seorang anak laki-laki berusia 5 tahun yang baru pulih dari cedera setelah air mendidih tumpah ke tubuhnya saat gempa magnitudo 7,6 mengguncang. Kondisinya tiba-tiba memburuk dan dia meninggal pada Jumat, ungkap otoritas Prefektur Ishikawa, wilayah yang paling terdampak.

Para pejabat memperingatkan bahwa jalan-jalan, yang sudah retak akibat puluhan gempa yang terus mengguncang daerah tersebut, bisa saja runtuh sepenuhnya. Risiko tersebut semakin besar karena diperkirakan akan terjadi hujan dan salju pada malam hari dan Minggu (7/1).

Hingga saat ini, lebih dari 200 orang masih belum ditemukan. Adapun 11 orang dilaporkan terjebak di bawah dua rumah yang runtuh di Anamizu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pesan Istimewa

Kondisi Kota Suzu di Prefektur Ishikawa
Tim penyelamat Jepang bergegas mencari korban selamat pada 3 Januari ketika pihak berwenang memperingatkan akan adanya tanah longsor dan hujan lebat setelah gempa bumi dahsyat yang menewaskan sedikitnya 62 orang. (Foto oleh JIJI Press/AFP)/Japan OUT

Jepang merupakan salah satu negara dengan tingkat penuaan tercepat di dunia. Populasi di Ishikawa dan daerah sekitarnya telah menyusut selama bertahun-tahun. Perekonomian rapuh yang berpusat pada kerajinan dan pariwisata kini lebih terancam dibandingkan sebelumnya.

Dalam sikap yang tidak biasa, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengirimkan pesan belasungkawa kepada Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida. Hal ini dilaporkan kantor berita resmi Korea Selatan pada Sabtu.

Jepang sebelumnya menerima pesan yang menyatakan simpati dan janji bantuan dari Presiden Joe Biden dan sekutu lainnya.

Juru bicara pemerintah Jepang Yoshimasa Hayashi mengatakan kepada wartawan bahwa Jepang berterima kasih atas semua pesan tersebut, termasuk dari Korea Utara. Hayashi mengungkapkan, terakhir kali Jepang menerima pesan belasungkawa dari Korea Utara atas bencana yang terjadi adalah pada tahun 1995.


Semoga Segera Pulih

Gempa Ishikawa Jepang
Retakan terlihat pada tanah usai gempa bumi di Wajima, Prefektur Ishikawa, Jepang, Senin (1/1/2024). Jepang mengeluarkan peringatan tsunami setelah serangkaian gempa kuat di Laut Jepang. (Kyodo News via AP)

Di sepanjang garis pantai Jepang, aliran listrik berangsur-angsur pulih, namun pasokan air masih terbatas. Sistem air darurat juga rusak.

Ribuan tentara terbang dan mengangkut air, makanan dan obat-obatan kepada lebih dari 30.000 orang yang telah dievakuasi ke auditorium, sekolah, dan fasilitas lainnya.

Surat kabar Yomiuri melaporkan bahwa penelitian udara telah menemukan lebih dari 100 tanah longsor dan beberapa di antaranya menghalangi jalan-jalan utama. Di lain sisi, urgensi operasi penyelamatan semakin meningkat seiring berjalannya waktu.

"Saya berharap kota (Wajima) ini pulih dan saya berharap orang-orang tidak pergi dan tetap tinggal di sini untuk bekerja keras menuju pemulihan," kata Seizo Shinbo, seorang pedagang seafood.

"Tidak ada makanan. Tidak ada air dan yang terburuk adalah gas. Masyarakat masih berada dalam antrean sepanjang satu kilometer."

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya