Liputan6.com, Quito - Sejumlah sandera telah dibebaskan dari penjara-penjara yang dikendalikan geng di Ekuador, demikian klaim pemerintah, hampir sepekan setelah negara Amerika Selatan itu diguncang gelombang kekerasan besar-besaran.
"Semua sandera telah dibebaskan," kata kepresidenan Ekuador melalui media sosial pada Sabtu malam 13 Januari 2024 dikutip dari The Guardian, Senin (15/1/2024).
Tidak jelas secara pasti berapa banyak tawanan yang telah diselamatkan dari penjara-penjara yang terkenal penuh sesak di negara tersebut, namun pekan lalu pemerintah mengatakan 158 penjaga penjara serta 20 pegawai lainnya ditahan. Video di media sosial menunjukkan penjaga penjara yang ketakutan ditahan dan diancam oleh anggota geng bersenjatakan parang yang telah menyita banyak pusat penahanan di Ekuador.
Advertisement
Saudara laki-laki salah satu sipir penjara yang diculik di Ambato, sebuah kota 155 mil di selatan ibu kota Ekuador, Quito, membenarkan bahwa kerabatnya telah dibebaskan pada Sabtu (13/1) sore. "Syukurlah semua orang selamat dan sehat dan saudara laki-laki saya sekarang ada di rumah bersama kami," katanya pada Minggu (14/1) pagi, di tengah laporan bahwa pasukan keamanan menyerbu beberapa lembaga pemasyarakatan besar di mana para tahanan juga berkumpul.
Pekan kekacauan di Ekuador dimulai pada dini hari Senin (8/1) lalu ketika seorang gembong narkoba, pemimpin geng terkenal bernama Jose Adolfo Macias, yang dikenal dengan nama samaran "Fito" dilaporkan menghilang dari selnya. Keberadaannya masih menjadi misteri hingga kini.
Ledakan kekerasan dan kekacauan berskala nasional terjadi pada hari-hari berikutnya, ketika para gangster membakar gedung-gedung, menyerang pasukan keamanan dan memasang bom mobil yang merupakan salah satu ledakan kekerasan paling ekstrem dalam sejarah Ekuador baru-baru ini.
Sebagai tanggapan, Presiden Ekuador, Daniel Noboa, menyatakan negaranya berada dalam "konflik bersenjata internal" dan memerintahkan tindakan keras polisi dan tentara terhadap geng-geng tersebut. Sejauh ini, 1.105 orang telah ditangkap dan lima orang yang diduga "teroris" terbunuh, sementara dua petugas polisi juga kehilangan nyawa, menurut data pemerintah.
Penangkapan Anggota Teroris
Di Guayaquil, salah satu kota yang terkena dampak paling parah, The Guardian menyaksikan tim angkatan udara dan pasukan khusus kepolisian yang bersenjata lengkap menggunakan alat pendobrak dan pemotong baut untuk menerobos masuk ke sejumlah rumah pada Kamis (11/1) malam.
Di sebuah rumah berlantai dua, mereka menangkap dua orang yang diduga anggota Los Águilas (the Eagles), salah satu dari 22 kelompok kriminal yang oleh pemerintah Presiden Ekuador, Daniel Noboa, diklasifikasikan sebagai kelompok teroris.
Ekuador telah lama dianggap sebagai salah satu negara paling aman di Amerika Latin, namun tingkat pembunuhan di negara tersebut meningkat empat kali lipat sejak tahun 2018, sebagian besar disebabkan oleh pertikaian sengit mengenai penguasaan rute penyelundupan kokain yang digunakan untuk menyelundupkan narkoba ke Eropa dan Amerika Serikat.
Dalam sebuah wawancara dengan BBC pada hari Jumat, Presiden Ekuador, Daniel Noboa, mengatakan dia bertekad untuk menghentikan negaranya menjadi "negara narkotika" dan percaya bahwa tindakan keras adalah satu-satunya cara untuk mencapai tujuan tersebut.
"Kami tidak akan memburu orang dan membunuh mereka… tapi kami sedang berperang dan kami berperang melawan orang-orang yang bersenjata lengkap, terorganisir, dengan dukungan keuangan domestik dan internasional serta struktur teror dan kriminalitas yang menjangkau lebih jauh dari itu. Perbatasan Ekuador," kata Noboa kepada jaringan televisi Telemundo.
Advertisement
Keadaan Darurat 60 Hari hingga 19 Orang Tewas
Mengutip AP, krisis ini dipicu oleh pelarian salah satu bos geng narkotika paling kuat di negara itu, Jose Adolfo Macias, yang dikenal dengan nama samaran "Fito", yang mengepalai geng utama negara "Los Choneros", dari penjara Guayaquil.
Kerusuhan meletus di setidaknya lima penjara --sebelumnya sempat dikabarkan tujuh penjara-- dan serangan terhadap pasukan keamanan setelah pelariannya.
Setidaknya 19 orang tewas dalam kekerasan tersebut, termasuk warga sipil, penjaga penjara dan polisi dalam seminggu terakhir, menurut otoritas SNAI.
Pihak berwenang mengatakan delapan "teroris" tewas dan 27 tahanan yang melarikan diri ditangkap kembali.
SNAI menyatakan akan menyelidiki penyebab dan pihak yang bertanggung jawab atas kerusuhan di penjara tersebut.
Ratusan personel militer dan polisi telah dikerahkan untuk memburu Fito sejak Senin 8 Januari, sementara Presiden Noboa mengumumkan keadaan darurat nasional selama 60 hari dan jam malam setiap malam.
Negara tetangganya, Kolombia, yang merupakan produsen kokain terbesar di dunia, menempatkan tentaranya dalam siaga tinggi pada hari Jumat (12/1) atas kemungkinan gembong narkoba Fito dapat melintasi perbatasan ke wilayahnya.
Ekuador yang pernah menjadi benteng perdamaian antara produsen kokain utama, kini terjerumus ke dalam krisis setelah bertahun-tahun melakukan ekspansi oleh kartel transnasional yang menggunakan pelabuhannya untuk mengirimkan narkoba ke Amerika Serikat dan Eropa.
Kami akan Menang
Presiden Noboa telah bersumpah untuk tidak tunduk pada kekerasan tersebut, dan memberikan perintah untuk “menetralisir” kelompok kriminal yang bertanggung jawab.
"Saya yakin kami akan menang dan saya tidak akan berhenti berjuang sampai kami menang," katanya kepada BBC, Jumat (8/1).
Geng narkotika sering menggunakan penjara sebagai kantor kriminal, tempat mereka menangani perdagangan narkoba, memerintahkan pembunuhan, mengelola hasil kejahatan, dan bertarung sampai mati dengan saingan untuk mendapatkan kekuasaan.
Tingkat pembunuhan di Ekuador meningkat empat kali lipat antara tahun 2018 dan 2022, ketika geng kriminal mulai menguasai negara tersebut.
Tahun 2023 lalu merupakan tahun terburuk, dengan 7.800 pembunuhan dan 220 ton narkoba yang disita.
Di bawah kepresidenan Noboa, negara tersebut telah memperkenalkan dua penjara dengan keamanan "super maksimum" dengan kapasitas lebih dari 3.000 orang, dan proposal untuk "kapal penjara" di masa depan juga sedang dipertimbangkan.
Sebagian besar peningkatan kekerasan di negara ini terkonsentrasi di penjara, di mana bentrokan brutal antar narapidana telah menyebabkan lebih dari 460 orang tewas, banyak di antaranya dipenggal atau dibakar hidup-hidup, sejak Februari 2021.
Advertisement