Venezuela Tutup Kantor PBB Urusan HAM dan Usir Para Stafnya

Venezuela pada Kamis (15/2) memerintahkan Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Urusan Hak Asasi Manusia (HAM) di Caracas untuk menghentikan semua operasinya.

oleh Tim Global diperbarui 18 Feb 2024, 15:15 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2024, 15:15 WIB
Bendera Venezuela Antar Pemakaman Remaja yang Tewas Akibat Kerusuhan
Bendera negara Venezuela yang bawa saat mengiringi pemakaman Jose Francisco Guerrero di San Cristobal, Tachira State, Venezuela (19/5). Jose tewas akibat tembakan saat ia terjebak dalam konfrontasi antara demonstran dan polisi setempat. (AFP/Luis Robayo)

Liputan6.com, Caracas - Venezuela pada Kamis (15/2) memerintahkan Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Urusan Hak Asasi Manusia (HAM) di Caracas untuk menghentikan semua operasinya, dan memerintahkan para stafnya untuk meninggalkan negara tersebut dalam waktu tiga hari.

Menteri Luar Negeri Yván Gil mengumumkan keputusan itu dengan mengatakan kantor tersebut menjalankan "peran yang tidak pantas" dan telah menjadi "firma hukum pribadi para komplotan kudeta dan teroris yang secara permanen bersekongkol melawan negara."

Ditambahkannya, keputusan itu akan tetap berlaku hingga kantor itu secara terbuka memperbaiki "sikap kolonialis dan kasar, yang melanggar Piagam PBB."

Pengumuman ini muncul setelah Kantor PBB Urusan HAM itu mengkritik keputusan Venezuela yang menahan pengacara HAM Rocío San Miguel, sebuah insiden yang telah menarik perhatian domestik dan internasional, dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (18/2/2024).

Pemerintah menahannya atas apa yang mereka katakan sebagai perannya dalam dugaan plot yang didukung Amerika untuk membunuh Presiden Nicolas Maduro.

Kantor PBB Urusan HAM itu mendesak Venezuela melalui platform media sosial X untuk segera membebaskan San Miguel dan memberikan hak pembelaan hukum kepadanya.

PBB: Pemerintah Venezuela Melakukan Kejahatan Kemanusiaan

Unjuk rasa di Venezuela
Seorang pengunjuk rasa membentangkan bendera Venezuela (AP Photo/Ariana Cubillos)

Pada 2020, tim pencari fakta PBB menuding pemerintah Venezuela melakukan kejahatan kemanusiaan atas pembunuhan, penyiksaan, kekerasan, dan penghilangan orang. PBB menyimpulkan Presiden Nicolas Maduro terlibat.

Dilaporkan BBC, tim misi PBB menyataka bahwa Venezuela terlibat dalam kekerasan sistemik sejak 2014 yang bertujuan menekan oposisi dan meneror rakyat.

Presiden Maduro, menteri dalam negeri, dan menteri pertahanan turut memberi perintah untuk kejahatan tersebut, menjadi koordinator operasional, serta memberikan bantuan.

Salah satu contoh operasi kejahatan pemerintah Venezuela adalah dengan metode jebakan senjata. Caranya, mereka sengaja menaruh senjata di area milik loyalis oposisi pemerintah, kemudian pasukan keamanan menggeledah area tersebut untuk menangkap, menyiksa, dan menembak target.

"Misi menemukan landasan beralasan untuk percaya otoritas Venezuela dan pasukan keamaan telah merencanakan dan mengeksekusi pelanggaran HAM serius sejak 2014, beberapa di antaranya termasuk pembunuhan semaunya dan penggunaan penyiksaan yang sistematis, yang menjadikannya kejahatan kemanusiaan," ujar Marta Valiñas, ketua misi PBB.

Investigator menyimpulkan hal tersebut setelah memeriksa 223 kasus.

Laporan tersebut akan diberikan ke Dewan HAM PBB pekan depan. Venezuela akan mendapat kesempatan untuk merespons.

Dubes Venezuela di PBB sudah mengkritik investigasi sebagai bagian dari kampanye Ameirka Serikat. Tim PBB itu juga dilarang masuk Venezuela.

Venezuela sedang diterpa krisis ekonomi selama bertahun-tahun. Partai sosialis yang berkuasa sejak 2007 masih belum bisa memperbaiki ekonomi negara kaya minyak tersebut. Jutaan rakyatnya lantas kabur ke negara-negara tetangga seperti Kolombia.

AS Cegat dan Sita Kiriman 4 Kapal Tanker Minyak Iran untuk Venezuela

Bendera Venezuela Antar Pemakaman Remaja yang Tewas Akibat Kerusuhan
Bendera negara Venezuela dibentangkan saat prosesi pemakaman Jose Francisco Guerrero di San Cristobal, Tachira State, Venezuela (19/5). (AFP/Luis Robayo)

Amerika Serikat (AS) menyatakan pada Jumat (14/8) bahwa pihaknya menyita kiriman bahan bakar dari empat kapal Iran yang hendak menuju Venezuela --sehingga mengganggu jalur pasokan kedua negara yang menentang sanksi-sanksi AS tersebut.

Presiden AS Donald Trump menyebut Iran semestinya tidak mengirimkan kargo ke Venezuela. Ia juga mengatakan minyak sitaan itu kini dalam perjalanan menuju Houston, Texas, dan mungkin telah tiba. 

"Minyak sitaan itu menuju ke Houston. Dan, mereka di sana. Kami memindahkannya, dan bergerak menuju Houston," kata Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih, sebagaimana diwartakan Reuters, dikutip dari Antara, Sabtu 15 Agustus 2020.

Kementerian Kehakiman AS menyatakan kargo yang disita itu kini berada di bawah penahanan negara "dengan bantuan dari partner luar negeri."

Kementerian menambahkan bahwa minyak sitaan dari empat tanker itu sebanyak sekitar 1,116 juta barel, angka terbesar yang pernah disita AS dari Iran sejauh ini.

"Diplomasi kami, yang dipimpin oleh Perwakilan Khusus untuk Iran, Brian Hook, mampu menahan pengiriman ini dan juga membantu Kementerian Kehakiman dan Keamanan Dalam Negeri untuk mengeksekusi perintah penangkapan," kata kementerian dalam keterangannya.

Namun, baik Kementerian Kehakiman ataupun Kementerian Luar Negeri tidak menyebut secara rinci mengenai kapan, di mana, maupun bagaimana proses penangkapan tersebut dilakukan.

Pada keterangan itu, juga tidak diungkapkan tentang langkah-langkah yang dijalankan oleh Hook, yang pengunduran diri dari jabatannya diumumkan awal pekan ini, dalam melakukan penangkapan.

Infografis Krisis Venezuela di Negeri Minyak
Infografis Krisis Venezuela di Negeri Minyak. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya