Liputan6.com, Seoul - Korea Selatan berhasil meluncurkan satelit mata-mata militer keduanya ke orbit, beberapa hari setelah Korea Utara menegaskan kembali rencananya untuk meluncurkan beberapa satelit pengintaian tahun ini.
Kedua Korea masing-masing meluncurkan satelit mata-mata pertama mereka tahun lalu – Korea Utara pada bulan November dan Korea Selatan pada bulan Desember – di tengah meningkatnya permusuhan. Mereka mengatakan satelit mereka akan meningkatkan kemampuan untuk memantau satu sama lain dan kemampuan serangan rudal mereka sendiri.
Baca Juga
Satelit mata-mata kedua Korea Selatan diluncurkan dari Kennedy Space Center di Florida, Amerika Serikat (AS), pada Minggu (7/4/2024) malam waktu setempat atau Senin (8/4) pagi waktu Seoul.
Advertisement
Kementerian Pertahanan Korea Selatan mengonfirmasi bahwa satelit tersebut memasuki orbit dan berkomunikasi dengan stasiun Bumi di luar negeri setelah terpisah dari roket.
"Dengan keberhasilan peluncuran satelit mata-mata militer kedua, militer kami telah memperoleh kemampuan pengawasan independen tambahan dan semakin memperkuat kemampuan 'rantai pembunuh' kami," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Jeon Ha Gyu, mengacu pada kemampuan serangan rudal pencegahan militer, seperti dilansir AP.
Berdasarkan kontrak dengan SpaceX, Korea Selatan akan meluncurkan lima satelit mata-mata pada tahun 2025. Peluncuran satelit mata-mata pertama Korea Selatan pada 1 Desember dilakukan dari Pangkalan Angkatan Luar Angkasa Vandenberg di California.
Balapan Luncurkan Satelit
Korea Selatan pada tahun 2022 menjadi negara ke-10 di dunia yang berhasil meluncurkan satelit dengan teknologinya sendiri menggunakan roket buatan dalam negeri untuk menempatkan apa yang disebutnya "satelit observasi kinerja" di orbit. Namun, para ahli mengatakan penggunaan roket SpaceX untuk meluncurkan satelit mata-mata adalah hal yang ekonomis dan Korea Selatan memerlukan lebih banyak peluncuran untuk memastikan keandalan roket.
Korea Utara juga berkeinginan untuk memperoleh jaringan pengawasan berbasis ruang angkasanya sendiri untuk mengatasi apa yang mereka sebut sebagai ancaman militer yang ditimbulkan oleh AS dan Korea Selatan.
Setelah dua kegagalan peluncuran pada awal tahun 2023, Korea Utara menempatkan satelit mata-mata Malligyong-1 ke orbit pada 21 November. Korea Utara sejak itu mengatakan satelitnya telah mengirimkan citra dengan pemandangan luar angkasa dari situs-situs utama di AS dan Korea Selatan, termasuk Gedung Putih dan Pentagon. Namun, Korea Utara belum merilis satupun foto satelit tersebut, membuat para ahli meragukan apakah satelit Korea Utara dapat mengirimkan gambar yang strategis secara militer.
Pada 31 Maret, wakil direktur jenderal Administrasi Teknologi Dirgantara Nasional Korea Utara Pak Kyong Su mengatakan bahwa Korea Utara diperkirakan akan meluncurkan beberapa satelit pengintaian lagi pada tahun ini. Selama konferensi politik penting pada akhir Desember, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un berjanji untuk meluncurkan tiga satelit mata-mata militer tambahan pada tahun 2024.
Advertisement
Korea Utara Dilarang Luncurkan Satelit
Menteri Pertahanan Korea Selatan Shin Wonsik mengatakan pada Senin bahwa Korea Utara kemungkinan akan segera melanjutkan peluncuran satelit mata-matanya yang kedua untuk memperingati ulang tahun pendiri negara Kim Il Sung, mendiang kakek Kim Jong Un, pada 15 April atau kemungkinan Korea Utara bisa menundanya karena alasan teknis.
PBB melarang Korea Utara melakukan peluncuran satelit karena menganggapnya sebagai uji coba terselubung terhadap teknologi rudal jarak jauhnya. Peluncuran satelit Korea Utara pada November memperdalam ketegangan di Semenanjung Korea, mengakibatkan kedua Korea mengambil langkah-langkah yang melanggar perjanjian tahun 2018 untuk menurunkan ketegangan militer.
Dalam beberapa tahun terakhir, Korea Utara telah terlibat dalam uji coba rudal yang dinilai provokatif untuk memodernisasi dan memperluas persenjataannya, sehingga mendorong AS dan Korea Selatan memperkuat latihan militer gabungan sebagai tanggapannya. Para ahli mengatakan Korea Utara kemungkinan besar percaya bahwa perluasan persenjataan akan meningkatkan pengaruhnya dalam diplomasi masa depan dengan AS.