Liputan6.com, Tokyo - Pada 7 Januari 1989, Kaisar Hirohito meninggal dunia. Ia merupakan kaisar Jepang pada era Perang Dunia II. Ketika Jepang kalah, ia melepas status "setengah dewa" sebagai kaisar.
Kaisar Hirohito merupakan cucu dari Kaisar Meiji dan kakek dari Kaisar Akihito.
Baca Juga
Dilansir Britannica, Kaisar Hirohito pertama kali naik takha pada tahun 1926. Hirohito pun menjadi saksi hidup kebijakan kolonialisme Jepang, Perang Dunia II, hingga jatuhnya bom atom di Hiroshima-Nagasaki.
Advertisement
Meski demikian, tidak jelas seberapa terlibatnya Kaisar Hirohito terhadap aksi militer Jepang. Ada yang menyebut Hirohito sebetulnya ragu-ragu untuk melawan AS di Perang Dunia II, tetapi ia tak kuasa melawan kubu militer yang mengendalikan pemerintahan.
Ada juga yang berkata Hirohito secara aktif terlibat pada ide ekspansionis Jepang, seperti invasi Manchuria.
Salah satu hal unik tentang Hirohito adalah ia merupakan putra mahkota Jepang pertama yang pernah ke luar negeri, yakni ke Eropa pada 1921. Passion dari Hirohito adalah biologi kelautan dan ia menulis sejumlah buku pada topik tersebut.
Ketika kembali dari Eropa, ia dinamakan sebagai pangeran wali sebab ayahnya, Kaisar Taisho, pensiun karena masalah kejiwaan.
Begitu resmi naik takhta pada 1926, era kekaisaran Hirohito dinamakan Shouwa yang berarti "Perdamaian Cerah" atau "Harmoni Tercerahkan".
Status Setengah Dewa
Pada 1945, Amerika Serikat menjatuhkan dua bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Pemimpin Jepang saat itu berdebat antara menyerah atau terus bertahan dari invasi.
Kaisar Hirohito turut angkat bicara dan mendukung perdamaian. Ia berbicara pada 15 Agustus 1945 untuk mengumumkan di radio bahwa Jepang menyerah sesuai syarat pasukan sekutu.
Salah satu keingingan Amerika Serikat adalah supaya kaisar melepas statusnya sebagai sosok "setegah dewa". Hal itu juga dituruti Hirohito dan ia mengumumkan hal tersebut pada 1946.
Kini, Kaisar Jepang hanya merupakan simbol negara dan persatuan dari rakyat Jepang.
Meski demikian, Kaisar Hirohito dulu tetap berusaha agar keluarga kekaisaran dekat dengan rakyat. Ia pun sering membuat kunjungan-kunjungan publik. Alhasil, kekaisaran tetap populer.
Kaisar Hirohito tutup usia di Tokyo pada Januari 1989 pada usia 87 tahun. Laporan The New York Times pada September 1988 menyebut Hirohito sempat muntah darah. Ia diketahui menderita sakit pankreas.
Advertisement