Menlu Iran: Serangan ke Israel Adalah Pembelaan Diri Berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB

Pasal 51 Piagam PBB memuat bahwa negara punya hak untuk mempertahankan diri jika serangan bersenjata terjadi.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 02 Okt 2024, 10:15 WIB
Diterbitkan 02 Okt 2024, 10:10 WIB
Warga Israel berlindung saat proyektil yang diluncurkan dari Iran dicegat di langit Rosh HaAyin, Israel, Selasa (1/10/2024).
Warga Israel berlindung saat proyektil yang diluncurkan dari Iran dicegat di langit Rosh HaAyin, Israel, Selasa (1/10/2024). (Dok. AP/Maya Alleruzzo)

Liputan6.com, Teheran - Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Abbas Araghchi menekankan bahwa serangan pihaknya terhadap Israel pada Selasa (1/10/2024) malam adalah tindakan membela diri. Dia memperingatkan respons yang lebih kuat dan lebih dahsyat jika Israel membalas lebih lanjut.

"Kami melakukan pembelaan diri berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB, yang hanya menargetkan lokasi militer dan keamanan yang bertanggung jawab atas genosida di Jalur Gaza dan Lebanon," ungkap Araghchi dalam unggahannya yang disertai gambar Jalur Gaza yang dilanda perang di akun media sosial X miliknya.

"Kami melakukannya setelah menahan diri selama hampir dua bulan untuk memberi ruang bagi gencatan senjata di Jalur Gaza. Tindakan kami selesai kecuali rezim Israel memutuskan untuk mengundang pembalasan lebih lanjut, dalam skenario itu, respons kami akan lebih kuat dan lebih dahsyat."

Araghchi menambahkan, "Para pendukung Israel sekarang memiliki tanggung jawab yang lebih tinggi untuk mengendalikan para penghasut perang di Tel Aviv alih-alih terlibat dalam kebodohan mereka."

Melansir kantor berita Iran, IRNA, melalui panggilan telepon dengan rekan-rekannya dari Inggris, Jerman, dan Prancis, Araghchi menjelaskan kepada mereka tentang alasan dan kerangka operasi militer Iran terhadap Israel.

"Republik Islam Iran hanya menggunakan haknya untuk melegitimasi pertahanan berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB dan hanya menargetkan pangkalan militer dan keamanan rezim zionis," kata Araghchi kepada mereka.

Araghchi menegaskan kembali bahwa Iran menahan diri selama lebih dari dua bulan setelah serangan yang menewaskan pemimpin biro politik Hamas Ismail Haniyeh di Teheran, berlanjutnya perang di Jalur Gaza, dan ekspansi pertempuran ke Lebanon.

"Operasi telah berakhir. Republik Islam Iran tidak berusaha meningkatkan ketegangan dan perang, meskipun tidak takut akan hal itu," tutur Araghchi.

Araghchi, selama percakapan telepon dengan menlu Inggris, Jerman, dan Prancis, dilaporkan sekali lagi menyerukan upaya semua negara untuk melakukan gencatan senjata, mencegah serangan Israel dan peningkatan ketegangan lebih lanjut di kawasan, terutama di Lebanon dan Jalur Gaza.

Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) atau Pentagon menyatakan Iran menyerang Israel dengan rentetan sekitar 200 rudal balistik.

"Sementara sebagian besar rudal itu hancur sebelum mencapai sasarannya, beberapa memang berdampak dan menyebabkan kerusakan minimal," kata Sekretaris Pers Pentagon Pat Ryder, seperti dikutip dari situs Pentagon.

Laporan Al Jazeera yang mengutip media pemerintah Iran menyebutkan, serangan Iran yang disertai serangan siber berskala besar, juga menggunakan rudal hipersonik Fatah untuk pertama kalinya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya