NASA Sebut Badai Matahari akan Berlangsung hingga 2025, Ini Dampaknya bagi Bumi

Siklus matahari merupakan siklus alami yang dilalui matahari saat ia bertransisi antara aktivitas magnetik rendah dan tinggi. Diperkirakan, kutub magnetik matahari akan berganti setiap 11 tahun.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 22 Okt 2024, 03:00 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2024, 03:00 WIB
Teriknya Cuaca Jakarta saat Badai Matahari Berlangsung
Secara berkala, BMKG akan terus memperbahurui informasi fenomena badai Matahari ini kepada masyarakat berdasarkan pengamatan dan analisis yang terukur sebagai acuan keselamatan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dan Badan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) menyebut matahari tengah mencapai periode maksimum atau solar maximum. Fenomena ini akan berlangsung hingga 2025 mendatang.

Melansir laman NASA pada Senin (21/10/2024), NASA bersama NOAA melacak bintik matahari untuk menentukan dan memprediksi kemajuan siklus. Bintik matahari adalah komponen yang terlihat dari daerah aktif, daerah dengan medan magnet yang kuat dan kompleks sebagai sumber letusan.

Siklus matahari merupakan siklus alami yang dilalui matahari saat ia bertransisi antara aktivitas magnetik rendah dan tinggi. Diperkirakan, kutub magnetik matahari akan berganti setiap 11 tahun.

Hal tersebut membuat Matahari bertransisi dari keadaan tenang menjadi kondisi aktif dan penuh badai. NASA bersama NOAA melacak bintik matahari untuk menentukan dan memprediksi kemajuan siklus.

Bintik matahari adalah komponen yang terlihat dari daerah aktif, daerah dengan medan magnet yang kuat dan kompleks sebagai sumber letusan. Prediksi sebelumnya pada 2019 diselenggarakan oleh NOAA, NASA, dan International Space Environment Services (ISES), memperkirakan bahwa siklus matahari 25 akan mencapai puncaknya pada Juli 2025 dengan jumlah bintik matahari maksimum sebesar 115.

Prediksi tersebut direvisi setelah terjadinya gerhana Matahari pada 8 April lalu. Ketika bulan menutupi seluruh piringan matahari, atmosfer luar matahari atau yang dikenal sebagai corona terlihat oleh pengamat.

Para pengamat melihat aktivitas matahari meningkat, corona menjadi sangat aktif. Aktivitas bintik Matahari mengalami penonjolan yang tampak dan berbentuk seperti bintik merah muda terang di tepi matahari.

 

Dampaknya bagi Bumi

Dikutip dari laman Space pada Senin (21/10/2024), aktivitas Matahari akan memengaruhi cuaca luar angkasa. Hal ini dapat memengaruhi satelit dan astronaut yang ada di luar angkasa.

Selain itu, kondisi ini juga bisa memengaruhi sistem komunikasi dan navigasi seperti radio dan GPS, serta jaringan listrik di Bumi. Saat matahari sedang aktif, peristiwa cuaca luar angkasa akan lebih sering terjadi.

Aktivitas matahari telah memicu peningkatan visibilitas aurora dan berdampak pada satelit serta infrastruktur dalam beberapa bulan terakhir. Selama Mei 2024 lalu, serangkaian semburan matahari dan lontaran massa korona (CME) meluncurkan awan partikel dan medan magnet ke arah bumi.

Hal ini memicu badai geomagnetik terkuat di Bumi dalam dua dekade terakhir dan memperlihatkan aurora terkuat yang pernah tercatat selama 500 tahun terakhir. Pada 1989, lontaran masa corona (CME) disertai jilatan api Matahari menyebabkan seluruh provinsi Quebec, Kanada mengalami pemadaman listrik yang berlangsung sekitar 12 jam menurut NASA.

Namun demikian, bukan berarti puncak aktivitas Matahari dalam siklus hanya terjadi pada saat ini. Para ilmuwan tak bisa menentukan puncak pasti dari periode solar maximum ini.

Pasalnya, hal tersebut hanya bisa diidentifikasi setelah melacak penurunan aktivitas matahari yang konsisten setelah puncak tersebut. Namun, para ilmuwan telah mengidentifikasi bahwa periode dua tahun ke belakang menjadi bagian dari fase aktif siklus matahari.

(Tifani)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya